Bab 52

194 10 2
                                    

Ia berjalan dengan gontai. Di tangannya selalu menggenggam selembar surat.
Surat itu selalu ia bawa kemanapun. Membaca nya berulang kali selagi rasa rindu datang menghampiri. Tidak merasa bosan membaca ulang setiap deret kalimat. Yang terpenting rindu nya berkurang.

Tak jarang kadang rindu nya merepotkan. Sudah membaca surat itu kembali namun belum juga reda, malah semakin memuncak membuat dada nya sesak. Sedih memang menjadi ia yang harus merindu tanpa bisa bertemu. Merindukan seseorang yang tidak mau untuk di ajak menetap di belahan bumi yang sama. Laki-laki itu lebih memilih pergi meninggalkan seribu tanya yang sudah tertahan.

"Memangnya ia tidak mau bersama ku?"
"Atau di sana menemukan wanita lain?"
"Kenapa lebih memilih di sana yang katanya selalu kesepian?"

Berbagai pertanyaan kadang melintas di pikiran. Mencari jawab atas tanya nya. Namun laki-laki itu selalu punya jawaban yang membuat nya terdiam, kehabisan kosa kata yang ia rangkai sebelum nya. Jawaban yang seakan harus di iyakan.

Kembali merasa rindu dan di rindukan. Memeluk bingkai foto nya lagi,
Melihat lewat layar handphone lagi,
Mendengar suaranya dari jauh lagi.

Ini memang berat. Sungguh.

Mungkin banyak yang pernah merasakan hubungan jarak jauh, apa begini rasanya ya? Sesakit ini ya?

Ada pilihan untuk kembali, namun mengapa di tolak?

"Kenapa lo? Lemes banget kaya nya." Tanya Nata.

"Gak tau nih, mungkin kecapean."

Hari ini gadis itu merasa diri nya sangat hampa. Tidak tau kenapa, atau mungkin cuaca yang mendung? Matahari yang seharusnya terik di siang bolong, kini tertutup awan hitam.

Kedua tangan nya menggenggam secarik kertas yang selalu ia bawa kemana diri nya pergi. Hari ini, ia merindukan nya. Sangat merindukannya. Kertas yang selalu ia genggam adalah surat yang Fahmi berikan untuk nya. Surat yang terselip di antara bunga buket mawar merah yang Fahmi berikan berbarengan dengan rumah pohon di taman belakang rumah Galih.

Ia mengambil ponsel nya lalu menghubungi seseorang yang dari tadi membuat hati nya resah.

Tak ada jawaban.

Lagi, ia menghubungi orang yang berbeda. Panggilan kedua di angkat dengan cepat.

"Ada apa Lun?"

"Bang Aca lagi sama Ami gak?"

"Nggak. Dia kayanya gak masuk ngampus deh, ntar abang coba ke apartemen nya ya."

Panggilan terputus. Haluna menatap surat itu lagi.

"Ada masalah?" Ucap Nata khawatir.

Haluna menoleh, "gak tau, Luna kok kaya ngerasa ada yang aneh ya. Tiba tiba pengen ketemu Ami. Di telepon gak di angkat." Kata nya cemas.

"Jangan khawatir, semua bakalan baik baik aja kok. Mungkin aja hp Fahmi lowbat atau dia lagi sibuk mungkin."

Gadis itu tersenyum sebagai jawaban. Oke, semua akan baik-baik saja kan?

Galih datang membawa dua cangkir coffee latte. Satu ia berikan kepada nya dan satu lagi ia berikan pada Nata.

"Untuk ratu galak."

"Oh jadi selama ini gue galak ya."

"Ehh--gak juga sih. Makanya dong manja dikit sama cowok nya. Biar makin nempel."

"Lo mah enak nya di kasarin. Jangan di alusin, nanti ngelunjak." Nata meminum coffee yang di berikan Galih.

"Jangan gitu dong, gue kan juga mau jadi relationship goals bukan toxic relationship." Gerutu Galih.

HALUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang