Bab 49

221 7 0
                                    

Dari awal aku hadir, sudah berbeda dari apa yang kamu lihat. Aku tak setegar yang kamu kira, aku tak sesabar yang terlihat..
Aku manusia, yang dipaksa kuat oleh keadaan yang seakan mencekik leher jenjang ku.
Terbunuh lalu hidup kembali.
Hidup pun bukan kejalan yang baru.
Namun jalan yang selalu ku lewati. Jalan yang selalu menyeretku ke tempat yang tak ada ujung nya.
Dimana-mana ada jurang yang seakan siap untuk ku masukki.

-Fahmi Azri-






Jemari telunjuk Fahmi terus berputar mengitari tepian cangkir yang berisi kopi hitam. Menatap kosong air berisi sisa-sisa ampas kopi yang mengambang, membutuhkan waktu sedikit untuk turun ke dasar air.

Perkataan Fasha tadi begitu menohok hati nya. Bukan karena Fasha menghina nya, bukan juga karena Fasha membuat nya kesal. Melainkan sebuah kabar mengejutkan tentang hidup nya. Mendengar itu, membuat hati Fahmi teriris. Menyisakan goresan halus namun berarti banyak.

Di tepian kasur Fasha memandangi Fahmi prihatin. Sebenarnya ia tak sanggup memberitahu yang sebenarnya, namun itu juga akan lebih menyakiti hati Fahmi jika di tutupi dari nya.

"Gue juga baru tau pas acara tunangan. Gue juga sama gak nyangka nya kalo nyokap tiri Sasa ternyata nyokap lo. Sorry." Kata Fasha menyesal.

Fahmi tersenyum miris pada diri nya sendiri. Ternyata sesosok ibu yang selalu ia harapkan kepulangannya sudah bersama orang baru. Bahkan tanpa sepengetahuannya. Ia juga tidak tahu jika orang tuanya sudah bercerai. Miris sekali menjadi Fahmi. "Gpp, santai aja. Gue juga gak nyalahin lo kok bang." Senyum nya.

"Lo bakalan nemuin nyokap lo?"

"Nggak." Jawab Fahmi ragu.

"Kenapa? Kan katanya lo kangen."

"Masih butuh waktu buat nyembuhin luka bertahun tahun." Fasha terdiam mendengar ucapan Fahmi yang begitu dalam makna nya. Siapapun tahu, laki-laki ini mempunyai bekas luka yang belum kering.

"Tapi acaranya lancar?" Tanya Fahmi yang masih dengan tatapan kosong memandang cangkir kopi yang sudah dingin.

"Lancar si, cuma agak canggung. Gue tetep akan mencintai Sasa dan keluarga nya. Termasuk nyokap lo, gpp kan?"

Fahmi menoleh ke arah Fasha, masih dengan senyuman yang ia ukir sebisa mungkin. "Gak masalah. Justru gue seneng kalo nyokap gue nambah di sayang sama satu orang. Karena gue cuma bisa menyayangi nya dari jauh."

Fasha mendekat lalu menepuk-nepuk bahu Fahmi pelan, "sabar bro. Yang kuat!" Fahmi mengangguk mengiyakan.

"Mau gue peluk gak?" Tawar Fasha yang mendapat pelototan tajam dari Fahmi.

"GAK."

"Gue mencoba nenangin, hargain dong. Ntar gak gue restuin lho!"

"Mending gue peluk Luna."

"LDR aja belagu."

"Ya lo juga LDR." Sahut Fahmi.

"LDR otw halal." Kekeh Fasha.

Getaran handphone di atas nakas menyela pembicaraan mereka. Fahmi mengambil nya lalu tersenyum hangat, tertera nama wanita yang selalu ia rindukan. "Panjang umur untuk Haluna." Kata Fahmi pada Fasha seraya menunjukkan nama Haluna di sana.

"Baru juga diomongin udh video call. Punya firasat kali ya."

"Namanya juga sayang."
"Halo, dengan Fahmi yang masih disini dan masih dengan perasaan yang sama untuk orang yang sama." Kata Fahmi setelah panggilan tersambung.

HALUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang