Bab 39

205 16 2
                                    

Jika dulu kamu pernah mengharapkan "ia" yang akan hadir dan menggantikan posisi yang lama, itu merupakan kesalahan!

Ternyata bukan dia orang yang Tuhan titipkan. Dia hanya sekedar angin yang lewat dengan hitungan detik.

Terlalu cepat, dan terlalu konyol. Menaruh harap pada seseorang yang hati nya sudah diisi dengan nama orang lain.



"Gue gak bohong Nat. Gue cuma blm siap buat cerita, masih nunggu waktu yang tepat."

"Trus lo pikir waktu yang kaya gini yang tepat? Setelah gue tau dengan sendirinya? Gue gak ngerti ya alasan lo nutupin semua itu apa. Yang jelas lo udh berani bohong. Lo tau kan, kejujuran itu penting dalam suatu hubungan."

"Dia bukan nya gak mau jujur ama lo, tapi emang dia gak mau lo tau. Soalnya dia mau balikan ama gue. Hahah." Kata Bela dengan enteng nya.

Kata-kata itu terus terngiang di pikiran Nata. Ia melangkahkan kaki nya entah kemana. Pengelihatan nya buram terhalang oleh air mata yang menggenang di mata sipit nya. Hidung nya memerah seperti hidung badut. Kaki nya terus berjalan cepat.

Tidak peduli semua orang memperhatikan nya. Ia terus berjalan, sampai akhirnya langkah kaki nya terhenti tepat di depan seorang gadis seusianya.

Mereka saling bertatapan. Nata yang dengan raut wajah sedih nya, dan gadis itu yang tetap tersenyum menenangkan.

Dengan cepat Nata memeluk gadis itu. Menumpahkan kekecewaan nya terhadap laki-laki. Sekuat-kuatnya Nata ia tetap lah seorang perempuan. Perempuan yang dengan hati lembut nya.

"Galih Lun." Ucap Nata bergetar.

Haluna mengusap-ngusap punggung Nata bermaksud menenangkan,"iya Luna tau apa yang Nata rasain sekarang. Dari awal juga Luna udh punya firasat buruk ama si Bela-Bela itu."

"Klo lo udh punya firasat buruk, kenapa lo gak kasih tau gue? Kenapa lo diem aja? Padahal gue sering cerita sama lo."

"Bukan maksud Luna begitu. Luna cuma gak mau Nata punya pikiran buruk tentang Galih yang akhirnya bakalan ngerusak hubungan kalian. Luna cuma bisa nenangin Nata, dan bilang klo semua ini bakalan baik-baik aja."

Nata memandang Haluna cemas,"baik-baik aja gimana?"

"Kita ke kamar dulu yu. Nenangin Nata." Nata terdiam, tapi langkah kaki nya tetap ikut ke mana mereka akan pergi.

Suara bising dari mulut manusia itu mengganggu aktivitas otak nya,"arghhh!!"

Haluna tersentak kaget, mendengar terikan Nata yang cukup membuat telinga nya panas.

Masih dengan menggandeng tangan Nata, Haluna sedikit menyeret Nata untuk cepat-cepat berjalan. Sebelum ia berteriak frustasi lagi. Bisa-bisa ia ditenggelemkan di laut karena mengganggu orang lain.

Sesampainya mereka di kamar, pemandangan tidak enak kembali mengganggu penglihatan Nata. Ingin rasanya ia obrak-abrik tempat yang seperti neraka, tapi niat nya tentu saja di urungkan. Percaya lah, Nata tidak 'segila' itu.

"Setan dari mana lagi yang ganggu hidup kita ya Lun?" Tanya nanya dengan nada seperti sindiran.

"Lo tuh setan nya!" Kata Vika tak terima.

"Tuh kan kaya ada yang ngomong. Sumpah ya, di Bali bener bener kuat ama hal-hal mistis ya. Banyak aura negatif nya." Lanjut Nata.

"Dajal!!" Pekik Vika.


*****

Haluna memandang wajah Fahmi lekat-lekat. Ia tersenyum, begitupun Fahmi. Kini tak ada lagi senyum yang tak dibalas, dan tak ada lagi perasaan yang tak berbalas. Semua nya sudah di balas dan di bayar seimbang bahkan lebih, oleh laki-laki yang pernah ia perjuangkan.

Bahkan dulu, berharap bisa berteman baik pun hanya kemungkinan kecil. Tapi, lihat lah sekarang. Harapan itu menjadi nyata, bahkan berjalan sangat lebih dari ekspektasi.

"Dulu kita yang di ganggu orang ketiga, sekarang hubungan nya Nata dan Galih yang harus ngerasain itu ya." Ucap Haluna.

"Itu cobaan Lun. Sekuat apa mereka bisa ngadepin itu semua. Pilihan nya hanya dua, memilih yang baru atau tetap bersama dengan yang lama. Tapi pilihan yang pertama itu jangan di contoh, resiko nya gede. Nanti kamu nyesel."

"Klo Luna dalam kondisi harus memilih ya pasti memilih pilihan yang kedua lah. Karna bisa sedeket ini sama Ami itu bukan hal yang mudah. Banyak rasa sakit yang dulu Luna rasain. Masa sekarang udh bersama malah mau cari kebahagiaan yang baru."

"Makasih ya udh ngisi kekosongan hati aku, udh nyembuhin hati yang sebelumnya terluka, semoga kita memang ditakdirkan untuk selalu bersama selamanya." Singkat,padat, dan jelas. Ya! Kata-kata yang berhasil membuat Haluna jadi salting.

"Sesayang itu sama Luna?"

"Kamu pikir aku bercanda? Aku gatau bakalan sehancur apa aku klo kamu pergi ninggalin aku tanpa alasan yang jelas."

"Luna percaya." Senyum nya.

Fahmi menggenggam tangan Haluna. Jari-jari mereka di tautkan, sehingga tak ada celah untuk mereka berdua,"aku menyayangimu sama seperti aku menyayangi keluargaku. Eh salah. Aku cuma menyayangi nek Dian."

"Gak boleh gitu."

"Tapi terimakasih ya." Lanjutnya.

"Aku yang harusnya berterimakasih."

HALUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang