Bab 37

187 13 0
                                    

Pagi ini cuaca di Bali tidak terlalu terik ,juga tidak terlalu sejuk. Biasa saja. Seperti suasana pagi di Jakarta.

Dengan langkah ragu Nata menghampiri Fahmi dan Galih. Mereka bercengkrama di tempat sederhana yang tak jauh dari tempat penginapan. Tertawa ringan di temani kopi hitam pekat yang bertengger di meja kayu itu.

Menyadari ada seseorang yang mendekat, Fahmi lebih dulu melihat Nata dengan wajah cemas nya.

"Lih ada Nata noh." ucap Fahmi menyadarkan Galih yang masih asik dengan kopi hitam pekat nya.

Galih dengan malas berhenti menyeruput kopi yang masih panas,"ada apa?"

"Eumm---gue mau ngomong sama lo. Sebentar juga gpp."

"Biasa nya juga lo yang paling hobi ngomong, sekarang mah ngomong juga pake waktu ya. Hahahah." Galih tertawa hambar. Mendengar nya, membuat Nata kehilangan keberanian untuk bicara. Rasanya--ia ingin membalikan badan lalu menangis di kamar saja.

Hening. Tak ada pembicaraan di antara mereka. Galih yang menatap Nata dengan datar, dan Nata yang menunduk tak berani membalas tatapan itu.

Fahmi berdehem,"oiya Nat, Luna mana ya? Kok gak sama lo?"

"Dia ada di kamar."

"Yaudh gue ketemu Luna dulu ya, kalian lanjutin aja ngobrol nya."

Fahmi pergi dan kembali hening.

Beberapa menit kemudian baru lah Galih angkat bicara.

"Mau sampe kapan lo berdiri di situ sambil nunduk?" Nata menoleh. Dengan cepat ia duduk tepat di depan Galih.

"Lo tadi mau ngomong apaan?"

"Gue minta maaf Lih. Gue tau gue salah, gak seharusnya gue ngomong gitu sama lo. Dan gak seharusnya gue pulang di anter Irwan. Gue tau lo marah banget kan sama gue? Iya gue tau gue yang salah. Gak ngertiin lo. Gue egois kan?" Perlahan pipi Nata basah. Ia tak sanggup menahan tangis. Bersama Galih, ia berubah menjadi wanita cengeng dan lemah. Tak tau ini suatu hal yang bagus atau tidak.

Sama seperti cowok-cowok lain yang jika melihat pasangan nya menangis akan mengusap air matanya. Galih pun begitu,"udh ah jangan nangis. Gue maafin." Singkat. Itu yang keluar dari mulut Galih. Ingin sekali Nata benturkan kepala cowok ini yang tak punya rasa peduli lagi.

Nata mengusap pipi yang basah nya dengan gusar. Tak ada gunanya juga ia menangisi orang seperti Galih. Dengan terpaksa Nata tersenyum. Galih pun membalas senyuman itu.

Drett.. Drettt.. Dret..

Ponsel Galih bergetar pertanda ada panggilan masuk. Sekilas Nata melihat siapa yang menghubungi Galih. Nama itu--lagi lagi harus terlibat di dalam hubungan nya. Bela menelpon Galih!

"Gue angkat telpon dulu." Galih menjauh dari Nata.

Nata hanya terdiam. Bingung harus apa. Ingin mendengar percakapan mereka tapi tidak terdengar. Yang ia dengar sekilas hanya 'oke gue ke sana sekarang.'

Galih menghampiri Nata lalu berkata dengan nada enteng nya,"Bela mau ketemu sama gue. Gue samperin dia dulu ya, nanti kita ngobrol lagi deh." Diam. Tak ada respon dari Nata. Melihat itu membuat Galih jengkel. Tanpa persetujuan Nata , Galih pergi begitu saja.

Berbarengan dengan pergi nya Galih, satu tetes air mata itu kembali turun.

"Dasar cowok sialan!" Gumam Nata.

*****

"Eh eh!mau kemana kamu?!" Salah satu guru yang terkenal 'galak' itu mempergoki Fahmi yang memasuki wilayah penginapan wanita.

Fahmi menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal,"anuu buu---eee."

"Anu apa anu!?" Bentak nya. Fahmi tersentak kaget.

"Ih si ibu mah galak pisan. Jangan marah-marah gitu lah bu. Saya cuma mau ketemu Haluna bu,saya kangen."

"Jadi kamu pacaran sama Luna?"

"Iya dong bu." Jawab Fahmi bangga.

"Kok Luna mau sama kamu ya?"

"Yah si ibu mah meremehin saya nih. Saya kan ganteng bu. Misalnya ibu masih muda juga ,ibu pasti suka sama saya."

"Sorry aja ni ya, ibu mah udh laku. Udh punya anak 3."

Fahmi mendekat lalu berbisik,"klo ibu nyari yang muda saya baris di paling depan." Fahmi mengedipkan sebelah matanya seraya berjalan cepat meninggalkan bu guru yang kebaperan sendiri.

Setelah kembali ke alam bawah sadar bu guru itu berteriak dengan nyaring,"Fahmiiii!awas kamu ya!!"

"Jadi baper saya." Gumam nya pelan.

Fahmi mengedarkan pandangan ke setiap pintu kamar penginapan. Mencari sosok yang sedang ia rindukan. Padahal baru semalam ia bertemu dengan Haluna.

Fahmi berdecak,"mana si orang pembuat candu. Tau banget kali ya klo gue rindu makanya ngumpet. Susah bener nemuin nya kaya beda kota."

"Nyari siapa mas?" Ucap seorang wanita tepat di belakang Fahmi. Fahmi berbalik,lalu tersenyum.

"Nyari orang yang bikin saya setiap saat rindu mba."

"Udh ketemu?"

"Belum."

"Mau saya bantu?"

"Gak usah deh."

"Lho kenapa? Katanya rindu?"

"Mau di cari gimana si mba, orang yang menjadi alasan saya rindu itu ada di sini. Di depan saya. Yang lagi pura-pura jadi mba-mba tukang penginapan."

Haluna tertawa tanpa henti. Mendengar ucapan Fahmi yang menyebutnya 'mba-mba tukang penginapan' membuat perut nya terasa di kelitiki. Ucapannya seperti anak kecil yang masih polos.

"Kenapa ketawa,huh?"

"Abisnya lucu. Hahah."

"Kok gitu si Lun? Aku kan serius." Fahmi mengerecutkan bibir nya. Benar-benar seperti anak kecil.

"Cup cup cupp. Anak mama-anak mama. Sini nak,utuk utuk utukk." Dan Haluna yang seperti ibu nya.

Melihat tingkah mereka sendiri membuat Haluna dan Fahmi tertawa. Kebahagiaan ini yang mereka cari. Kebahagiaan ini yang sempat terpotong. Tapi sekarang, bahagia datang lebih indah. Untuk sekarang, hari ini. Tidak untuk besok atau pun nanti. Kemungkinan akan terus terjadi. Peluang buruk pun demikian.

HALUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang