Lelah sekali rasanya menjalani kehidupan
Seperti di ujung tanduk.
Berjalanpun bagai di atas pecahan kaca.-Haluna-
Haluna berjalan dengan lesu. Di pikiran nya hanya ada Fahmi, Fahmi , dan Fahmi. Menatap koridor rumah sakit dengan tatapan kosong. Matanya membengkak , terlihat jelas seperti mata panda. Ini karena ia kurang tidur dan waktu malam nya ia habiskan untuk menangis.
"Gimana bisa Ami terbaring di rumah sakit sedangkan Luna masih bisa berdiri. Bagaimana bisa Ami menahan sakit sedangkan Luna masih dengan keadaan sehat. Seharusnya Luna aja yang ada di posisi itu, harus nya Luna aja yang tiduran di rumah sakit ini. Kalaupun bisa, Luna mau nukar nyawa Luna buat Ami. Buat kesembuhan Ami. Luna janji setelah Ami bangun nanti, Luna bakalan hilang dari hidup Ami. Biar Ami gak kesiksa kaya gini. Luna cuma bisa nyusahin orang lain aja." pikir Haluna. Semakin ia mengucapkan hal-hal yang menyakitkan maka semakin banyak juga air yang turun dari mata nya.
Masih dengan keadaan yang kacau, tiba-tiba ada yang memeluk nya dari belakang. Haluna membalik badan untuk melihat siapa yang memeluk nya. Tatapan nya sama sendu nya dengan Haluna. Haluna segera memeluk orang itu dan menumpahkan kerapuhan nya dalam bentuk tangisan.
"Gue tau lo kuat Lun. Gue tau lo pasti bisa dan sanggup buat ngadepin ini semua. Di hidup gue, cuma lo orang yang paling kuat Lun. Jangan sedih, kita juga sama kok terpuruk nya kaya lo. Tapi kita harus bisa nerima nya, semua udh di atur sama Tuhan." ujar Nata menenangkan, Haluna semakin mempererat pelukan nya.
"Fahmi sekarang di mana Lun?" tanya Galih.
Haluna melepaskan pelukan nya dan berjalan ke ruang ICU tempat Fahmi di rawat. Tanpa kata, atau kalimat Haluna berjalan mendahului , Nata dan Galih mengekori nya. Mereka paham Haluna butuh ruang untuk sendiri, diam adalah pilihan nya.
"Gue masuk duluan ya." kata Galih. Nata mengangguk, Haluna masih diam.
Nata mengajak Haluna untuk duduk, Nata mengelus pundak Haluna berusaha untuk menguatkan hati sahabat nya yang hancur. Nata sudah tau semua nya. Semalam Fasha menelpon dan memberi tau semua yang terjadi kemarin.
"Lama-lama semua nya akan ngerasa tersiksa Nat. Ini semua karena Luna. Nanti setelah Ami bangun Luna bakalan pergi yang jauh dari kalian."
"Hush! Apaan si ngomong nya jangan gitu ah. Semua pasti ada jalan keluar nya kok, gak harus mesti lo yang ninggalin kita Lun."
"Gimana perasaan Nata klo seandainya Nata ada di posisi Luna? Galih yang ada di posisi Ami? Apa yang bakalan Nata lakuin? Pasti Nata akan memilih menghilang dari dunia ini. Bumi itu jahat Nat! Gak ngijinin Luna buat bahagia. Mau nya susah terus." Haluna tersenyum miris pada diri nya sendiri. Menertawai kehidupan nya yang begitu menyedihkan seperti ini.
Nata menggenggam tangan Haluna yang dingin, di tatap nya mata Haluna yang kini sudah basah. "Semua itu ada takaran nya Lun, kan dunia itu berputar. Kita gak boleh nyerah gitu aja. Buat apa kita hidup klo kita gak mau buat berjuang di kehidupan kita? Lo itu harus kuat, gak boleh nyerah dengan keadaan. Semua bakalan baik-baik aja. Lo hanya nunggu 'kapan' semua ini berakhir. Lo gak boleh menghilang dari cerita lo sendiri, lo harus rangkai cerita ini sampai selesai. Lo itu pemeran utama di cerita lo sendiri Lun. Klo lo pergi, gimana nanti nya cerita ini bakalan selesai? Bahkan klo lo pergi pemeran yang lain nya gak bisa apa-apa tanpa lo."
"Luna gak mau semua orang terkena dampak nya Nat. Dulu Vika, sekarang Ami nanti siapa lagi?" tangis nya semakin pecah, isakan nya begitu menyayat hati bagi yang mendengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALUNA (END)
Teen FictionMencintai bukanlah perihal waktu, Bosan tidak nya itu urusan ku. Karena di cerita ini kalian akan mengenalku dengan 'gadis yang tak kenal waktu' Maksudnya, bukan karena aku tidak mengetahui setiap jam nya ya! Jam tetaplah tolak ukur waktu. 1 jam te...