Getaran handphone di atas nakas terus bergetar. Puluhan kali panggilan masuk ia tak jawab. Ratusan pesan belum ia baca. Membiarkan diri menikmati setiap waktu yang terus berputar. Di temani hanya dengan satu orang yang sejak kemarin belum juga pergi.
"Lo balik aja bang." Katanya tanpa menoleh.
"Gue gak bakal balik sebelum lo terlihat baik baik aja."
"Paling nggak, lo angkat telepon ade gue. Lo gak ngebayangin jadi Haluna yang khawatir setengah mampus?""Gue mau nenangin diri dulu bang."
"Terserah lo deh. Yang jelas kalo sampe Haluna nanyain lo ke gue, bakalan gue kasih tau yang sebenarnya."
"Jangan bang, biar gue aja nanti yang kasih tau." Ucap Fahmi dengan suara parau.
Fasha tak menggubris, ia memilih beranjak dari duduk nya lalu pergi.
"Inget ya kalo ada apa-apa telepon gue. Mau beli makanan dulu, laper." Ucap nya sebelum membuka pintu. Fahmi hanya berdehem.
Beberapa menit berlalu, dan Fahmi akhirnya mau melihat handphone nya. Notifikasi Haluna yang paling banyak menyapa pesan WhatsApp milik nya.
"Ami kok gak ngabarin Luna sih?"
"Pasti lagi sibuk banget ya?"
"Jangan bilang kalo sibuk sama cewek lain?!"
"Awas aja kalo beneran gitu."
"Belom pernah liat Luna marah ya?! 😠"Fahmi tersenyum membaca beberapa isi chat dari Haluna. Matanya perlahan memburam, karena cairan bening yang menumpuk di pelupuk mata. Hanya butuh sekali kedip, ambyar sudah air mata nya.
Ingin membalas pesan itu, namun berat. Jari-jari nya seakan tak mau mengetikkan sesuatu untuk wanita nya. Bagaimana jika ini adalah hari terakhir ia membalas pesan dari Haluna? Bagaimana rasa sakit yang akan gadis itu rasakan? Apa ia harus membuat Haluna membenci nya? Bermaksud agar Haluna tidak terlalu merasa kehilangan, karena sebelumnya sudah kehilangan. Banyaknya tanya dan pilihan yang ia sendiri tidak tau harus memilih yang mana. Ribut nya isi kepala bertengkar dengan kenyataan yang sebentar lagi akan mencapai puncak nya.
Handphone Fahmi bergetar lama. Haluna video call, padahal ia tidak mau gadis itu melihat wajah nya yang pucat. Dengan terpaksa Fahmi mengangkat nya.
"Ya Allah Amiii, dari mana aja sih? Luna nunggu kabar dari Ami tau gak! Emang sibuk ya di sana? Luna hampir aja mau nyusulin ke Berlin."
Haluna terus berceloteh, sedangkan Fahmi terkekeh menanggapai nya.
Tahan Fahmi, jangan sampai ia tahu.
"Iya, aku minta maaf. Ada urusan yang penting banget sampe gak bisa main hp, mau kan maafin aku?"
"Tapi Ami gak selingkuh kan?"
"Dapet wanita sepertimu, aku udh banyak bersyukur. Gimana mau selingkuh di saat kamu yang menahan rindu."
Di hadapan Fahmi, Haluna tersenyum senang. Mendengar ucapan laki-laki yang tadinya akan ia marahi namun tak jadi. Amarah nya seketika mereda, mendengar Fahmi bertutur kata manis pun sudah cukup.
"Yang penting Ami ku baik baik aja."
Tidak baik Lun, aku sedang tidak baik-baik saja. Bahkan jauh dari kata baik. Batin Fahmi.
Jantung nya berdegup sangat cepat, kepalanya pusing bukan main. Ia merasa mual. Dan mungkin sebentar lagi ia akan----
"Aku mules Lun, mau kekamar mandi dulu ya." Alibi Fahmi.

KAMU SEDANG MEMBACA
HALUNA (END)
Teen FictionMencintai bukanlah perihal waktu, Bosan tidak nya itu urusan ku. Karena di cerita ini kalian akan mengenalku dengan 'gadis yang tak kenal waktu' Maksudnya, bukan karena aku tidak mengetahui setiap jam nya ya! Jam tetaplah tolak ukur waktu. 1 jam te...