Bab 41

198 15 0
                                    

Haluna menarik nafas dalam-dalam. Menghirup aroma bunga mawar yang berjejer rapi di pekarangan rumah nya. Udara di rumah nya begitu khas, membuat nya selalu rindu dengan tempat di mana ia akan pulang.

"Yaampun anak mama yang berisik. Halu manja udh pulang!!" Heboh Maya.

Haluna tersenyum dan langsung memeluk wanita nomer satu di hidup nya.

"Mama kangen Luna gak?"

"Kamu nanya mama?" Haluna mengangguk.

"Ya jelas mama kangen lah, rumah ini yang biasanya berisik kaya medan perang, eh pas kamu sama abang gak ada sepi banget kaya kuburan."

"Gimana jalan-jalan nya seru gak?" Lanjutnya.

"Seru mah, nanti Luna ceritain deh. Tapi Luna istirahat dulu ya, cape banget nih kaya abis lawan raja terakhir"

"Yaudah istirahat dulu sana, mandi dulu tapi ya biar gak gerah."

"Iya mah siap." Ucap Haluna dengan tangan memberi hormat seperti upacara bendera.

Haluna berjalan menuju kamarnya dengan lemas, karena kecapean seperti selesai lawan raja terakhir katanya.

Brukk! Ia membanting tubuhnya ke kasur. Memejamkan mata nya yang sudah lelah minta di tutup. Tapi ingatan dan hawa di Bali terus berputar di kepala nya. Terutama ingatan bersama Fahmi saat di Bali.

"Akhirnyaaaaaa kembali lagi ke kamar dan kasur kesayanganku."

Tiba-tiba rasa cape dan kantuk seketika hilang saat Haluna memandangi beberapa poster dan foto polaroid yang ia pajang di tembok kamar nya. Tak lain dan tak bukan semua idola nya terpampang di tembok sana. Tentu nya poster yang berukuran lumayan besar itu adalah foto Dimas Anggara. Lalu ada beberapa aktor Korea. Oppa-oppa yang bermuka mulus seperti bayi.

"OMG!udh lama kita gak ketemu ya? Apa kabar sayang-sayangku? Kalian masih tetep ganteng dengan posisi yang gitu-gitu aja." Kata nya meracau.

Setelah selesai kangen-kangenan dengan benda mati itu, Haluna kembali membaringkan tubuhnya. Kali ini ia benar-benar serius ingin tidur. Klo tadi kan hanya niat.

Haluna tertidur pulas sampai tidak ingat jam.

Keesokan nya...

Maya pun mengecek kamar Haluna. Merasa curiga dengan anak nya yang sejak kemarin siang tidak keluar dari kamar nya.

Langkah Maya terhenti dan membaca kertas yang di tempel di depan pintu.

Untuk mama, papa atau bang Aca(klo udh pulang) tolong jangan ganggu waktu hibernasi Luna. Luna mau istirahat setelah perjalanan panjang di Bali. Klo mau nanyain oleh-oleh tenang aja, ada ko. Tapi nanti, nunggu Luna bangun dulu.
Ikan hiu makan merica, I love you buat yang baca:*

Maya menggelengkan kepala nya.  Lalu membuka pintu kamar.

"Yaampun anak perawan kaya gini banget ya, tidur sepatunya masih dipake, baju belom diganti, barang-barang belom diberesin, capek si capek tapi kebangetan Luna."

"Luna bangun! mau tidur sampe kapan?udah seharian kamu tidur Lun, gak puas emang?"

"Nanggung nih mah seharian lagi deh." Jawab Haluna setengah sadar.

"Kamu mau latihan ya? Nanti kalo jadi beneran gimana?"

"Ih mama ko ngomongnya gitu si? Iya nih Luna bangun, tapi sebentar lagi ya 5 menit deh."

"Yaudh mama siapin sarapan dulu ya, ini barang-barang kamu dirapihin dulu." Haluna berdehem.

10 menit kemudian Haluna bangun dan berjalan menuju meja makan. Masih mengenakan sepatu dan baju yang dia gunakan saat baru pulang.

"Haduh!! Anak mama ini masih waras kan?kenapa sepatunya blm dibuka coba? Bajunya juga blm diganti." Kesal Maya.

"Eh iya mah. Maaf Luna gak sadar, nih arwahnya belom kumpul, heheh." Kekeh nya.

"Yaudh kamu abis ini mandi, badan kamu wangi banget kaya cuka."

"Ih mama, cuka kan bau asem, klo badan Luna tuh wangi seribu bunga."

"Iya terserah kamu deh. Makan dulu nih cepet."

*****

Di lain tempat, Fahmi berdiri di depan pintu rumah nya. Beberapa kali ia mengetuk pintu tapi tak ada satu pun makhluk hidup yang menyambut nya. Walaupun hanya satu orang yang ia harapkan untuk menyambut nya pulang. Siapa lagi kalau bukan nek Dian.

Tak berselang lama, seseorang memasuki mobil hitam ke dalam pekarangan rumah nya. Fahmi memutar bola mata nya malas, ia tau siapa yang ada di dalam mobil itu.

"Tadi mah gue konci aja dah tuh gerbang." Gumam nya kesal.

Pintu mobil itu perlahan terbuka, memperlihatkan seorang wanita paruh baya yang ia rindukan. Wanita tua itu tersenyum. Merasa terharu tenyata Tuhan masih memberikan nya hidup lebih lama lagi untuk bertemu dengan cucu nya.

Fahmi menghampiri nek Dian lalu memeluknya dengan hangat. Di balik punggung Fahmi, ada air mata yang turun dari mata lesu nya. Tangisan itu tertahan. Seakan tak mau memberi tau kejadian buruk apa yang sudah menimpa wanita lanjut usia itu.

Sebelum melepas pelukan cucu nya, nek Dian lebih dulu mengusap pipi nya yang basah.

"Gimana di sana? Senang?" Tanya nya sambil mengusap pipi Fahmi.

"Senang nek."

"Nenek dari mana? Ko lesu gitu kaya abis sakit."

"Gpp, nenek cuma gak enak badan aja ditambah kepikiran cucu nenek satu-satunya, nanti nenek kasih tau kamu ya."

"Gak usah di kasih tau." Sergah om Danu.

Fahmi menghadap laki-laki yang katanya seorang ayah,"kenapa Fahmi gak boleh tau?" Om Danu tak menggubris.

"Yaudah nenek istirahat aja nek, nenek gak boleh kecapean."

"Iya fahmi, ayo kita masuk."

"Namanya juga orang udah tua, jadi begitu sakit-sakitan." Celetuk om danu. Fahmi menatap nya sinis.

Dalam hati nya terus bergerutu dan bertanya apa selama ia tak ada dirumah ada kejadian buruk menimpa nenek nya.

Fahmi mengantar nek Dian ke kamar, di ikuti dengan om Danu di belakang nya.

Nek Dian membaringkan tubuhnya ke kasur, memakai selimut lalu berniat untuk tidur.

"Fahmi ke kamar dulu ya nek, mau istirahat juga." Nek Dian mengangguk sebagai jawaban.

Sekarang, di kamar ini hanya ada nek Dian dan om Danu. Mereka saling tatap, dan akhirnya om Danu mendekat.

"Jangan cerita apa-apa sama Fahmi."

"Kenapa? Dia harus tau kebusukan orang tua nya."

"Apa ibu mau lebih cepat pergi ke akhirat?"

"Dasar kau anak durhaka! Tega-teganya berkata dan memperlakukan ibu mu seperti ini. Bahkan aku hampir mati karna mu!"

"Makanya ikuti saja apa yang aku mau."

Di balik pintu kamar yang masih terbuka sedikit, Fahmi mendengar percakapan antara nek Dian dengan om Danu. Otak nya berpikir keras, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut biadap itu.

HALUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang