Happy reading kalean:)
•
•
•
•
•Fahmi mengedarkan pandangan ke setiap sudut. Mata indah nya tertuju pada bangku yang terbuat dari kayu di pinggir taman kota. Ia menarik lengan Haluna untuk ikut duduk di bangku itu.
Sebelum Haluna duduk, Fahmi membersihkan bangku yang akan di duduki oleh wanita nya itu. Haluna yang mendapat perlakuan manis dari Fahmi hanya bisa tersenyum.
"Silahkan duduk tuan putri nya Fahmi." kata Fahmi.
Haluna tersenyum tak lupa menuruti perkataan Fahmi.
Mereka menikmati suasana di sore hari. Menghabiskan waktu berdua untuk menumpahkan kerinduan yang dulu sempat tertahan. Kini mereka kembali bersama. Duduk di tempat yang sama. Dan dengan perasaan yang sama.
Angin pun ikut mendukung keberadaan mereka di taman ini. Berhembus dengan tenang. Di tambah udara yang terasa bersih dan menyejukan. Karena siang tadi hujan turun. Seperti ingin menambah kesan yang indah untuk mereka berdua. Matahari pun tidak terlalu terik. Ia hanya menampakan cahaya nya saja supaya bumi tidak redup.
Kepala Haluna di senderkan di bahu Fahmi. Sesekali ia memejamkan mata. Hanya untuk lebih mendalami setiap detik yang ia lewati dengan Fahmi. Takut jika esok ia tidak bisa bersama dengan nya lagi. Ini bukan karena Haluna pasrah saja dengan takdir. Namun ia juga harus sadar, setiap pertemuan pasti ada perpisahan dan Haluna harus siap akan hal mutlak itu.
Terlalu menghayati setiap hembusan nafas nya di samping Fahmi, sampai Haluna tak sadar kini mata nya sudah sembab. Air mata nya mengalir tanpa di minta. Hidung nya pun sudah kemerahan.
"Amii." panggil Haluna dengan suara serak khas orang menangis.
Fahmi hanya berdehem, tidak merubah posisi mereka. Mungkin ia sudah nyaman atau malas untuk bergerak.
"Ami Luna nangis." rengek Haluna. Fahmi menoleh lalu menatap Haluna bingung.
"Kenapa nangis, hm?"
"Gak tau. Mungkin terharu karena kita masih bisa sama-sama lagi."
Fahmi menggenggam tangan Haluna,"kita akan terus sama-sama. Udh jangan nangis ya. Nanti aku beliin kuota yang banyak. Oke?" Fahmi mengedipkan sebelah mata nya, Haluna hampir meleleh di buat nya.
"Kenapa kuota? Bukan nya es krim atau coklat gitu kaya cewek-cewek lain."
"Udh basi yang kaya gitu mah. Kan klo kuota itu kebutuhan Luna buat ngestalk oppa." kekeh Fahmi. Haluna ikut tertawa.
Pandangan Haluna terpaku pada mata indah yang sudah sejak lama ia rindukan. Ia kembali melihat nya. Senyum nya. Tawa nya. Mata indah yang kini menyipit akibat tertawa yang begitu lepas. Haluna tidak bisa berkata apa-apa untuk mendeskripsikan kebahagiaan yang ia rasakan hari ini. Siapa yang tidak bahagia bertemu dengan kekasih nya? Cinta pertama nya? Dan Haluna merasakan kebahagiaan itu. Ia harap akan terus begitu. Semesta mengizinkan mereka bersama lebih lama lagi. Bahkan sampai nanti. Sampai salah satu di antara mereka atau kedua nya sudah tua dan mati.
"Oiya, gimana hari-hari nya Luna tanpa ada aku?" tanya Fahmi di akhir tawa nya. Haluna sempat tersentak kaget , ia harus menjawab apa? Jujur atau berbohong saja agar Fahmi tidak bersedih?
"Ehh---gimana ya?" Haluna menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal. Memikirkan kata apa yang selanjutnya ia ucapkan.
"Jujur aja. Jangan bohong."
Haluna menarik napas panjang,"Ami pasti tau hal apa aja yang Luna dapat saat Ami gak ada di sisi Luna. Bahkan hal buruk pun Ami tau. Semenjak Ami tidur panjang, Luna ngadepin semuanya sendirian. Sempat ingin nyerah aja tapi Luna gak bisa. Pengen banget pasrah aja gitu sama alur yang udh di bikin sama Tuhan tapi Luna gak bisa. Luna masih pengen di sini, sama Ami. Bahkan Luna meminta sama Tuhan biar di kasih kesempatan buat bersama Ami terus. Gak ada jangka waktu nya, mau nya selama nya." ujar nya sendu. Fahmi tersenyum seraya memeluk Haluna erat.
"Mau gak klo kita janji sama-sama bahwa kita gak akan nyerah. Harus terus bersama dalam keadaan apapun?" Haluna mengangguk setuju.
"Janji." ucap mereka berbarengan.
*****
Haluna memasuki rumah nya dengan langkah tergesa-gesa. Pandangan nya mencari-cari orang yang selalu ia tunggu kepulangan nya. Ia tersenyum kala melihat kedua orang tua nya tengah duduk bersama Fasha. Langkah nya ia percepat lalu segera memeluk Maya dan Putra.
"Maafin Luna gak ikut nyambut kepulangan Mama sama Papa."
"Kamu ini. Kaya Mama sama Papa abis pulang dari haji aja." kekeh Maya.
Putra memperhatikan Haluna dengan tatapan penuh selidik,"abis dari mana Luna?"
"Ketemu Fahmi pah." jawab Fasha.
"Kan Papa udh bilang jangan berhubungan lagi sama anak Danu itu. Luna gak ngerti? Ini buat kebaikan Luna juga."
"Namanya juga cinta pah." samber Fasha.
"Papa nanya Luna bukan Fasha." ketus Papa Putra. Fasha hanya menyengir.
Haluna menunduk. Tidak bisa menjawab pertanyaan Putra atau menuruti permintaan nya. Itu terlalu berat bagi Haluna.
"Kenapa gak jawab?"
Baru saja Fasha ingin membuka mulut tapi sudah di beri pelototan tajam dari Putra. Kalau sudah begini, nyali Fasha menciut.
"Kenapa gak jawab?" ulang Putra.
Haluna tidak bisa menjawab. Ia hanya bisa menangis. Maya yang tau perasaan anak perempuan nya berusaha melerai pertanyaan suami nya yang kelewat posesif.
"Udh ah pah, jangan di tanya kaya gitu. Kita kan baru ketemu lagi sama anak-anak. Jangan bikin suasana jadi gak enak gitu. Kasian juga Luna harus di cecar pertanyaan Papa terus." lerai Maya, yang akhirnya di setujui oleh suami nya.
"Yaudh gimana klo kita makan di luar?"
"Nah klo yang ini Fasha setuju pah."
"Kamu ini otak nya makan aja!" ucap Putra lalu memberikan jidakan kecil di dahi Fasha. Fasha meringis, yang lain hanya terkekeh.
"Udh buruan ganti baju terus langsung berangkat!" perintah Maya.
Setelah selesai berganti baju mereka berangkat bersama menuju salah satu restoran Jepang. Sesampai nya di sana, mereka langsung memesan makanan dan memakan nya dengan penuh kesenangan. Suasana menjadi hangat. Mereka terkekeh karena Fasha yang selalu membuat lelucon receh.
Di dalam hati gadis ini ia begitu senang. Menikmati setiap momen yang Tuhan beri pada hari ini. Mungkin ini adalah hari yang begitu membahagiakan di dalam hidup Haluna. Dalam hati nya, Haluna mengucap syukur akan hal yang telah ia rasakan. Semoga esok akan sama sebahagia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALUNA (END)
Fiksi RemajaMencintai bukanlah perihal waktu, Bosan tidak nya itu urusan ku. Karena di cerita ini kalian akan mengenalku dengan 'gadis yang tak kenal waktu' Maksudnya, bukan karena aku tidak mengetahui setiap jam nya ya! Jam tetaplah tolak ukur waktu. 1 jam te...