Bab 42

217 16 8
                                    

Untuk kalian yg masih membaca cerita ini, terimakasih ❤ walaupun aku selalu berharap setiap update kalian mau meninggalkan jejak dengan cara memvote cerita ku,dengan begitu aku merasa tidak seperti menyukai cerita ini sendirian. Tapi tidak apa-apa, aku tetap berterimakasih✨

~Dari aku,yg menulis cerita ini~
Kartika.




Di terpa hujan badai
Memaksa untuk kuat
Katanya Indah
Nyatanya malah gundah
Tak ada yang memaksa begini
Tuhan telah merencanakan "ini"
Yang di beri nama cobaan
Yang harus di cobain.

-Fahmi Azri.

"Jangan cerita apa-apa sama Fahmi."

"Kenapa? Dia harus tau kebusukan orang tua nya."

"Apa ibu mau lebih cepat pergi ke akhirat?"

"Dasar kau anak durhaka! Tega-teganya berkata dan memperlakukan ibu mu seperti ini. Bahkan aku hampir mati karna mu!"

"Makanya ikuti saja apa yang aku mau."

Ah sial!!! Kata-kata itu terus terngiang di telinga nya. Bodoh sekali Fahmi dia hanya diam menyaksikan om Danu mengancam nek Dian. Seharusnya Fahmi melayangkan tinju seperti Muhammad Ali. Atau menerobos masuk seperti di film Descendants Of The Sun, saat Song Joong-ki  berusaha menyelamatkan sandera. Tidak bisa di diam kan! Tentu nya akan terjadi hal buruk pada wanita paruh baya itu.

"Arghhh!! Bodoh banget gue diemin si biadap itu." Fahmi merutuki diri nya.

Tanpa menunggu waktu lama, Fahmi keluar dari kamar nya dan menghampiri om Danu yang sedang terduduk tenang di atas sofa yang dia beli setara dengan harga tanah 100 meter.

"Cihh!" Desis Fahmi. Ia baru saja membayangkan harga sofa mahal itu. Batin nya menggerutu, menyayangkan orang itu membuang uang banyak hanya untuk membeli benda mati yang digunakan untuk duduk.

Perlahan Fahmi mendekat, ingin sekali ia layangkan pukulan keras dari belakang kepalanya sehingga otak nya tidak lagi berfungsi. Biar saja. Ada otak pun seperti tak ada otak.

"Andai aja di Indonesia gak ada undang-undang tentang membunuh orang tua sendiri." Batin Fahmi.

"Ada apa?" Tanya om Danu tanpa merubah posisi awal nya.

Dalam hati Fahmi berkata,"ko ni orang tau gue mau nyamperin dia ya? Perasaan gue jalan pelan banget."

Tak ingin di buat pusing dengan ucapan dalam hati nya, Fahmi semakin mendekat. Dan kini ia berdiri tepat di hadapan om Danu. Jari-jari nya mengepal kuat, rahang nya mengeras, muka nya sudah mulai merah menahan marah.

"Ada apa?" Tanya nya lagi.

"Apa yg terjadi sama nenek?"

"Terjadi? Apa yang terjadi? Dia baik-baik aja."

"Pasti ada yang papa sembunyiin kan? Papa hampir membuat nenek mati kan?!"

"Kamu ini bicara apa Fahmi? Sudahlah, pergi tidur saja sana. Sambil memikirkan hal terakhir apa yang akan kamu lakukan disini."

"Ma--maksud papa?" Kata Fahmi terbata.

"Kamu kan udh lulus, dan papa akan kirim kamu ke Jerman. Kamu akan kuliah di sana."

Fahmi tersentak kaget. Lagi-lagi orang ini terus ikut campur dengan hidup nya. "Fahmi gak mau."

"Tidak ada penolakan atau pilihan."

HALUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang