12 - Wanna Die

1.2K 137 18
                                    

Written by archiletta

Yoongi POV

Sekujur tubuhku rasanya pilu, kepalaku juga berat. Lidahku mencecap rasa asin dan amis darah yang entah keluar dari mana. Entah itu dari sudut bibirku yang terluka, atau dari bagian dalam tenggorokkanku yang terasa kebas. Sekuat tenaga aku menyeret kakiku untuk berlari. Meski tanpa tujuan, tapi aku tidak ingin mereka berhasil menangkapku. Aku tidak ingin menoleh. Tanpa menoleh pun aku tau mereka hanya tinggal beberapa langkah saja di belakangku.

Aku mulai merasa mual. Rasa-rasanya tubuhku akan ambruk dalam hitungan detik. Pandanganku juga memburam. Jika jatuh dan mereka berhasil menangkapku, aku tidak akan memiliki kesempatan untuk hidup.
Lucu memang, di saat-saat seperti ini aku malah berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankan diri dan berjuang hidup. Padahal aku bisa menyerah dan membiarkan mereka membunuhku. Bukankah selama ini yang aku inginkan adalah mati? Lalu kenapa sekarang malah berlari untuk tetap hidup?

Pikiranku berkecamuk. Membuat kepalaku semakin terasa ingin pecah. Tapi, untungnya hal itu tidak membuat kakiku ragu untuk tetap berlari. Aku menambah kecepatanku begitu berbelok ke gang kecil. Di jalanan sempit seperti ini, kalau aku beruntung aku bisa menemukan tempat persembunyian.

"Yhaa! Berhenti kau Min Yoongi!"

"Hei! Menyerahlah!"

"Sial! Jangan sampai kehilangan jejaknya!"

Teriak-teriakan mereka sebenarnya pertanda bagus. Mereka berteriak karena mulai tertinggal olehku. Namun, aku tidak boleh lengah. Mereka, pria-pria yang mengejarku itu berjumlah lima orang. Tubuh mereka tentu jauh lebih besar dan bugar. Berbanding terbalik denganku yang babak belur dan nyaris sekarat seperti sekarang ini.

Napasku tersengal-sengal. Dadaku naik turun karena paru-paruku bekerja keras. "Aarghh..." Tanganku menyentuh dadaku yang terasa sakit sekali. Perutku juga semakin mual tidak bisa kukendalikan, aku ingin muntah. Tapi, aku tidak bisa berhenti.

"Yhaaa! Itu dia di sana!"

Sial! Suaranya terdengar jelas sangat dekat. Aku mempercepat lagi lariku, menyusuri jalanan sempit yang entah kenapa sepi sekali hari itu. Padahal aku berharap ada orang yang dapat memberi bantuan.

Brukkkk!!!

Lututku menyerah. Aku tersungkur ke aspal saat berbelok ke jalanan menurun. Aku terbatuk-batuk. Dadaku terasa sesak karena butuh oksigen lebih banyak. Aku mencoba berdiri, tapi aku malah tersungkur lagi.

"Arrggh..." Aku meringis, menahan rasa sakit di sekujur tubuhku, mencoba berdiri lagi dan gagal. Jiwa lemah di dalam diriku menyuruhku untuk menyerah, menyuruhku untuk berbaring di aspal. Tidak tau kenapa ide untuk berbaring di aspal terasa nyaman untuk dilakukan sekarang. Ketimbang harus berlari-lari menyeret tubuh penuh luka-luka ini.

Saat aku memutuskan untuk mengikuti suara itu. Saat aku menyerah dan membaringkan tubuhku ke aspal, seseorang menarik bagian atas jaketku, hingga aku menoleh pada orang itu. Kedua alisku bertaut melihat sosok di hadapanku. Awalnya kupikir yang menarikku adalah salah satu diantara kelima pria tadi. Tapi, rupanya bukan. Aku mengerjapkan mata untuk memperjelas penglihatan. Iya, aku tau wanita ini. Meski aku terhitung jarang masuk kuliah, tapi aku ingat wanita ini salah satu teman sekelasku. Aku tau namanya karena dia cukup populer di seantero kampus. Tapi, saat ini namanya tidak muncul di kepalaku.

Wanita itu berdecak. "Kau terlihat mau mati."

Aku mengangguk. "Eoh. Kau tidak boleh ada di sini. Pergilah! Cepat pergi!"

Senyuman miring terbentuk di wajahnya. "Kau menyuruhku pergi? Bukankah seharusnya kau meminta tolong padaku?"

Aku membalas senyuman miringnya. "Kau tidak akan bisa menolongku. Cepat pergi, sebelum mereka datang. Mereka bisa saja melukaimu juga."

Our Yoonnie TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang