40 - Keruntuhan

645 111 4
                                    

Written by Kamelzy1

🖤🖤🖤

Hari itu, setelah selama seminggu lamanya demo dilakukan di pusat kota. Saat malam tiba, listrik di seluruh kota padam.

Padahal Jennie sudah bilang pada Suga bahwa malam ini akan menjadi pergerakan dadakkan dari pihak kepolisian, oleh karena itu para mahasiswa disarankan untuk tidak menginap di kampus dan harus pulang ke rumah mereka, setidaknya ... malam ini semuanya tak boleh berkumpul.

Tapi dia sama sekali tak mendengarkan kekasihnya itu, dia tetap berada di kantor BEM kampus dan melanjutkan rapat serta evaluasi untuk demo lagi keesokkan harinya.

Jennie, jelas membenci hal itu, Suga sama sekali tak mendengarnya.

"Bagaimana?" buka Jimin setelah melihat Jennie membanting ponselnya dan merebahkan diri di kasur. Gadis itu mengumpat tanpa sadar. "Tak bisa dihubungi?"

Jennie mendesah kesal, "Tak bisa!" gadis itu menutupi wajahnya dengan bantal sambil terisak pelan. "Tak bisa! Ayah sudah bilang dia akan menggerakkan pasukkan, aku tak mungkin memintanya untuk meloloskan Suga dan semua temannya karena itu sama saja dengan tak menghargai usaha Suga, hal itu juga mustahil karna penggerak demo ini adalah Suga dan seluruh kawan aktivisnya. Mereka adalah kuncinya."

"Lalu mengapa tak kau saja yang ikut demo?" sinis Jimin.

Jennie terbangun dengan air mata yang masih turun menghujani pipinya. "Mereka bahkan tak membiarkanku untuk keluar rumah sialan! Kau pikir aku bisa ikut demo?!" kesal gadis itu membuat Jimin menghela napas.

Jika saja pemuda itu bukan sepupu Jennie, mana mungkin dia bisa berada di kamar gadis itu.

"Mereka akan ditangkap hiks!" isak gadis itu tanpa sadar. "Gelang dan rantai itu akan bersama mereka."

🖤🖤🖤

Ini bukan pertamakalinya. Negeri ini hancur, busuk, sangat bau hingga rasanya semua instansi pendidikan takkan berguna karena hanya menghasilkan robot yang penurut. Suga benci mengakui bahwa kini, untuk kesekian kalinya, presiden yang sama kembali menang, UU yang sama kembali ditegakkan, dan berbagai konflik yang sama kembali diputar.

Sudah cukup dengan adiknya yang mendapatkan pelecehan seksual dan berakhir gila karena dianggap murahan oleh lingkungannya sendiri. Sudah cukup dengan para koruptor yang semakin rajin memperbesar perutnya seakan membanggakan berbagai kotoran yang telah mereka makan.

Sudah cukup dengan berbagai undang-undang baru yang memaksa mereka bungkam, cukup, sudah cukup. Suga sudah muak dengan semua itu.

Masa telah digerakkan sejak minggu lalu dan mereka sudah mendapatkan banyak sekali kepercayaan dari pihak media maupun rakyat kelas menengah dan bawah, kini hanya butuh waktu sedikit lagi untuk mendesak pemerintah dan menghancurkan mereka.

Sampai akhirnya, listrik padam.

Seluruh lampu tak menyala, jaringan terputus, dan dalam kesunyian ... satu persatu rekannya menghilang.

"Namjoon, kau bawa korek?" gumam pemuda itu tanpa sadar.

Suasana menjadi sangat sunyi dan tegang setelah terakhir kali terdengar suara teriakkan dari pintu utama kampus miliknya. Tak ada yang membuka suara lagi, semua orang bersembunyi, bahkan saat Suga mencoba meraba sekitarnya untuk mencari korek.

Yang dia temukan hanyalah sebuah cairan kental, berbau anyir, dan bebauan menyengat yang melenyapkan kesadarannya.

🖤🖤🖤

Jennie dan Jimin akhirnya diperbolehkan keluar dari rumah putih ketika ayahnya berkata bahwa semua sudah 'aman'. Gadis itu masih memasang wajah datarnya, setelah beberapa minggu lebih mencoba melarikan diri, berkelahi dengan ayah dan ibunya sendiri, hingga kini ... dia akhirnya diperbolehkan keluar rumah tanpa dikawali.

Gadis itu mencoba menutupi rasa sakit hatinya dan kagetnya ketika melihat kota yang sepi itu. Semuanya dibasmi, habis. Berbagai penjual kaki lima, warkop, kini digantikan dengan cafe, beberapa rumah kecil dan kumuh kini berubah menjadi taman ataupun restoran.

Ayahnya benar-benar membuat tempat ini menjadi ibu kota.

Satu hal yang Jennie sadari ketika berkeliling menggunakan mobil bersama Jimin adalah beberapa orang yang menjaga di depan rumah makan, taman, ataupun lapangan, yang kini tangannya dipasangi gelang beserta rantai.

Mereka semua masih muda, dengan baju berwarna hitam, dan wajah yang begitu kumuh.

Dia tahu, jika gelang itu dipaksa dilepas, maka rancun akan menusuk nadi mereka dan menyebar hingga mereka melemah lalu mati.

"Jim, berhenti." Gadis itu bergumam tanpa sadar dan membuat Jimin langsung menghentikan mobilnya tiba-tiba. "Jangan hentikan aku, jangan datang lagi, aku akan pergi."

Jennie melangkah keluar. Kakinya terasa ringan sekali saat melangkah mendekati sekumpulan orang itu. Gadis itu tersenyum bersamaan dengan air mata yang menetes ketika salah satu diantara beberapa orang itu berdiri.

Pemuda itu menyambutnya, masih menyambutnya. Bahkan saat Jennie mendekat, ketika Jennie mendekap tubuh kokoh itu dan menenggelamkan wajahnya di dada pemuda itu, Jennie masih merasakan kehangantan yang sama.

"Kita bisa sayang," gumam gadis itu menatap Suga. "Tidak ada cara bersih untuk mengalahkannya, jika kau ingin mengalahkan babi, kau harus berani bermain dengan lumpur."

Suga tersenyum mendengar hal itu. "Ya, kau benar." Pemuda itu mengusap surai gadisnya tanpa sadar. "Apa semua sudah selesai?"

"Ya. Kau sudah menyiapkan sisanya?" lanjut gadis itu.

Pemuda itu mengangguk santai. Dia berbalik menatap beberapa temannya lalu tersenyum semangat sambil mengangkat genggaman tangannya ke udara.

"Dengar! Kita akan kembali beraksi, borgol duri ini. Akan terlepas dalam waktu 5 detik setelah gadisku menekan tombolnya. Hubungi semua orang yang bersembunyi, tolong siarkan ini ke media luar negeri, kita harus memancing PBB untuk tragedi ini."

"Sudah cukup dengan babi gila yang mencoba menguasai ibu kota! Negeri ini tidak besar untuk menjadi mewah, kita besar untuk tetap mempertahankan kesederhanaan dan sikap rendah hati! Kita akan kembali bergerak, dengan ..."

Jennie menekan tombolnya, borgol terlepas, seluruh aib pemerintah muncul diberbagai layar jalanan. Jumlah uang hasil korupsi, foto-foto anggota partai yang sedang melakukan transaksi, narkoba, atau penjual-belian manusia, terutama penjualan wanita dan anak.

Suga menyeringai melirik gadisnya yang kini hanya terfokus pada ponselnya, pemuda itu melirik seluruh temannya yang kini sudah berpisah dan siap meliput dan menyebarkan ini ke media luar.

Negeri ini hancur, Suga –ketua BEM universitas Darmasetya, juga Jennie –mahasiswi sekaligus anak seorang presiden. Berhasil membocorkan semua kebusukkan negeri mereka.

Ini ... dunia telah melihat, bagaimana keduanya bekerja sama hanya untuk menghancurkan seluruh orang di gedung hijau.

Mereka mati kutu, Jennie dan Suga tertangkap untuk dihukum mati.

Namun sayangnya, akhir kisah mereka tak pernah berakhir menyedihkan.

The End

Our Yoonnie TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang