47 - Bonnie and Cylde

497 89 6
                                    

Written by Kamelzy1

🖤🖤🖤

Mungkin ini telah menginjak tahun ke 40 aku bersamanya. Kami dulu seperti orang gila, berlari bersama, merampok hal-hal kecil dari sepeser uang belasan dollar sampai menyentuhkan kaki ke bank besar dan menghabisi semua orang di dalamnya. Kami berdua hidup dengan pelarian, hingga bisnis kecil menghentikan langkah kami. Lalu, kami mulai membuka sebuah lingkungan baru.

Dari pedagangan narkoba jumlah kecil, sampai menyentuh berat berton-ton. Dari tukar tambah senjata dengan komunitas kecil, hingga membantu menjual beribu-ribu rancangan senjata untuk keperluan perang.

Kami, hidup dengan hal-hal seperti itu.

Situasi mencekam, kematian kawan setia, tawa yang bisa menghapus tahta, sampai luka-luka remeh yang akhirnya mampu mempererat hubungan kami hingga sejauh ini.

Usiaku kini sudah menginjak 64 tahun. Ya, tidak muda lagi, tak secantik dan tak selincah dulu lagi. Aku tak lagi bisa berlarian dengan ringan, tak bisa lagi ikut campur misi berat yang bisa saja menghancurkan singgahsanaku.

Namun, tugas-tugas menyenangkan seperti itu bukan lagi menjadi pekerjaanku, tidak juga untuk priaku, Suga. Ah, orang tua yang hobi merokok itu bahkan sudah menyentuh umur 70, dia tak lagi setampan dan seseksi dulu, tak juga banyak tingkah dan menyebalkan seperti dulu.

Tapi dia tak pernah berubah, cara bicaranya, caranya menatapku, masihlah sama.

Dia masih seperti Suga yang kukenal 40 tahun yang lalu.

Masih pria yang sama, yang tak pernah melepaskan genggamannya padaku, yang tak pernah absen seharipun untuk mengecup dahiku, yang tak pernah bosan menatapku setiap kali kami terbangun dari tidur.

Dia masih sosok Suga yang sama. Partner pencuriku yang sama, teman dan rival menyebalkan yang sama, masih ... masih dengan si pembunuh berdarah dingin yang sama.

Ya, dia Suga.

Priaku.

Aku tak tahu kapan terakhir kali aku mengingat masa-masa itu. Saat kami membawa mobil berdua, saat kami berhenti di pesisir pantai kosong, saat kami terengah, sambil membawa senjata di genggaman, sambil menatap sekeliling memastikan bahwa tak ada satu orangpun yang mengikuti kami di belakang.

Aku tak paham mengapa aku mengingat masa-masa seperti itu di sore hari seperti ini.

Saat kami menghabisi salah satu petinggi mafia terbesar di kota itu, saat aku menyeka darah yang mengenai pipiku, saat dia menggenggam tanganku dan mengusapnya pelan, mencoba menenangkanku dan menyadarkanku bahwa kita tak bersalah sedikitpun, mencoba mengisyaratkan tanda bahwa kita memang sudah melangkah sejauh itu.

Jika bukan karna kematian orang itu, jika bukan karena pembunuhan pertama kami itu. Mungkin, kami akan tetap menjadi pencuri, mungkin kami takkan memperjual-belikan narkotika, mungkin ... kami takkan berujung menjadi salah satu petinggi mafia yang paling disegani di negeri ini.

Tapi aku tak pernah menyesali pembunuhan itu, aku tak pernah menyesali hari saat pertamakalinya dia mempertahankanku, aku tak pernah menyesali ... dan melupakan hari itu.

Saat dia mengecup pucuk kepalaku, dahiku, hidungku, bibirku, sampai menutup kecupannya di punggung tanganku. Aku tak pernah melupakan hari itu.

Our Yoonnie TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang