44 - Merah Putih

404 88 3
                                    

Written by : archiletta

🖤🖤🖤

Jennie berjalan bolak-balik di halaman rumahnya dengan gelisah. Bagaimana tidak, Jisoo dan Seokjin yang tadinya berjanji akan datang ke rumahnya mendadak tidak bisa datang. Mereka seharusnya datang dan membantu Jennie meminta izin pada mamanya perihal keikutsertaan Jennie untuk mendaki gunung pada momen 17 Agustus pekan depan. Tapi, Seokjin si-Ketua organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) sekaligus pacar Jisoo itu tiba-tiba saja harus menemani ibunda tercinta ke acara keluarga.

"Jisoo, gimana dong.. Gue bingung." Jennie menghela napas frustasi. "Seokjin masih lama banget? Apa nanti malam aja kalian datang kesini?"

"Kalau nanti malam, gue yang nggak bisa, Jen. Soalnya gue harus ajarin adik-adik gue belajar. Mereka besok pada mau ujian. Gimana kalau gue aja yang ke sana bantu minta izin sama nyokap lo?"

"Ih, Jisoo. Percuma kalau lo doang yang dateng. Nyokap gue bakal lebih percaya kalau ada anak cowoknya. Soalnya ini kan naik gunung. Dia maunya ada yang bisa jamin dan bertanggung jawab gitu."

Di ujung sana, Jisoo menghela napas sama frustasinya dengan Jennie. Ia juga menyesali acara dadakan Seokjin yang harus membuat rencana mereka hari ini jadi berantakan. Jennie itu sangat ingin ikut Jisoo mendaki gunung, terutama karena ini adalah momen 17 Agustus-an. Jisoo juga senang sekali sahabatnya itu mau ikut, sudah lama Jisoo mengajak Jennie untuk bergabung dalam kegiatan MAPALA. Tapi, masalahnya Mama Jennie tidak mengizinkan. Maklum, Jennie anak semata wayangnya. Apalagi Jennie juga belum pernah naik gunung sebelumnya.

Bisa saja Seokjin membantu minta izin melalui telepon. Tapi menurut Jisoo, itu cara yang kurang sopan. Jisoo ragu Mama Jennie akan mengizinkan jika hanya meminta izin melalui telepon. Sayangnya juga, waktu mereka terbatas. Jika tidak hari ini, maka tidak bisa lagi pergi ke rumah Jennie. Soalnya selama seminggu ke depan Seokjin akan sangat sibuk mempersiapkan acara tersebut. Sudah pasti mustahil mengatur ulang jadwal untuk membantu Jennie. Terlebih lokasi rumah keluarga Jennie cukup jauh. Rumah Seokjin dan kost Jisoo dekat dengan kampus mereka di Depok, sedangkan rumah keluarga Jennie di Serang, Banten.

"Eh, Jen bentar. Ini Seokjin chat gue. Dia punya ide nih. Gimana kalau dibantu sama salah satu pengurus MAPALA yang lain? Kebetulan rumahnya di daerah rumah lo juga."

"Hah? Siapa?"

"Lo tau nggak senior yang waktu itu bareng kita di kelas Bahasa Inggris?"

Jennie menautkan alisnya, mencoba mengingat. "Maksud lo yang ngulang kelas bahasa Inggris itu? Yang anak filsafat?"

"Iya!!! Itu dia. Namanya Yoongi. Seangkatan sama Seokjin. Dia juga pengurus MAPALA."

Jennie menelan ludah. Yang benar saja? Dia ingat betul sosok yang disebutkan Jisoo itu. Sewaktu mereka dipertemukan di kelas Bahasa Inggris, cowok itu benar-benar dingin. Pernah suatu ketika Jennie berpapasan dengannya dan memberi senyuman dengan maksud menghargai senior, tapi cowok itu malah menatapnya dingin tanpa membalas senyumannya. Tidak ada ramah-ramahnya.

Orang yang kayak gitu mau bantu Jennie minta izin ke mamanya? Astaga, yang ada Mama Jennie langsung menolak mentah-mentah. "Jisoo, enggak deh. Jangan dia. Gue aja nggak kenal sama dia, masa tiba-tiba dia datang ke rumah terus minta izin ke Nyokap. Mending gue nyerah aja deh, nggak usah ikutan."

"Ih nggak lah. Lo harus ikut. Kan gue udah bilang, ini tuh kesempatan berharga. Lo harus tau rasanya ngibarin bendera di atas gunung. Nih lagian, kata Seokjin si Yoongi udah otw. Seokjin udah kasih alamat rumah lo."

Mendengar ucapan Jisoo, tentu saja Jennie panik. Mengingat image Yoongi, Jennie merasa kedatangan cowok itu bukannya akan membantu melainkan malah membuatnya semakin sulit untuk mendapat izin.

Our Yoonnie TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang