[04] Bukan Cinderella

6.8K 743 39
                                    

“Pada akhirnya cinta yang aku rasa akan hilang tanpa disadari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada akhirnya cinta yang aku rasa akan hilang tanpa disadari. Rasa cintaku akan menjadi kata-kata diam tanpa ada yang mengetahui”


***

BERUSAHA bersikap biasa, Nadia membuka surat lamaran namun malah memberikan reaksi yang berlebihan. Dia berdecak kagum lalu menunjuk riwayat pekerjaan yang dilakoni Dodit selama ini.

“Lihat ini, Lihat ini! Kamu sudah melakukan 12 pekerjaan yang berbeda? Wuah, level Dodit memang luarbiasa, kamu kaya pengalaman.” Nadia memuji dan memberikan dua jempol.

Nadia kemudian memekik, ekspresi kagetnya bahkan terlihat sangat tidak wajar. “Dan apa ini? Dodit juga mengambil banyak kursus dan pelatihan? Kita memiliki banyak persamaan. Kamu lihat itu!” Nadia menunjuk lemari yang dipenuhi piagam dan sertifikat. “Itu adalah sertifikat hasil dari partisipasiku dalam mengikuti kursus. Kita memang benar ditakdirkan untuk—”

Perkataan Nadia terhenti ketika matanya menatap kearah Dodit, lelaki itu memberikan reaksi datar untuk semua penuturan serta pujian yang diberikan Nadia. Sungguh situasi yang tidak nyaman terutama ketika tisu yang menyumpal salah satu hidung Dodit jatuh ke lantai dan dia mimisan lagi.

“Tisu?” Nadia menawarkan sembari menyodorkan kotak tisu kearah Dodit yang mengambil tanpa kata.

“Apa perlu aku membawa kamu ke dokter atau rumah sakit?” Nadia menawari.

Apa yang sebenarnya Nadia pikirkan? Dua kali sudah Dodit dibuat celaka oleh dirinya. Pertama, Nadia pernah membuat Dodit tercebur ke dalam kolam renang dan kedua Dodit harus menerima tonjokan keras dari Suherman yang tidak bisa menerima fakta bahwa Dodit adalah calon suami Nadia.

“Seperti yang aku sudah bilang diawal. Kamu bakal aku terima bekerja di sini perusahaan kami. Tapi itu bukan karena kamu sudah menolong aku!” Nadia menambahkan karena menangkap ekspresi terluka dari Dodit. “Alasan utamaku menerima kamu adalah karena kamu memiliki banyak pengalaman dan cekatan. Kamu adalah office boy yang kami cari selama ini.”

“Kalau saya diterima karena saya memenuhi persyaratan dan juga kemampuan saya diluar ekspektasi, lalu kenapa Mbak pakai mengancam saya segala tadi?” sembur Dodit.

Nadia tersenyum bersalah. “Aku tadi dalam keadaan terdesak, tolong dimaklumi dan lagipula—” Dia duduk bertopang dagu dan memperlihatkan senyum lebar kepada Dodit. “Bukannya aku adalah cinta pertama Dodit? Pasti kamu senang waktu dengar kamu adalah calon suamiku?”

Dodit terdiam.

“Mbak, saya nggak tau masalah apa yang kamu hadapi sampai kamu berbohong. Tapi saya nggak mau terlibat dalam drama yang Mbak Nadia buat.” Dodit berdiri, menyelempangkan tas. “Dan lagi pula itu masa lalu.”

“Hah?” Senyum Nadia meluntur.

“Mbak Nadia cuma cinta pertama saya dan itu artinya kamu cuma ada dalam kenangan saya.” Dodit mengambil kembali surat lamaran kerjanya. “Dan jujur, apa Mbak Nadia kenal sama saya? Apa kamu ingat pertemuan pertama kita?”

Jodoh Terbaik Nadia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang