"Kamu membuatku hanya memiliki satu pilihan. Melepaskan kamu, itu yang bisa aku lakukan." - Nadia Humaira
Nadia Humaira adalah perempuan yang terobsesi dengan penyempurnaan diri. Dia tidak mempercayai cinta walaupun umurnya sudah siap untuk menikah...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Trauma masa lalu membuatku tidak bisa percaya dengan namanya cinta dan juga pernikahan.”
***
ADA kegaduhan di ruang tamu keluarga Haji Achmad. Sang kepala keluarga; Achmad merapikan sofa, meletakkan bantal dan mengoleskan bedak putih di wajah. Sedangkan sang isteri; Maimunah tampak gelisah, dia melempar selimut ke wajah suaminya, mengabaikan protes dari Achmad lalu mendorong tubuh Achmad agar berbaring di sofa. Dan ada seorang perempuan—sembari menggendong balita—berdiri di depan pintu, mata menajam, mengintai ujung jalan, sedangkan anaknya; Satria merengek keras, menambah kericuhan di dalam rumah.
“Papah yang benar dong rebahannya. Posisinya nggak tepat,” seru Maimunah.
Achmad memiringkan kopiahnya. “Harus gimana lagi sih Mah, Papah tengkurap aja kalo gitu gimana? Kayak gini?” Dia meminta pendapat dan menonjolkan pantat kurusnya.
Maimunah geram dan memukul pantat Achmad. “Yang serius! Ini satu kali kesempatan. Nggak ada kesempatan lainnya. Ini cara terakhir jadi kita kudu harus sukses. Tunggu, kurang pucat Pah!” Maimunah menaburkan bedak lagi ke wajah Achmad.
“Dia datang! Nadia datang Mah. Ayo cepat rebahan Pah!” beritahu perempuan menggendong balita bernama Sania. Dia segera berlutut di depan Achmad. Mengeluarkan obat tetes mata dari saku baju dan meneteskan ke matanya. “Pake ini Mah, biar keliatan dramatis!” Dia menyodorkan ke Maimunah juga.
Tak lama berapa mereka mendengar suara gerbang pagar digeser. Langkah kaki mendekat, terdengar bergema dari high heels yang memantul di ubin lantai rumah keluarga Haji Achmad. Sesosok perempuan muncul di depan pintu. Nadia Humaira memberikan tatapan bingung ketika melihat kakak perempuannya; Sania memijat kaki Achmad; ayahnya, sedangkan ibunya; Maimunah memanggil nama Achmad dengan lirih tanpa henti.
“MasyaAllah sakit Mah,” rintih Achmad, sebelah matanya terbuka, melirik Nadia yang melepas high heels dan memasuki rumah. “Gimana kalo Papah mati hari ini? Keinginan Papah belum terwujud Mah.”
“Sabar Pah, kita ke dokter yuk, kita ke rumah sakit,” bujuk Maimunah mengelus rambut Achmad yang beruban.
“Papah jangan tinggalin Sania dulu, Satria masih kecil Pah. Lagipula Raka belum pulang dari dinas di luar kota. Siapa yang bayarin dan beliin susu buat Satria?” rengek Sania, mengutarakan keinginan egoisnya dan memijat betis kurus Achmad dengan kuat. Membuat Ahmad meringis sakit.
Nadia berusaha melepaskan helm, namun kerudungnya terjepit dalam usahanya untuk mendekati keluarganya dengan cepat. Berdecak kesal, Nadia akhirnya membiarkan helm melekat di kepala dan membuatnya seperti power ranger pink yang sedang bertempur dalam perperangan.