“Karena kamu pantas untuk kucintai. Jangan pernah menyalahkan diri kamu lagi. Kamu berati. Selalu ingat itu.”
***
NADIA membuka mata perlahan, bayang-bayang yang tadi meredup sekarang tergantikan oleh cahaya lampu yang menerangi di langit kamar. Nadia sadar dia tidak di dalam kamar pribadi namun di tempat lain di mana aroma disinfektan tercium jelas. Semua serba putih dan Nadia harus mengerjap-ngerjapkan mata untuk mengumpulkan kesadaran.
Dengkuran keras terdengar. Nadia menolehkan kepala dan melihat Achmad, Maimunah tertidur di sofa panjang. Mata Nadia juga menangkap keberadaan Rahma, perempuan itu tertidur di pangkuan Husein yang terlelap bersandar di dinding.
“Rumah sakit,” gumam Nadia sembari menghela napas. Dia mengangkat punggung tangan di mana jarum infuse melekat. “Pasti aku jatuh pingsan.”
Ingatan-ingatan yang terlupakan menghantam kembali seiring Nadia sadarkan diri. Dia tengah menghadiri pesta makan malam di Hotel Sunrise. Ponsel Nadia tertinggal, berniat mengambilnya sendiri ke mobil tapi dia malah terjebak di dalam lift. Tubuh Nadia tiba-tiba saja mendingin, mengingat bagaimana dia berteriak meminta pertolongan. Nadia menjerit dan menggedor pintu lift agar bisa keluar. Setelah itu Nadia tidak ingat lagi. Yang dia tahu dia terbangun kemudian di sini; di kamar rumah sakit yang sepi.
Nadia menolehkan kepala ke samping kanan. Matanya terpaku sejenak. Napasnya tertahan ketika melihat seorang lelaki tidur di sisi tempat tidur dengan tangan berpangku dagu. Dia tidur dengan posisi tidak nyaman, hanya mengandalkan tembok sebagai sandaran. Dodit Dirgantara membuat Nadia tidak bisa mengalihkan mata dari wajah lelaki itu. Sedikit lucu sebenarnya, karena beberapa jam lalu dia marah kepada Dodit karena masalah kecil, marah kepada Dodit karena menerima kopi buatan Meilisa. Dan sekarang kemarahan Nadia menghilang, hanya tertinggal rasa nyaman dan terlindungi ketika lelaki itu berada di sampingnya.
Kening Nadia kemudian mengerut, memperhatikan kemeja Dodit yang basah. Penasaran darimana lelaki itu sebenarnya sehingga dia membuat tubuhnya basah kuyup seperti itu. Nadia bahkan melihat rambut hitam Dodit masih lembab, belum kering sepenuhnya.
“Kalau begini terus dia bisa sakit.” Nadia khawatir.
Dia mencoba bangun perlahan dari tempat tidur. Seluruh tubuhnya terasa sakit sehingga lontaran rintihan keluar dari bibirnya. Butuh waktu lama sehingga Nadia berhasil duduk tegap. Dia memandang berkeliling dan menemukan selimut di atas meja samping tempat tidur, meraihnya lalu menyelimuti tubuh Dodit.
“Seharusnya baju basah lekas diganti.” Nadia menarik selimut sampai menutupi leher Dodit.
Nadia menalarkan mata lagi ke kamar inap. Ada tas besar di atas meja tamu, tas milik Husien. Nadia menduga Husein membawa banyak baju ganti, dia bisa meminjam satu untuk Dodit agar dia bisa mengenakan pakaian kering. Nadia menurunkan satu kaki dari tempat tidur, perlahan agar tidak membangunkan semua orang terutama Dodit yang tertidur di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Terbaik Nadia [End]
Spirituelles"Kamu membuatku hanya memiliki satu pilihan. Melepaskan kamu, itu yang bisa aku lakukan." - Nadia Humaira Nadia Humaira adalah perempuan yang terobsesi dengan penyempurnaan diri. Dia tidak mempercayai cinta walaupun umurnya sudah siap untuk menikah...