"Kamu membuatku hanya memiliki satu pilihan. Melepaskan kamu, itu yang bisa aku lakukan." - Nadia Humaira
Nadia Humaira adalah perempuan yang terobsesi dengan penyempurnaan diri. Dia tidak mempercayai cinta walaupun umurnya sudah siap untuk menikah...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Yang tertinggal di masa lalu, tak kan bisa kamu dekap kembali.
***
RAJA menatap kursi kosong yang berada di depannya, terlihat bosan karena si empu kursi belum datang. Suara detak jam dinding menjadi teman setia, menemani di kala dia tidak mempunyai seseorang untuk diajak bicara.
“Dia ada di mana sih?” Raja kesal. Mengeluarkan ponsel lagi. Dan menelpon orang itu untuk kesekian kali.
“Tuh kan nggak diangkat! Apa susahnya jawab bentar.” Raja menjauhkan ponsel dari daun telinga. Dia menatap layar, memeriksa pesan whats’app yang dia kirim. Dua centak abu-abu. “Astaga, pesan aku juga nggak di-read! Aneh. Kelakuannya benaran aneh dan mencurigakan.”
Walaupun Raja sudah mengirim pesan ataupun menelpon sama sekali tidak direspon. Ini bukan pertama kali, ini sudah berkali-kali. Sangat sulit untuk bertemu dengan orang itu sekarang. Seakan mereka tidak tinggal di belahan bumi yang sama lagi.
“Pasti ada sesuatu. Dia nggak pernah kayak gini sebelumnya. Dia selalu punya waktu buat ketemu sama aku, tapi sekarang? Jangan harap,” gumam Raja, menggerutu pada diri sendiri.
Dan bosan melanda lagi.
“Cari udara aja deh!”
Dia memutuskan kemudian, bangkit berdiri dari kursi namun tidak jadi ketika pintu terbuka. Orang yang Raja tunggu selama satu jam akhirnya menampakkan batang hidungnya juga.
“Sorry, sorry. Lama nunggunya yah?” tanya Anita, mengucapkan kata maaf tapi nadanya tidak menunjukkan rasa bersalah sama sekali. “Macet di jalan tadi.” Menarik kursi dan duduk di belakang meja.
“Satu jam lebih aku nunggu. Kamu kemana aja, Anita? Ini sudah sekian kalinya kamu gini’in aku.” Raja kesal.
Anita tersenyum. “Maklumin aja, aku sibuk banget. Duh, di mana ya aku letakin berkas hasil pemeriksaan kamu?” Dia tampak bingung, terdiam sebentar, seperti mencoba memfokuskan diri. “Aku lupa!”
“Anita...”
Raja berucap dengan ekspresi lelah. Disaat dia menunggu Anita dengan perasaan campur aduk, takut serta khawatir dengan hasil pemeriksaan kesehatannya. Anita terlihat santai bahkan lupa meletakkan berkas penting.
“Aku telpon asisten aku dulu yah?”
Anita nyengir, meraih telpon meja.
“Halo Bima? Hasil pemeriksaan Raja Pangestu kamu letakkan di mana?” Alis Anita mengerut saat berbicara dengan asistennya. “Sudah aku terima? Tapi kok nggak ada di atas meja?” Dia melirik Raja dan tersenyum jahil. “Apa perlu pemeriksaan ulang, kalau berkasnya hilang?”