“Bangunkan aku. Sadarkan aku. Katakan ini cuma mimpi, cuma ilusi”
***
Hujan turun dengan lebat, tidak pandang belas kasih, tidak membiarkan satu orang pun berani untuk menembus rinainya. Namun ada seorang perempuan yang mengindahkan itu semua. Nadia Humaira melangkah dengan linglung, di jalan setapak dengan kedua kaki telanjang.
Pandangan Nadia terbatas.
Yang dia lihat hanyalah kelabu, tiada langit biru, tiada angkasa, semua memberikan duka yang teramat dalam. Kakinya terpeleset, Nadia terjatuh. Bukan untuk pertama kali, dia sudah terjatuh berkali-kali dalam usahanya mengapai seseorang. Dia tertunduk sejenak. Kedua tangannya menyentuh jalan berlumpur yang dia lalui, gemetar hebat, bukan karena dingin dari angin yang berhembus kejam namun perasaan takut yang menyelimuti saat ini.
“Tidak! Ini cuma mimpi.” Dia bergumam. Berjuta kali. Menyangkal kebenaran.
Nadia tersenyum dengan cara aneh. Dia tertawa tanpa rasa bahagia sama sekali. “Aku pasti terbangun nanti. Karena ini cuma mimpi. Pasti begitu.”
Sangkalan, elakan terus Nadia lakukan. Menepis kebenaran yang sekarang menodongnya seperti belati. Nadia Humaira berharap yang dia alami hanyalah bagian dari bunga tidur. Hanya mimpi buruk. Meskipun rinai hujan membasahi tubuh begitu dingin dan perih luka di kedua lutut terasa nyata.
Nadia menengadah ke langit, rintik-rintik hujan langsung membasahi wajahnya.
“Sampai kapan Engkau membuatku seperti ini? Sampai kapan Engkau membuatku tertidur seperti ini?” tanyanya lirih. “Bangunkan aku sekarang. Aku mohon, bangunkan aku dari mimpi buruk ini.”
Namun langit tidak menjawab. Allah tidak menanggapi dan hujan turun semakin lebat. Nadia tidak punya pilihan selain melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti. Dia ingin membuktikan bahwa ini mimpi belaka, setelah itu dia akan terbangun nanti. Dia akan menertawakan betapa konyolnya karena sudah begitu takut dan sedih.
Dengan memaksakan kedua kakinya, Nadia bangkit kembali. Sedikit kehilangan keseimbangan, dia tetap menyelusuri jalan yang berlumpur di gang sempit. Pandangannya mengarah pada sekitar permukiman perumahan yang padat, namun Nadia tidak menemukan satu orang pun, terlihat kosong seakan tak berpenghuni.
Nadia membatin.
Kemana semua orang?
Kenapa begitu sepi?
Nadia harus menemukan mereka, meminta tolong agar membangunkannya dari mimpi buruk yang dia alami.
Jalan sempit ini terasa sangat panjang untuk Nadia tempuh. Sudah tiga kali Nadia melewati jalan ini dengan berbagai perasaan yang berkecamuk. Pertama dipenuhi rasa harap, kedua dipenuhi rasa bersalah, dan sekarang? Dipenuhi rasa takut kehilangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Terbaik Nadia [End]
Spiritual"Kamu membuatku hanya memiliki satu pilihan. Melepaskan kamu, itu yang bisa aku lakukan." - Nadia Humaira Nadia Humaira adalah perempuan yang terobsesi dengan penyempurnaan diri. Dia tidak mempercayai cinta walaupun umurnya sudah siap untuk menikah...