[62] Takut Kehilangan (2)

4.1K 441 20
                                        

Maaf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maaf. Kamu harus merasakan ketakutan itu kembali.

***

Pintu kamar rawat rumah sakit terbuka, Nadia masuk sembari mendorong kursi roda Dodit sedang Achmad dan Maimunah menyambut kedatangan mereka, segera menghampiri.

“Sudah selesai pemeriksaanya, Nak?” tanya Achmad membantu Nadia, menarik kursi roda.

“Iya, Dokter menyuruh kembali ke kamar, Dokter Yulianto yang akan memberitahukan hasilnya,” jelas Nadia.

“Ayah! Dirga!” Dirga berusaha mencari celah, di antara Maimunah, Achmad dan Nadia, kedua tangannya menjulur hendak memeluk Dodit.

“Tunggu sebentar, Cu!” tegur Achmad. “Kakek bantu Ayah naik ke tempat tidur dulu yah.” Dia menyalipkan tangan di bawah ketiak Dodit dan membantunya kembali duduk ke tempat tidur.

“Maaf Pah, ngerepotin banget,” ucap Dodit dengan penuh penyesalan. Dia melentangkan kedua lengan ketika Dirga naik ke tempat tidur dan memeluknya. “Saya pasti sudah membuat semua orang khawatir.”

“Jangan bicara seperti itu,” sela Maimunah. Dia mengambil rantang makanan dan menguraikan di atas meja. “Mamah sudah membuatkan bubur buat kamu. Sudah boleh makan kan Nadia?” Dia bertanya.

Nadia menganggukkan kepala. “Sudah boleh makan Mah.” Dia duduk di kursi, terlihat lelah, namun kecemasan masih menghiasi wajah. “Dokternya kok lama banget sih datangnya?” Dia gelisah.

“Dokter Yulianto bilang menyusul sebentar lagi,” sahut Dodit.

“Sebentar lagi! Yang penting makan dulu.” Achmad mengoper satu piring nasi uduk ke Nadia. “Makanlah Nak, nanti kamu jatuh sakit juga.” Dia mengkhawatirkan putrinya yang tidak mengisi perut semenjak pagi hingga siang ini.

“Nggak lagi lapar Pah! Dodit aja yang makan,” sahut Nadia. Dia mengambil bubur. Hendak menyuapi Dodit.

“Aku nggak mau makan,” tolak Dodit memalingkan wajah ketika sendok yang dijulurkan Nadia mendekati bibirnya.

“Kok? Kamu harus makan sayang!” Nadia marah.

Dodit memeluk Dirga, memberikan senyuman kepada Dirga yang berbaring di pangkuannya. Anak kecil dengan kedua pipi merona merah itu memainkan kedua jemari, mempraktikkan sulap kecil di mana dia kehilangan jempolnya.

“Tebak jempol Dirga di mana?” tanya Dirga terkekeh.

“Di mana? Di mana?” Dodit meladeni dan kepalanya mencari-cari di sekitar.

Jodoh Terbaik Nadia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang