"Kamu membuatku hanya memiliki satu pilihan. Melepaskan kamu, itu yang bisa aku lakukan." - Nadia Humaira
Nadia Humaira adalah perempuan yang terobsesi dengan penyempurnaan diri. Dia tidak mempercayai cinta walaupun umurnya sudah siap untuk menikah...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Cintamu ternyata tidak sehebat yang kamu ubar-ubarkan. Kamu memilih melarikan diri, meninggalkanku sendiri."
***
ENTAH Nadia harus bersyukur atau tidak karena ponselnya ketinggalan di dalam mobil tapi paling tidak dia bisa pergi dari pesta sejenak, dia bisa menghindar untuk bertegur sapa dengan Raja Pangestu.
"Heran! Bumi seluas ini kenapa selalu aja dipertemukan?" Nadia menggerutu, melangkahkan kaki menyelusuri koridor dan menuju salah satu lift.
"Dan Dodit?" Nadia mendengkus dingin. "Apa sih jasa Raja sampai ramah banget sama dia? Kayaknya dia lebih percaya sama Raja dibandingkan ke gue," gerutunya.
Nadia berhenti di depan lift dan langsung menekan tombol. Dia menunggu sejenak lalu tertawa sinis. "Meilisa?"
Hati Nadia masih terusik ketika mengucapkan nama karyawati itu. Yang ada di otak Nadia ketika mendapatkan ponselnya kembali adalah mengirimkan pesan kepada Meilisa dan bertanya alasan kenapa dia membuatkan kopi untuk Dodit.
"Gue kedengaran posesif, nggak sih?" Nadia melangkah masuk ke dalam lift. Pintu tertutup dan ekspresi wajahnya terpantul dari dinding lift, memperlihatkan wajah Nadia yang cemberut. "Nggak! Gue nggak posesif, itu hal yang wajar yang ditanyakan oleh seorang bos kepada karyawan! Mengingat tugas Meilisa itu adalah mengurus administrasi kantor bukan membuat kopi. Itu kan tugas Dodit." Nadia menyakinkan diri.
Perempuan itu menghela napas berat. "Tapi sudah tahu rasa kopinya asin, tetap aja diminum, dasar lelaki."
Nadia mengepalkan tangannya sampai kemerahan.
"Lihat aja! Tiap hari gue bikinin kopi, supaya lo nggak minum kopi dari buatan perempuan lain." Nadia bertekad.
Mata Nadia mengarah pada petunjuk lift yang memperlihatkan lantai yang dilalui. Kening Nadia mengerut ketika petunjuk itu tiba-tiba saja mati dan tubuhnya kehilangan keseimbangan, lift berguncang hebat dan membuat tubuh Nadia terhempas kebelakang hingga jatuh terduduk. Dia menatap kelangit-langit lift, lampu meredup tampak hampir mati.
"Astagfirullah." Nadia syok.
Dia memandang berkeliling. Dia terkurung di dalam lift seorang diri. Dalam pandangan terbatas, dia berusaha berdiri, sedangkan jarinya menalar mencari tombol darurat, menekan-nekannya frustasi meminta pertolongan. Bayangan-bayangan menakutkan segera saja menghampiri Nadia, keringat dingin membasahi tubuh dan suara-suara mengerikan terdengar oleh indera pendengarannya. Membawa Nadia ke masa terkelam yang dia kubur begitu dalam di memori.