[52] Harap Dalam Doa

3K 416 28
                                    

Terima kasih untuk semua yang tidak bisa saya ucapkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terima kasih untuk semua yang tidak bisa saya ucapkan

***

Suara gelak tawa menghiasi pagi di taman kota. Tawa tak henti yang menarik perhatian orang-orang yang melintas, penasaran apa yang dibahas oleh lima orang dewasa yang bertingkah seperti anak kecil. Duduk bersila di reremputan yang beralaskan tikar, mereka menikmati angin segar di pagi hari.

“Jadi, lo gosok gigi pake krim cukur Sein? Ya Allah!” Raja membungkukkan badan, melepas tawa keluar. “Untung lo nggak mati.”

Husein yang menjadi bahan tertawaan merengut. Tangan mencocol kentang goreng dengan tomat.

“Ini salah isteri gue yang tercinta.” Husein menunjuk Rahma yang mengikik geli. “Gue minta pasta gigi malah diolesin krim cukur. Astagfirullah kalau nggak cinta sudah gue marahin si Rahma.”

“Aku kan nggak bisa ngebedain. Warnanya hampir sama.” Rahma membela diri. Di pagi hari dia sudah makan rujak, aroma asam dari buah kedodong membuat semua orang mengernyitkan kening. “Lain kali aku bakal menjadi isteri yang baik. Janji deh.”

Dodit menggelengkan kepala. “Ternyata. Biar pun sudah menikah, ada juga kejadian yang kayak gini. Seru banget.” Dia menimpali. Membuka bungkus keripik terlalu kuat dan membuat isinya berhamburan.

“Makanya cepatan nikah.” Raja mendesaknya. Dia memungut keripik Dodit yang terjatuh, melihat masih bersih dan jatuh di atas tikar, dia memasukkan ke dalam mulutnya.

“Cepat pilih pasangan. Nikah itu enak Dit. Soalnya ada yang ngurusin, ada yang memperhatikan,” sambung Raja seraya memberikan jempol.

Dodit nyengir, dia mengarahkan matanya kepada Nadia yang menundukkan kepala ketika mendengar perkataan Raja.

“Pastinya! Nyatanya Mas Raja bisa segemuk ini.” Jari telunjuk Dodit menjawil perut Raja yang membuncit. “Mbak Nadia pasti membuatkan makanan yang enak buat Mas Raja.”

Raja menganggukkan kepala. Dia memberikan tatapan sayang kepada Nadia. “Siapa dulu dong, isteri Raja Pangestu.”

Husein mendengkus. “Dilarang bermesraan di tempat umum.” Dia memberikan pukulan keras di lengan Raja. “Terutama di depan Dodit yang belum mendapatkan pasangan.”

“Lalu, apa kamu sudah menimbang seseorang untuk dijadikan pedamping?” Rahma bertanya penuh rasa penasaran. “Aku tahu ada seorang perempuan yang sedang menaruh hati sama kamu.”

Alis Dodit naik sebelah. “Siapa yang Mbak maksud?”

“Anita Cendana. Dokter Anita.” Rahma menunjuknya dengan potongan bengkoang. “Ya, kan? Dia suka sama kamu, kan? Terima aja Dit! Aku sebagai kakak kamu, merestui.” Dia menepuk dada dan menganggukkan kepala.

Dodit terkekeh. “Sejak kapan Mbak jadi kakak saya? Hubungan kita nggak sedekat itu.”

Rahma merengut. Dia menggait tangan Husein. “Sayang! Dodit nggak menganggap kita sebagai Kakak! Dodit ternyata nggak peduli sama kita,” adunya kesal.

Jodoh Terbaik Nadia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang