Happy reading :)
Arka menjatuhkan bokongnya di kasur. Ia menggosok pelan rambutnya yang basah karna baru saja dirinya cuci. Ia terdiam sebentar, menerka dimana kira-kira tempat yang bisa membantunya untuk menemukan kebenaran tentang semua ini. Tiba-tiba dia teringat akan cerita neneknya yang pernah mengatakan tentang rumah yang dulu sempat ia dan almarhum mamahnya tinggali. Arka pun menyambar jaketnya kemudian pergi keluar.
Sementara Ana yang sedang duduk bersama Adel dan Irma langsung berdiri saat melihat Arka hendak pergi. Kemudian ia menghampirinya.
"Lo mau kemana? "
Arka tak menjawab justru tetap berjalan membuat Ana mengikutinya. Kali ini dia tak akan membiarkan cowok itu pergi lagi.
Arka lalu meminta kunci motor dan mendekat kearah motornya tak peduli dengan Ana yang sejak tadi terus mengikutinya.
"Arka Jawab!"
Arka kemudian menoleh. "Gue ada urusan."
"Gue ikut!" potong Ana cepat membuat Arka memutar bola matanya malas.
"Nggak."
"Gue ikut!" putus Ana final lalu mengambil helm dan menaiki motor Arka.
"Terserah."
Tak menunggu lama Arka pun segera menjalankan motornya meninggalkan pekarangan rumah mereka.
Selama perjalanan suasana tiba-tiba berubah canggung. Ana tak henti mengumpat pada motor Arka. Meluk gengsi nggak meluk terbang. Motor sialan!
Hingga saat Arka berhenti tiba-tiba membuat Ana pun refleks memeluknya.
Ana membuka matanya perlahan, melepas pelukannya kemudian berdecak kesal. "Kok berhenti dadakan si!"
Arka membuka kaca helm kemudian menunjuk dengan dagunya. "Lo nggak liat?"
Lampu merah? Ana kemudian menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Arka. Bisa dipastikan wajahnya sudah memerah karna malu. Sial! Kenapa saat sedang berada didekat Arka dia menjadi seperti ini.
Sementara Arka mati-matian memahan kedutaan disudut bibirnya saat melihat tingkah Ana.
Saat lampu berubah hijau Arka langsung menjalankan motornya membuat Ana yang kaget pun memeluk Arka untuk kedua kalinya.
Namun saat hendak melepas pelukannya, tangannya lebih dulu dipegang oleh Arka membuatnya melotot tajam.
"Pegangan, kalo lo jatuh trus mati nyusahin."
Ana memanyunkan bibirnya kesal. Walau tak yakin dia akhirnya memeluk cowok itu. Dari pada terbang, fikirannya.
***
"Ar, kita mau kemana si? Muter sana, muter sini nggak nyampe-nyampe?"
"Yang nyuruh lo ikut sama gue siapa?"
Ana mencebik sebal. Tak lama mereka sampai di sebuah rumah yang cukup besar. Rumah yang memiliki beberapa mobil dan taman di dalamnya.
"Ini rumah siapa?" tanya Ana sembari turun dari motor Arka.
Arka mencopot helmnya. "Ini rumah bokap. Malem ini kita istirahat dulu disini."
Ana mengangguk kemudian mengikuti Arka berjalan masuk. Ia tampak melihat kesekitar rumah mewah tersebut. "Ini rumah berarti kosong dong kalo Adel sama lo di sana?"
"Nggak."
"Lah? Terus siapa emangnya yang ngisi?"
"Ada asisten rumah tangga."
Ana mengangguk sambil ber oh ria. "Kamar lo dibawah. Panggil aja pembantu kalo lo butuh sesuatu."
***
Ana menggerutu saat tak kunjung dapat memejamkan matanya. Sudah menghadap kesana, guling kesini, terlentang dan hal semacamnya sudah ia lakukan tapi tetap saja matanya tak mau untuk tertutup.
Ana kemudian beranjak dan membuka pintu. Sepertinya, sedikit berjalan dan mencari udara segar tidak menjadi masalah. Ia turun kebawah dan membuka lemari es kemudian mengambil satu buah apel dari dalam sana. Tiba-tiba saja perhatiannya teralih saat melihat Arka yang sedang berdiri di dekat kolam renang. Ia kemudian memutuskan menghampiri cowok itu.
"Lo belum tidur?"
Arka tampak terkejut dengan kedatangan Ana, namun kemudian langsung tergantikan oleh tatapan datar. "Ngapain si lo?"
"Lo lagi ngapain?"
"Bukan urusan lo."
Ana melirik Ark tajam kemudian memakan kembali apelnya. Namun tiba-tiba saja apel ditangannya berpindah yamg sontak membuatnya terkejut.
"Eh itu kan apel gue!"
"Lo ngambilnya dimana?"
"Di—dirumah lo."
"Yaudah. Lagian nggak ada yang nyuruh lo ngambil, kan? Nyuri lo berarti." Arka menggigit apel tersebut.
"Tapi kan gue yang ambil, Arka!" Ana mencoba mengambil apel tersebut dari tangan Arka namun Arka malah mengangkatnya tinggi. "Balikin, gak?"
"Coba aja kalo bisa."
Ana mendengus kemudian berjinjit agar bisa mengambil apel dari tangan Arka yang tentunya tak bisa digapai karna perbedaan tinggi mereka.
Namun saat tiba-tiba saja kakinya terpeleset yang menyebabkan nya seketika terjebur masuk kedalam kolam renang tersebut. Arka yang melihat itu awalnya hanya menghela nafas. Namun saat melihat Ana yang terlihat seperti orang yang minta tolong ia pun mulai panik.
"Ar, gue gabisa berenang."
Arka terkejut bukan main. Tanpa berfikir panjang dia pun langsung menyeburkan dirinya kedalam kolang renang tersebut. Ia berenang menghampiri Ana kemudian memegang pinggangnya. Ana yang tadinya terus bergerak pun langsung merangkulkan lengannya dipundak Arka.
"Lo tenang! Ada gue."
Ana yang masih shock tak sengaja kembali terpeleset dan kepalanya langsung kembali masuk kedalam air yang membuatnya kesulitan bernapas. Saat melihat Ana yang memejamkan matanya karna kebahisan nafas, Arka pun menyelamkan wajahnya dan menempelkan bibir mereka atau memberi Ana nafas buatan.
Tak lama setelah itu Ana pun mendapatkan kembali kesadarannya dan menampakkan kembali wajahnya kepermukaan. Ia terperanjat dan mengalungkan kedua kakinya di pinggang Arka erat. Ia mengatur kembali nafasnya masih dalam posisi memeluk tubuh Arka. Ana yang sudah mendapat cukup kesadaran langsung teringat kejadian barusan. Ia mengangkat kepalanya dan langsung bertahap muka dengan wajah Arka. "Gue—"
Arka menatap gadis itu datar kemudian berjalan kepinggir kolam masih membiarkan Ana bergelayut ditubuhnya.
Ia mengangkat tubuh Ana dan langsung mendudukan gadis itu ditepi kolam. Ia kemudian naik dan pergi. Sementara itu Ana yang masih shock hanya menggigil sambil menggosok kedua bahunya. Ia memang tak bisa berenang. Untung saja dia tidak mati konyol gara-gara kejadian tadi. Tiba-tiba saja bahunya ditarik oleh seseorang yang membuatnya langsung berbalik menatap orang tersebut. Arka langsung menjatuhkan handuk yang dibawanya dikepala Ana. Ia menggosok pelan rambut gadis itu teratur. Saat tak sengaja matanya bertahap dengan mata Ana yang saat itu juga sedang menatapnya, Arka menghentikan kegiatannya. Pandangan mereka bertemu. Cukup lama hingga Arka menyudahi mengerikan rambut gadis itu.
Ia berbalik, namun tangannya langsung ditahan oleh Ana. "Gue, minta maaf soal tadi."
Arka terdiam sebentar. "Gue cuma punya kemeja buat baju ganti lo. Ayo ambil ke kamar gue." ia pun berjalan lebih dulu kamarnya dan diikuti oleh Ana dibelakang cowok itu.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
[AHS#1] Arka
Teen FictionArka Revano Abraham, cowok tampan yang tak mempunyai sifat prikemanusiaan. Cowok dengan sifat sedingin es, dan sekeras batu. Kecelakaan yang terjadi kepada kedua orang tuanya membuat sebagian hidup Arka hancur. Satu-satunya alasan Arka bertahan hidu...