Chapter 37

6.2K 242 2
                                    

Arka duduk dikursi dekat ranjang gadis itu. Menatap lekat-lekat gadis yang masih terlelap dengan sejuta tanda tanya dikepalanya.

Tiba-tiba Ana terbangun sementara Arka yang melihat itupun langsung menghampiri nya. Dia kemudian membantu Ana duduk saat Ana terlihat kesulitan.

Cewek itu menatap lekat wajah Arka dengan senyum manis yang menghias dibibirnya. "Lo kok disini? Nggak sekolah?"

Arka menaikan alisnya melihat Ana yang malah tersenyum. Jika dilihat dari wajahnya, cewek itu masih sangat pucat.

"Ini udah siang, bego. Ngapain gue sekolah jam segini? Lagian lo tidur lama banget."

"Emang ini jam berapa?" tanya Ana.

"Jam sebelas."

"Lo nggak sekolah dong?"

Arka memukul dahi Ana keras. "Udah nggak usah bawel."

Ana menghembuskan nafasnya. Cowok disamping nya ini benar-benar menyebalkan.

"Lo kenapa nggak pernah cerita tentang penyakit lo kegue?"

Deg

"Lo yang selalu bilang ke gue buat selalu anggep ada orang disekitar kita. Tapi kenapa lo nyembunyiin ini?"

Ana menundukan kepalanya. "Maaf.."

"Gue nanya bukan nyuruh lo minta maaf."

"Gue nggak berniat bohong sama lo, Ar. Gue cuma ngerasa kalo ini itu masalah gue dan lo nggak perlu tau tentang ini."

"Diem nggak akan nyelesaiin masalah, Na. Ada orang-orang disekitar lo. Lo pikir dengan diem dan bersikap biasa aja masalah bakalan selesai?"

"Maaf.."

Arka menarik nafasnya dalam. sementara Ana masih menundukan kepalanya seperti enggan bertatap dengan cowok dingin itu.

"Arka, jangan marah. Maafin gue, ya?" Ana melirik sekilas cowok itu.

"Mau makan apa?"

Ana menoleh dengan senyum yang  mengembang sempurna. "Mau soto."

Arka mengambil hpnya lalu mencari nomer seseorang disana.

"Halo. Beliin gue soto. Iya nggak pake lama. Anterin kerumah sakit. Hm. Ya. Gue tutup dulu."

"Nelpon siapa?" tanya Ana.

"Adrian."

Ana mengangguk, "Dia nggak sekolah?"

"Diem aja si nggak usah bawel." ucapnya kemudian menyandarkan punggungnya dikursi dan memainkan game dihp nya.

***
Ini sudah hampir 30 menit Ana menunggu Adrian membawakan soto untuk nya. Dia saat ini sedang menonton televisi atau lebih tepatnya hanya menggonta-ganti nomer diremot tv.

Bahkan sejak tadi Arka sama sekali tak mengajak nya bicara.

Seseorang yang sejak tadi ditunggunya pun datang. Tak hanya Adrian, cowok itu juga datang bersama Sarah dan Nathan.

"Kalian nggak sekolah?" tanya Ana.

"Bolos dong! Males nggak ada lo, Na. Kelas sepi." ucap Sarah. Cewek itu lalu duduk ditempat tadi Arka duduki karna Setelah melihat mereka datang Arka memutuskan duduk disova. "Gimana udah baikan?"

"Udah kok," Ana tersenyum kearah sahabat nya.

"Iya kelas sepi, mana si Cindy nanyain lo mulu, Ar. Budeg tau nggak gue." sahut Adrian.

"Iyalah nanyain, orang doi nya nggak masuk." celetuk Sarah.

"Kalo si Cindy tau si Arka nggak masuk cuma buat nungguin Ana, gimana ya kira-kira?" Nathan berucap heboh.

"Emang kenapa?" tanya Adrian.

"Bisa perang dunia lah, Ad!" jelas Nathan.

Ana melempar air mineral yang tadi Sarah bawakan. "Diem lo!"

Nathan terkekeh. "Ampun kanjeng nyai.."

Ruangan yang sejak tadi sunyi pun mendadak riuh karna kedatangan Nathan dan yang lain nya. Mereka lalu larut dalam kebersamaan.

***
Sore ini Ana sudah diizinkan untuk pulang. Tadi setelah dokter memeriksa nya dan mengatakan bahwa kini kondisi Ana sudah membaik dan setabil.

"Administrasi nya gimana, Ar?" tanya Ana.

Arka menoleh, "Udah gue lunasin."

"Makasih sultan." Ana terkekeh melihat ekspresi Arka saat dirinya memanggil cowok itu sultan.

setelah membesarkan barangnya mereka kemudian segera keluar dari rumah sakit tersebut.

Arka sekarang juga memiliki mobil di rumahnya karna mengingat dia sering bolak-balik ke Jakarta untuk urusan perusahaan ayah nya.

Ana menghirup udara luar. Seharian didalam kamar malah membuatnya sumpeg.

"Lo bawa mobil kan Ar?"

Arka mengangguk, "Gue belum pulang dari semalem, yaiyalah masih pake mobil."

Ana tersenyum kecil. Matanya tertuju pada seseorang disebrang nya. Itu Revan. Segera gadis itu berlari kearah nya. 

"Kamu ngapain disini?"

"Kamu udah nggak papa? Udah sehatkan? Kata dokter apa?" cowok itu memegang kedua bahu Ana bahkan dahi cewek itu.

Ana melepaskan tangan Revan dari pundak nya. "Aku udah nggak papa. Aku juga mau pulang."

Revan melirik sekilas Arka. "Kita perlu bicara, Na," ujar cowok itu.

"Kita udah cukup bicara semalem, Van." Ana menegaskan.

"Oke, kalo kamu nggak mau bicara sama aku. Tapi kita pulang bareng ya? Aku anterin kamu pulang."

Ana menggeleng cepat. "Nggak aku mau pulang sama Arka."

"Na, please."

"Nggak ya nggak, Van!"

Revan mengacak rambutnya. Menghembuskan nafas kasar kemudian memilih masuk kemobilnya dan meninggalkan rumah sakit itu.

Sementara Ana langsung berbalik dan menghampiri Arka. "Yuk pulang!" Ana menarik tangan cowok itu tapi Arka sama sekali tak niat beranjak.

"Kenapa nggak sama pacar lo?"

Ana menggeleng, "Nggak, mau sama Arka aja."

"Itu cowok lo. Ngapain juga lo maunya pulang sama gue?"

"Gue 'kan kesini sama lo! Jadi pulang juga harus sama lo!" Ana tersenyum lebar yang menampakan deretan giginya.

Arka hanya menggeleng kan kepalanya kemudian meninggal kan Ana menuju mobilnya. Sementara cewek itu menghentakan kaki nya kesal. Ia kemudian memperhatikan Arka dari belakang. Sudut bibirnya berkedut membentuk senyuman. Entah kenapa Ana merasa terlindungi. Dia tak lagi sendiri. Meski orang semacam Arka adalah sosok yang sulit ditebak sifatnya, la tau lelaki itu memiliki sisi kepedulian.

"Lama banget sih jalan nya?" sentak Arka dengan jarak yang lumayan jauh didepan.

Ana mengerjap kemudian berlari kecil menyusul cowok itu sebelum terkena semprot lagi oleh kata-kata pedasnya.

Tbc.

[AHS#1] Arka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang