Chapter 45

6.7K 294 19
                                    

Tak ada lagi senyummu, yang menyambut pagiku. - Arka

Happy reading!

Ini sudah hampir tengah malam tapi Arka masih belum juga mau beranjak dari duduknya. Sudah banyak tempat ia kunjungi untuk mencari keberadaan Ana tapi hasilnya tetap saja nihil.

Arka menghembuskan nafas berat. "Lo kemana sih, Na."

Tak lama tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Tak mau menunggu ia pun langsung menjawab dan mendekatkannya ke telinga.

"Ar, ini gue Ana."

Arka tersentak. "Ana? Lo dimana sekarang?"

"Gue lagi di taman deket kafe yang waktu itu lo nyuruh Adrian nganterin gue buat ketemu Revan. Tolongin gue, Ar. Gue takut.."

"Gue kesana sekarang."

Arka memakai helmnya kemudian bergegas menaiki motor dan pergi menuju tempat yang dimaksud. Ia berkendara dengan kecepatan yang diatas rata-rata hingga tak lama dia pun sampai disana. Segera Arka berlari masuk ke dalam taman tersebut.

"Ah, bego. Kenapa gue nggak tanya dia dimana tadi." umpatnya pada dirinya sendiri. Arka pun kembali berlari mengelilingi taman. Tak sengaja dia pun melihat seseorang yang mirip dengan Ana duduk di ayunan. Tak mau berfikir lama dia akhirnya menghampiri cewek tersebut.

"Ana?" panggil Arka pelan. Gadis itu menoleh sedetik kemudian langsung berlari menubrukan badanya ke tubuh Arka.

"Gue takut..."

Arka melepaskan pelukanya kemudian memegang kedua bahu gadis itu. Ia menyentuh pipi Ana yang terdapat luka lebam dan goresan. "Ini kenapa? Lo dari mana aja? Lo tau gue hampir gila nyariin lo tau nggak!"

Ana menundukan kepalanya dengan bibir yang bergetar. "Maaf.."

Tangan Arka yang semula mengepal kuat seketika melemah saat mendengar suara rapuh Ana. Ia menarik gadis itu kembali kedalam pelukan. Menyembunyikan kepala kecil gadis itu didada bidangnya, Arka kemudian memejamkan matanya.

"Jangan pergi lagi. Gue nggak sanggup ngatasinya."

Cukup lama dalam posisi mereka sampai Arka merasa Ana sudah tak lagi terisak dan cukup tenang, ia pun melepaskan pelukan mereka.

"Sekarang cerita ke gue kenapa lo bisa sampe kayak gini?"

"Pengawal ayah hampir nyekap gue, Ar. Gue dipukulin, gue, gue.." Ana memejamkan matanya, bibirnya sulit untuk mengucapkan apa yang ingin dia jelaskan. "gue takut.." hanya itu yang dapat keluar dari mulutnya.

Arka mengepalkan tangannya kuat. Melihat ekspresi kacau Ana membuatnya sulit membayangkan apa saja yang sebenarnya sudah mereka lalukan pada gadis itu. Arka pun kemudian menarik kembali gadis rapuh itu kedalam dekapan.

"Syutt.. Lo aman sekarang."

"Sakit, Ar.."

Arka tak mengerti apa yang dimaksud dengan 'sakit' yang Ana ucapkan. Sungguh dia sangat tersiksa dan amat merasa bersalah pada Ana. Jika bisa, tolong limpahkan saja penderitaan gadis itu padanya. Bahkan lebih baik ia yang mengalami itu daripada harus melihat Ana lah yang merasakannya.

Arka kemudian meraup wajah Ana dengan kedua tangannya. Ia mengusap airmata gadis itu dengan kedua jarinya. "Pulang ya? Kita obatin luka lo?"

Ana mengngguk pelan membuat Arka yang melihatnya pun tersenyum kemudian mengacak pelan rambut Ana. Sebelum pergi dirinya melepaskan jaket kulit yang dia kenakan kemudian memasangkannya pada Ana. Ia lalu menggenggam erat lengan gadis itu seolah Ana bisa hilang kapan saja dia jika kembali lengah. Mereka kemudian berjalan kearah motor Arka untuk kembali ke rumah.

***

Setelah sampai Arka kemudian mendudukan Ana di sofa depan. "Gue ambilin minum, ya?" tawarnya. Baru saja dia berbalik tangannya lebih dulu dicekal oleh Ana.

"Nggak usah."

Arka menggeleng. "Gapapa, sebentar." ia kemudian berjalan kearah dapur dan menuangkan air hangat kedalam gelas. Setelah itu Arka kembali pada Ana. "Nih, diminum dulu." Arka memberikan gelasnya pada Ana kemudian duduk di samping gadis itu.

Ia mengsap-usap punggung Ana pelan. Ana hanya meminum sedikit air itu kemudian memberikannya kembali pada Arka.

Tanpa Arka duga, Ana menggenggam kedua lengan Arka erat. Ana menggigit bibir bawahnya. Kali ini dia yang menarik tangan Arka untuk menyentuh pipinya dan menggesakan pipinya pelan. "Now, I just want to always be with you." Ana menatap kedua manik tajam Arka. "gue janji nggak bakal pergi lagi."

Arka tertegun dengan apa yang gadis itu ucapkan. Ia terpaku cukup lama. Kemudian tangannya refleks bergerak menyentuh rambut Ana, mengusapnya sebentar.

Ana menggulum senyum. Cewek itu kemudian melihat kesekeliling rumah Arka yang tampak sangat sepi. "Adel mana?" tanya Ana kemudian.

"Nginep dirumah Adrian." ucap Arka. Ana menganggukan kepalanya.

"Tidur ya? Udah malem."

"Tidur disini, boleh? Temenin." cewek itu berucap lirih.

Arka terkekeh kemudian mengangguk. Cowok itu beranjak menuju kamar untuk mengambil selimut.

Arka lalu berbaring didekat Ana. Sementara cewek itu langsung memeluk Arka erat. Menenggelamkan kepalanya didada bidang cowok itu dan menghirup aroma tubuh Arka.

"Na?"

Ana yang hendak memejamkan matanya pun mendongak agar bisa menatap wajah Arka. "Hm?"

"Nggak."

"Aneh," Ana mencibir. Cewek itu mencerutkan bibir kesal kemudian memejamkan kembali matanya.

***

Arka mengerjap saat sinar matahari masuk disela-sela gordennya. Ia tersenyum kecil saat melihat Ana yang masih terlelap sambil memeluknya. Tak bisa dipungkiri rasa bahagia seketika melingkupi dirinya setelah kembalinya cewek itu. Demi apapun dia tidak akan membiarkan Ana pergi lagi darinya. Tak akan dia biarkan siapun menyakiti gadis itu. Hilangnya Ana seolah bagaikan kematian baginya. Bahkan Arka lebih memilih mati dari pada harus kehilangan gadis itu kembali.

Ia kemudian menarik tubuhnya dengan hati-hati. Setelah memastikan Ana tak terbangun, cowok itu lalu membenarkan sedikit posisi Ana. Menarik selimut agar menutupi tubuhnya.

Ia tersenyum kecil kemudian beranjak pergi meninggalkan gadis yang masih terlelap itu.

Tbc.

Eh gue mau nanya dong pendapat kalian tentang cerita Arka ( review ) *wajib jawab

Gue bakal update kalo kalian udah jawab pertanyaan itu jadi plis jawab karna gue bakal naroh itu di instagram gue:)

Makasi dan selamat menunggu kembali!

With love,
zahrotulkhayah

[AHS#1] Arka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang