Chapter 61

6.8K 374 58
                                    

Yang nungguin update absen dulu coba😎

Happy reading:)))

Semuanya nampak begitu gelap. Dia tak dapat melihat apapun. Ada kain lebar yang menutupi matanya. Dia tak dapat bergerak sama sekali. Kaki dan tangannya terikat kuat dikursi. Samar-samar dia dapat mendengar bunyi langkah mendekat kearahnya. Banyak orang karna bunyinya juga banyak. Ia memutuskan untuk tetap diam. Dia tahu betul apa yang baru saja terjadi.

Sampai tiba-tiba dia merasa sebuah cahaya yang terang saat kain tebal yang menutupi matanya terbuka. Gadis bersurai hitam itu mengerjapkan matanya berulang. Saat penglihatannya sempurna, matanya langsung tertuju pada seseorang yang duduk tepat didepannya.

Jika kalian mengira akan ada ekspresi terkejut ataupun takut, kalian salah besar. Tak ada ekspresi apapun diwajah gadis itu. Hanya tatapan datar dan tajam.

"Sudah bangun putri tidur?" pria itu menyringai.

"Apa yang sebenarnya anda inginkan. Tuan, Bram Anggara yang terhormat."

"Aku ingin kau mati."

Gadis itu tersenyum miring. "Silahkan saja. Bunuh aku sekarang juga." demi apapun tak ada ketakutan yang ada didalam dirinya. Hanya ada kemarahan dan kebencian yang tersirat jelas dimata dan ucapan gadis itu.

"Tidak semudah itu." pria tadi berdiri dan mendekat kearah gadis itu. "Gadis sepertimu harus diberi pelajaran!"

Plak!

Tamparan mendarat jelas dipipi gadis itu. Bahkan sangking kerasnya hingga ia menoleh kesamping dan mengeluarkan darah segar disudut bibirnya.

Tak puas, pria itu kini mencengkram rahang gadis itu kuat agar menatapnya. "Apa sekarang kau takut, Stella Anastasya?" bisiknya dengan seringai tajam ditelinga Ana.

"Anda salah besar jika berfikir saya takut berhadapan dengan orang seperti anda!"

Bram Anggara sangat murka mendengar perkataan gadis itu. Ia melepaskan cengkraman tangannya kasar. "Gadis tidak berguna!" ia berbalik hendak pergi sebelum perkataan Ana berhasil membuatnya terdiam ditempat.

"Kenapa anda sangat begitu membenci saya?"

Bram menoleh sedikit kebelakang. "Karna kau yang menyebabkan istri ku meninggal!"

"Sudah pernah aku katakan jika bukan aku yang mengatakan semua itu pada bunda! Kenapa and—"

"Hanya kau yang mengetahui rahasia itu!"

"Tapi sudah aku katakan bukan aku yang mengatakan itu pada bunda!"

"Kau pikir aku akan percaya dengan ucapan gadis sialan seperti mu?" Bram berjalan mendekat pada Ana.

"Aku tidak akan kehilangan istriku jika kau tidak membocorkan rahasia itu!" ia menjambak rambut Ana kasar sehingga kepala gadis itu mendongak keatas.

"Ini salahmu."

"Ini salahmu, Bram Anggara. Semuanya tidak akan terjadi jika kau tidak m-menghianati ibuku!" ucapan Ana tersenggal karna cengkraman dikepalanya begitu kuat sehingga dia jadi sulit untuk berucap.

"Kau menyalahkanku karna kematian bunda. Kau bilang kau menyesal. Kenapa kau tidak menyesal saat mengihianati ibuku. Kenapa?!"

Bram terbungkam. Kata-kata Ana berhasil menamparnya telak.

"Kau pikir aku tidak terpukul atas kematian ibuku?" Ana meneteskan airmatanya. Ia merasa cengkramanya itu sekarang tambah kuat sehingga ia sekuat tenaga menahan pekikan dari mulutnya. "Kau pikir aku tega akan mengatakan hal seperti itu pada bunda?"

[AHS#1] Arka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang