Saat ini Ana sedang berada disebuah kafe yang cukup jauh dari rumahnya untuk bertemu dengan Revan. Ana masih takut jika bertemu dicafe favoritnya dirinya akan bertemu pengawal ayah nya dan mungkin mereka akan curiga jika rumah Ana pun tak jauh dari sana.
Kemarin malam dia juga sudah mengabari Revan tentang apa yang terjadi padanya dan cowok itu nampak cemas. Dan akhirnya mereka mengatur waktu untuk bertemu. Seperti janji Arka juga cowok itu menyuruh Adrian mengantarkan Ana ke kafe ini tadi karna cowok itu bilang sedang ada urusan dan dirinya akan keluar sore ini.
Tak lama seseorang yang ditunggunya pun datang dan langsung duduk disebelah Ana.
"Kamu nggak papa kan?" tanyanya dengan nada cemas.
"Aku nggak papa Van, justru aku khawatir sama keadaan tante, dia nggak papa kan?"
Revan menggeleng, "Aku belum ketemu sama tante kamu, tapi tadi aku sempet telfon dan dia bilang ayah kamu emang pernah tanya ke dia dimana kamu."
Ada raut wajah terkejut dari Ana mendengar apa yang Revan ucapkan, "Tapi ayah nggak ngapa-ngapain tante kan?"
Revan memegang kedua bahu Ana, "Nggak Na, kamu harus tenang, ya!"
Ana mengangguk, "Terus menurut kamu sekarang aku harus gimana?"
"Sampe mereka belum tau rumah kamu, kita aman."
Ana menundukkan kepala nya, "Aku cape Van, ini udah yang kedua kalinya dan mereka nemuin aku lagi! Kamu tau kan kalo aku nggak sama sekali berhubungan dengan Bandung makanya aku milih Bandung buat tempat sembunyi aku. Aku fikir mereka nggak akan tau karna aku udah sembunyi dengan rapi. Tapi hasilnya tetep sama."
"Kamu nggak usah khawatir, aku bakal perketat informasi tentang kamu, ya? Kamu harus tenang, aku akan selalu disini buat kamu."
Ana mengangguk kemudian memeluk Revan. Akhir-akhir ini Ana sering dilanda cemas walaupun hanya mengenai hal-hal biasa.
"Kamu udah makan?" tanya Revan.
"Udah kok, oh iya kamu kesini sendiri?"
"Iya lah mau sama siapa lagi?"
Ana mengangguk, "Kanaya udah sembuh?"
"Kanaya?"
"Iya Kanaya, katanya waktu itu jatuh dari motornya. Kamu pasti lupa deh!"
Revan menggaruk lehernya, "Iya aku lupa. Dia udah nggak papa kok."
"Yaudah deh, syukur."
Tiba-tiba ponsel milik Revan berbunyi, "Kenapa si?" tanya cowok itu pada seseorang disebrang sana.
"....."
"Iya, nanti gue kesana."
"....."
"Yaudah gue tutup dulu."
Tutt..
"Siapa Van?" tanya Ana.
"Na, kayaknya aku harus buru-buru pulang deh, aku lupa kalo ada janji malem ini."
"Oh gitu, yaudah gapapa."
"Aku anterin kamu pulang ya?"
Ana menggeleng, "nggak usah, nanti malah jadi puter balik, udah kamu pergi aja! Aku nggak papa kok."
"Yaudah, eh tapi kamu kalo kemana-mana jangan sendiri ya? Minta Sarah temenin atau siapa."
"Arka mau kok nganterin aku, dia juga tadi nyuruh Adrian buat nganterin aku kesini." ucap Ana membuat raut wajah Revan seketika berubah.
"Kenapa harus dia? Kamu bisa kan minta tolong sama yang lain? Bener kalo dia itu suka sama kamu?"
"Van, berapa kali aku bilang Arka baik sama aku karna dia temen aku! Kamu bisa nggak si nggak cemburu dan nuduh hal aneh tentang dia?"
"Kamu ngebelain dia?"
"Aku nggak ngebelain siapapun disini! Aku cuman nggak suka kamu terus-terusan nuduh hal yang sebenarnya nggak perlu kaya gini!"
Revan mengusap wajahnya kasar, "Tetep aja aku nggak suka kamu terus-terusan deket sama dia!"
"Yaudah oke! Aku minta maaf! Tapi plis kamu jangan egois buat nyuruh aku nolak tawaran Arka."
Revan bangun dari duduknya, "Terserah kamu!" ucapnya kemudian langsung pergi dari sana meninggalkan Ana.
Ana meraup mukanya. Selalu saja dirinya dan Revan berdebat setiap kali bertemu.
Dirinya tersentak saat seseorang tiba-tiba duduk didepannya."Pak Surya?"
Surya tersenyum hangat, "Maaf mengaggetkan kamu."
"Iya, nggak papa."
"Tadi itu pacar kamu ya?" tanya Surya.
"Iya pak," Ana terkekeh kecil.
Surya menganggukan kepalanya, "Padahal saya berharap jika kamu adalah pacar Arka."
Ana tersedak minuman nya, "Uhuk, uhuk.."
"Maaf-maaf saya tadi cuma bercanda."
"Oh, iya pak nggak papa." ucapnya cengengesan.
"Sebenarnya saya menemui kamu untuk meminta bantuan sama kamu." jelas Surya membuat Ana menyerit.
"Bantuan? Bantuan apa ya?"
"Saya ingin meminta kamu untuk membantu saya bertemu dengan Adel," Surya menatap Ana, "saya butuh bicara dengan dia, saya ingin meminta maaf kepada dia. Saya tau Arka membenci saya tapi saya berharap Adel tidak akan membenci saya juga."
Ana tampak berfikir. Jika harus membantu Surya bertemu dengan Adel maka dia tidak boleh bicara pada Arka karna pasti cowok itu tidak akan pernah mengizinkan nya.
"Saya mohon, saya tau kamu gadis yang baik maka dari itu saya meminta bantuan kepada kamu."
Ana mengangguk, "Akan saya usahakan."
Surya menghembuskan nafas lega kemudian memberikan kartu namanya pada Ana, "Kamu bisa simpan ini."
"Iya pak, saya akan usahakan sebisa saya."
Surya bangun dari duduknya, "Kamu nggak pulang? Mau saya antarkan?"
Ana mengangguk, "Boleh pak."
Ana mengambil tas dan hp nya kemudian keluar dari cafe itu dan memasuki mobil Surya.
Sementara disalah satu sudut sebuah kota yang cukup besar atau lebih tepatnya di Bogor. Seorang pria dengan jas rapinya sedang duduk disalah satu bangku kantor kekuasaan nya. Sekarang, didepannya terdapat dua orang pria yang sedang berdiri menghadap kearahnya.
"Jadi benar dia berada disitu?" tanyanya. Dia menatap dua pengawalnya bergantian.
"Iya bos, tapi kami tidak berhasil menangkap dia."
Pria tadi menggebrak meja dengan cukup keras, "Bodoh! Hanya mengejar gadis ingusan saja kalian tidak bisa?!"
"Maaf bos. Tapi gadis itu sangat cerdik," ucap salah satunya.
"Aku tidak mau tau, cari dia sampai dapat! Telusuri tempat terakhir saat kalian menemukan dia!"
"Baik bos."
Pria itu menyeringai tajam membuat dua pengawalnya bergidik ngeri.
"Cepat cari dia atau kalian hanya akan tinggal nama!" teriak pria itu sementara kedua pengawal nya dengan cepat keluar dari ruangan tersebut karna mereka tau betul jika bos nya tidak pernah main-main dengan ucapannya.
Tbc.
Segini cukup nggak? Atau kurang panjang? Haha jangan panjang2 kasian author nya ya🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
[AHS#1] Arka
Teen FictionArka Revano Abraham, cowok tampan yang tak mempunyai sifat prikemanusiaan. Cowok dengan sifat sedingin es, dan sekeras batu. Kecelakaan yang terjadi kepada kedua orang tuanya membuat sebagian hidup Arka hancur. Satu-satunya alasan Arka bertahan hidu...