Bram Anggara, pengusaha ternama di Indonesia. Kelahiran Jakarta pada Rabu, 26 Februari 1971
Memiliki istri dan seorang anak gadis namun, dikabarkan jika istri nya telah lama meninggal dan anak perempuannya kabur dari rumah entah kemana. Beberapa media perna—Brak!
Arka membanting semua dokumen itu dilantai. Sesaat kemudian ia mengambil hp nya untuk mencari nomer milik seseorang.
"Gue butuh yang lebih detail dari ini." ucapnya pada seseorang disebrang.
***
Ini sudah keluar dari area rumah sakit dan Arka masih setia menggenggam tangan Ana. Bahkan cowok itu tak sadar bahwa sejak tadi Ana bergerak tak nyaman disebelahnya. Setelah menemukan mobil milik cowok itu mereka kemudian segera menaikinya untuk pulang. Hal yang tak pernah terduga oleh Ana jika Arka membukakan pintu mobil untuknya. Ana hanya melirik sekilas kemudian segera masuk kedalam mobil itu.
Ana menoleh saat Arka memasuki mobil. Saat hendak memakai seatbelt. Hal yang tak terduga dilakukan oleh Arka lagi. Cowok itu mendekat pada Ana sehingga Ana memundurkan tubuhnya dan menahan hembusan nafasnya. Arka melirik Ana, tersenyum kecil saat cewek itu memejamkan matanya.
Setelah selesai, Arka kemudian menarik kembali tubuhnya. Ia mengacak pelan rambut Ana sehingga cewek itu perlahan membuka matanya. Blus..
Sial. Ana mengumpat saat pipinya mulai memanas karna malu. Bisa dia pastikan bahwa sekarang wajahnya sudah memerah karna Arka juga sudah terkekeh melihatnya. Ana berdecak kemudian memukul pelan lengan Arka. Cewek itu kemudian membuang mukanya dan lebih memilih menatap keluar jendela. Arka masih saja terkekeh sambil melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah sakit.
Sunyi melanda disepanjang jalan. Hanya ada suara kendaraan dan juga jantung Ana yang terus bertak tak karuan.
Arka melirik Ana yang sejak tadi bergerak tak nyaman dikursi. "Lo kenapa si? Biasa aja. Gue nggak akan nerkam."
Ana menoleh pada Arka, tak menyangka jika Arka akan menyadari kegugupan nya. "Nggak kok. Gue lagi datang bulan, jadi agak nggak nyaman." bohong.
Arka hanya berdehem kemudian kembali fokus pada setirnya. Hening beberapa saat. Dan itu menyebabkan kegugupan Ana semakin bertambah.
Deg deg deg
"L—lo denger sesuatu nggak?" tanya Ana pelan. Seolah Arka adalah singa yang kapan saja bisa menerkam.
"Apaan si? Nggak ada apa-apa."
Ana terkekeh sebentar. Menyelipkan helaian rambutnya. "Nggak ya? Gue salah denger berarti."
Arka menggelengkan kepalanya kemudian mengelus puncak kepala Ana sayang. Kini tangan nya beralih pada tangan Ana, menarik nya dan menggenggam nya erat.
Ana terkesiap. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan pekikan gembira dari mulutnya. Astaga! Ana akan gila jika Arka terus menerus bersikap semanis ini padanya.
Mereka terdiam dengan fikirannya masing-masing. Arka masih setia menggenggam tangan Ana bahkan saat sedang dalam perjalanan.
"Tangan gue nggak mau dilepas?"
Arka menoleh pada cewek itu. "Gue nggak suka lo ngomong kaya gitu."
"Mmm—maksudnya?"
"Pake aku kamu."
Ana dapat melihat dari kaca jendela bagaimana merahnya pipinya sekarang. Seperti orang bodoh, Ana hanya mengangguk saja menyetujuinya.
Arka tersenyum lembut. Mengecup punggung lengan Ana lama. Demi apapun dia berjanji tak akan membiarkan siapapun menyakiti miliknya. Apalagi itu Ana, gadisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[AHS#1] Arka
Teen FictionArka Revano Abraham, cowok tampan yang tak mempunyai sifat prikemanusiaan. Cowok dengan sifat sedingin es, dan sekeras batu. Kecelakaan yang terjadi kepada kedua orang tuanya membuat sebagian hidup Arka hancur. Satu-satunya alasan Arka bertahan hidu...