Chapter 39

6.3K 250 12
                                    

Aku sudah menelusuri hati dari segala sisi. Menyakinkan kembali rasa ini benar cinta atau hanya sekedar empati. Harusnya aku tak perlu bertanya pada hatiku sendiri. Tapi, kamu ada. Membuatku ragu, pada siapa rasa ini sebenarnya.

StellaAnastasya

***

Ana turun dari taksi yang dia tumpangi setelah sampai ditujuanya. Ya, disebuah kafe yang tak jauh dari rumahnya untuk bertemu dengan Revan. Cowok itu bilang ia ingin membicarakan sesuatu dengan Ana. Jujur saja, Ana tak tau bagaimana perasaanya sekarang. Jika dibilang ia masih mencintai Revan, mungkin iya, atau tidak. Ana benar-benar tidak tau. Atau mungkin dia mencintai Arka?

"Hai, Van." sapa Ana lalu duduk di depan cowok itu. "maaf lama."

"Nggak kok. Aku baru aja."

Ana tersenyum kecil sambil mengangguk. Suasana pun berubah canggung. Keduanya masih enggan membuka percakapan.

"Ada apa?" tanya Ana kemudian setelah menimbang cukup lama.

"Soal hubungan kita.."

Ana terdiam, berharap bukan kabar buruk yang ia dapatkan. Ia sudah lelah menangis, tak bisa kah cowok itu datang dan membuatnya tersenyum? Tak bisakah ia mengerti untuk tidak lagi membicarakan hal itu?

"Kenapa?" tanya Ana datar dengan tatapan lurus menatap kedua manik mata Revan.

"Justru aku yang mau tanya sama kamu gimana kelanjutannya."

Ana tertawa miring. "Bisa nggak sih, Van? Kamu nggak bicarain soal ini lagi? Kita baru ketemu dan kamu udah bahas hal ini? Kamu nggak nanya keseharian aku gimana? Kamu nggak nanya kabar aku gimana? Kamu kok bisa sih kaya gitu? Kamu kenapa sih Van! Kenapa! Bilang!"

"Aku fikir kamu—"

"Kamu mau tau pendapat aku soal hubungan kita gimana? Jujur aja aku cape, Van. Ngadepin sikap kamu yang nggak pernah mau percaya sama aku. Kita emang sama-sama berjuang. Tapi cara kita jauh berbeda. Ibarat mobil yang mogok, aku berjuang buat ngedorong mobilnya untuk maju ke depan tapi kamu malah turun dan keluarin semua tenaga kamu buat ngedorong mundur mobil itu." Ana tertawa miris. "Nggak enak banget rasanya berjuang sendirian. Nggak enak banget pertahanin hubungan yang kamu hancurkan perlahan demi perlahan."

Revan menunduk dalam. "Ak—"

"Berhenti dari band kamu itu atau kita break." ucap Ana dingin.

Revan mengangkat kepalanya. Ia terdiam lama. Ana pun tersenyum miring.

"Kenapa? Nggak bisa jawab? Ken—"

"Kita break."

Ana terbungkam. Pandangannya tiba-tiba lurus entah menerawang kemana. Ternyata benar? Ia tertawa, entah tertawa karna apa. Mungkin, menertawakan nasibnya.

"Aku rasa kita emang perlu benahin diri kita dulu, Na. Mungkin selama kita break kita jadi tau akar masalah dari hubungan ini."

Ana menatap Revan tak percaya. Matanya yang sudah mengeluarkan air mata serta hidung yang memerah, Revan benar-benar kurang ajar. Lelaki memang benar-benar tidak punya hati dan perasaan. "Akar masalahnya itu kamu! Ngapain musti nyari kalo udah jelas-jelas kamu yang ngehancurin semuanya. Terserah apa yang mau kamu lakuin, Van."

Ana bangkit dari duduknya dan mengambil tasnya. "Aku mau pulang."

Revan menahan lengan Ana. "Diluar hujan, ini juga udah jam sepuluh lewat. Aku anterin kamu ya?"

[AHS#1] Arka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang