Chapter 53

6.6K 363 37
                                    

Seberapa kangen lo sama ini cowok?😎

Absen dulu yang nungguin Arka coba mana suaranya😚❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Absen dulu yang nungguin Arka coba mana suaranya😚❤️

Happy reading semuaaahh:)

Arka memasuki salah satu rumah sakit yang terbilang cukup besar di Jakarta. Setelah tadi obrolan dirinya dan Juno, Arka langsung pergi kerumah sakit yang Juno beri tahu.

"Saya mau bertemu dengan Dokter Nia," ucapnya pada salah satu resepsionis yang bertugas.

"Maaf, tapi apa sebelumnya sudah melakukan janji?"

Arka menggeleng. "Belum."

"Maaf tapi jam seperti ini biasanya Dokter Nia sedang sibuk. Mas bisa kesini lagi lain waktu."

Arka menghembuskan nafasnya. "Saya sangat butuh bertemu dengan Dokter Nia. Tolong."

"Maaf mas, mas tetap harus menjalankan prosedur rumah sakit kami," ucap resepsionis itu berusaha sabar.

"Tapi say—"

"Ada apa ini?"

Mereka berdua menoleh keasal suara.

"Begini, dok. Mas ini memaksa untuk bertemu dengan Dokter Nia."

Dokter itu mengangguk kemudian beralih menatap Arka. "Untuk apa kamu mencari Dokter Nia?"

"Saya ingin bertanya tentang salah satu pasiennya. Bram Anggara."

Dokter itu cukup terkejut tentang nama yang Arka ucapkan. Itu adalah rahasia antara dirinya dan Nia. Bagaimana bisa cowok ini mengetauhinya.

"Kamu bisa ikut saya." setelah mengatakannya, dokter itu segera pergi keruang kerja miliknya. Sementara Arka hanya mengikutinya saja.

"Duduk," ucapnya mempersilahkan Arka untuk duduk dikursi didepannya.

"Bagaimana bisa kamu tau tentang Bram Anggara? Apa kamu anak buahnya?"

"Oh, bukan. Saya bukan anak buahnya. Saya kesini ingin menanyakan tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Bram Anggara sehingga harus konsultasi pada Dokter disini."

"Kalo kamu bukan anak buahnya, lalu ada hubungan apa kamu dengan dia?" tanya dokter itu heran.

"Anda tentunya tau bahwa Bram Anggara memiliki seorang putri, bukan?"

"Tentu saja saya tau. Gadis cantik itu, Ana namanya."

Arka menautkan kedua alisnya bingung. "Anda mengenalnya?"

Dokter itu tersenyum kemudian mengangguk. "Tentu. Dulu, gadis itu adalah teman anak saya. Dia anak yang manis dan sangat baik." dokter itu menghembuskan nafas. "tapi tidak begitu baik dengan nasibnya," ucap dokter itu membuat kerutan didahi Arka bertambah.

"Dulu, Ana sering bermain kerumah saya. Saya masih ingat saat dulu tengah malam gadis itu datang kerumah saya padahal saat itu sedang hujan lebat. Dia mengetuk pintu rumah saya dengan keadaan basah kuyub. Kamu tau apa yang dia ingin katakan pada saya? Dia bilang, tante, tante, bunda anfal. Tolongin bunda, ayah nggak ada dirumah. Saya terkejut bukan main saat itu mengingat jarak rumah saya dan rumahnya jauh dan gadis itu tetap berlari menerobos hujan untuk menemui saya." dokter itu menarik nafasnya dalam.

"Saya juga masih ingat saat dulu saat saya tak sengaja menemukan obat penenang ditasnya."

Arka terbelalak. "Obat penenang?"

"Ya, saat mengetahui itu, saya tak langsung bertanya pada Ana. Kemudian saat dia menginap dirumah saya, tengah malam saya tak sengaja mendengarnya menangis. Saya langsung mebuka pintu itu dan ternyata dia bermimpi, dia tidak mengigau. Tapi dimimpi itu dia seperti sedang sangat ketakukan. Keringatnya pun banyak membanjiri tubuhnya. Saya langsung membangun kan Ana saat itu. Saya tanya apa yang terjadi padanya. Dia tidak mengatakan apapun, yang keluar dari mulutnya hanya kata 'takut'."

"Gadis itu gadis yang baik, sangat. Tak pantas dia mendapatkan perlakuan seperti itu dari ayahnya. Kamu tau? Dulu dia hampir saja terkena depresi. Kau bisa membayangkan gadis berusia lima belas tahun harus menghadapi ketakutannya sendiri dan mengkonsumsi obat penenang?" dokter itu menggeleng-gelengkan kepalanya."Setelah mendengar jika bundanya meninggal, sejak saat itu, saya tak pernah lagi melihat nya. Kalo saya boleh tau, kamu siapanya ya?" tanya dokter itu. Bahkan setelah bercerita panjang lebar, ia belum mengetahui siapa laki-laki dihadapan nya ini.

"Saya pacarnya," ucap Arka.

Dokter itu tersenyum kecil. "Sepertinya kamu orang baik, hanya satu yang ingin saya katakan. Jaga baik-baik gadis itu. Jangan biarkan sesuatu membuatnya harus mengkonsumsi obat itu atau bahkan terjebak lagi dalam jurang kegelapan. Kamu tentu tau pengidap depresi bisa saja melakukan hal yang nekat diluar akalnya."

***

Setelah memarkirkan mobilnya, Arka kemudian segera turun dan masuk kedalam rumahnya. Ini sudah pukul sebelas, Ana pasti sudah tertidur. Niatnya untuk mampir kerumah cewek itupun diurungkannya. Ia mengusap wajahnya sambil berjalan menuju kamar. Langkahnya terhenti saat melihat seseorang tidur disofa.

Cowok itu berjalan mendekat. Ia terkejut saat seseorang itu adalah Ana. Dia tidur dengan keadan seperti itu? Pasti tubuhnya akan sakit. Cowok itu berjongkok. Menyelipkan helaian rambut Ana yang menutup wajahnya sehingga karna pergerakan itu, Ana menjadi menguliat dan terbangun.

"Kamu udah pulang?" Ana mengucek matanya sebentar.

Arka tersenyum lembut kemudian mengagguk. Tangannya terangkat untuk mengusap puncak kepala gadis itu. "Kok tidurnya disini sih?"

"Tadi ketiduran," ucapnya sambil terkekeh kecil. "Kamu mau mandi? Aku masakin air ya? Atau mau makan? Biar Aku angetin makanannya." tawar Ana.

Arka menggeleng. "Udah makan tadi."

Ana mengangguk. "Yaudah kamu istirahat aja, ya? Aku mau pulang kalo gitu."

Arka langsung menahan lengan Ana saat gadis itu hendak beranjak. "Mau kemana si? Disini aja."

Ana menghembuskan nafasnya. Tak mungkin jika dia bertanya dari mana cowok itu tadi. Arka pasti tak mau menjawabnya. Tiba-tiba ia terfikir sesuatu lalu segera dia beranjak dan berdiri dibelakang Arka membuat cowok itu menyerit sambil menoleh kebelakang. "Mau ngapain?"

Ana tersenyum. Memutar kepala cowok itu agar menghadap kedepan. Setelah itu Ana memijat pelan dahi Arka dengan gerakan teratur. Arka terkekeh kecil. "Gue jadi berasa punya istri."

Ana tersenyum kemudian melanjutkan kembali kegiatannya. Saat tiba-tiba saja Arka memegang tangannya, Ana pun menghentikan kegiatannya. "Kenapa? Nggak enak ya?"

"Udah malem. Tidur aja sini." Arka menepuk sofa disebelahnya, menyuruh Ana untuk duduk disana. Ana pun mengangguk dan duduk disebelah Arka. Arka kemudian menyuruh Ana membaringkan tubuhnya. Perlahan ia menarik bahu Ana, sehingga kini posisi nya menjadi menyamping.

Ana tersenyum sambil mengeratkan pelukanya.

"Jaga baik-baik gadis itu. Jangan biarkan sesuatu harus membuatnya harus mengkonsumsi obat itu atau bahkan terjebak lagi dalam jurang kegelapan. Kamu tentu tau, pengidap depresi bisa saja melakukan hal yang nekat diluar akalnya."

Demi Tuhan Arka berjanji akan terus bersama Ananya apapun yang terjadi.

Tbc.

[AHS#1] Arka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang