Ana membuka pintu kamar Arka pelan. Nampak cowok itu sedang menelpon seseorang dihpnya.
"Lagi nelpon siapa?"
Arka tersentak kemudian segera mematikan handphone nya. "Ngapain si nggak ngetuk dulu?"
Cewek itu tersenyum lebar. "Lupa."
Tiba-tiba telfon cowok itu berbunyi lagi. Belum sempat Arka mematikan hpnya Ana sudah lebih dulu mengetahui nomer tang tertera disana. "Tante nelfon, lo? Ada apa?"
Arka menggeleng. "Nggak papa."
"Nggak, nggak. Lo pasti bohong kan?" tanya Ana, "tante kenapa, Ar?"
"Tante lo nggak papa, Na."
"Nggak, gue tau. Tante gue nggak mungkin nelpon kalo nggak ada yang penting."
"Udah nggak usah difikirin ya?"
Ana menggeleng. Ia kemudian mengambil hp disakunya dengan tangan yang bergetar. Jujur, dia takut terjadi sesuatu pada tante nya.
"Lo mau ngapain?!" Arka menahan lengan Ana.
"Gue mau nelfon tante!" Ana menepis cowok itu.
"Nggak. Bahaya. Pengawal bokap lo bisa tau lokasi lo."
Ana menggeleng. "Gue nggak peduli." ucapnya menekan setiap kalimat. Setelah menemukan nomer milik tantenya segera cewek itu menghubunginya.
Dia menggigit kuku jarinya yang menandakan dirinya memang sedang sangat cemas saat ini.
Sambungan terhubung. Tapi tak kunjung juga diangkat. Ana lalu menelepon untuk yang kedua kalinya. Tapi, hasilnya tetap sama. Belum sempat dia menekan nomer itu lagi, Arka sudah lebih dulu mengambil hp milik gadis itu.
Ana terisak hebat. "Ini salah gue, Ar. Harusnya gue nggak nyusahin tante gue.."
"Ini bukan salah lo. Berhenti nyalahin diri lo sendiri, Na."
"Harusnya gue nggak ngeropotin tante dan narik dia kedalam hidup gue. Ini salah gue, gue nggak akan maafin diri gue kalo terjadi sesuatu sama tante." Ana semakin terisak.
Cowok berhodie itu mendekat selangkah demi selangkah kemudian langsung meraih badan Ana dan menariknya kedalam pelukan.
"Jangan gini, Na..."
Ana terisak didalam pelukan cowok itu. Harusnya dia cukup tau diri untuk tidak lagi merepotkan tantenya.
Setelah tenang, cewek itu lalu melepas pelukan mereka. Menatap diam Arka masih mencari tentang kebenaran yang belum dia ketahui.
"Tante kenapa?" tanya gadis itu dengan tatapan kosong.
Arka menggeleng. "Tante lo nggak papa. Gue bakal urus itu. Lo sekarang istirahat ya? Nggak usah mikirin ini dulu."
Ana mengagguk pelan. Arka lalu mengantarnya ke kamar Adel dan menyuruhnya istirahat disana.
Setelah mengantarkan Ana dan memastikan cewek itu terlelap Arka segera keluar dari kamar Adiknya untuk menemui Adel dan Adrian yang masih bingung apa yang terjadi antara mereka.
"Kenapa nggak jujur aja si, bang?" tanya Adel pada Arka setelah mendengar penjelasan dari cowok itu.
"Abang takut bakal kaya gini, Del. Abang bukan mau nyembunyiin. Abang cuma nyari waktu yang pas buat ngomong tentang ini ke dia." Arka menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Adrian menggangguk paham. "Tapi bener Del apa kata abang kamu. Ana juga masih ngidap self bamle, kan? Nggak mungkin abang kamu langsung the point ngomong yang sebenarnya terlebih, ini keluarga nya dia."
"Trus sekarang kita harus ngapain?"
"Kita biarin Ana tenang dulu dan buat sementara dia lebih baik nginep disini biar kita bisa lebih mantau kondisi dia." saran Adrian.
***
Hal pertama yang Arka lakukan setelah kesadarannya terkumpul adalah mengecek Ana ke kamar adiknya.
Dia menyerit saat tak menemukan Ana disana. Ini baru jam 7 pagi. Kemana gadis itu pergi?
Arka berlari kecil mencari keberadaan Ana disetiap sudut ruangan. Dia mendesah gelisah saat tak menemukan batang hidung cewek itu.
"Ana!" serunya khawatir.
Dia berlari kecil kaluar rumahnya. Tepat saat dia baru saja keluar untuk hendak pergi kerumah Ana Arka berpapasan dengan Adel dan Adrian.
"Loh? Abang kenapa?"
"Ana mana?" tanya khawatir.
Adel menautkan alisnya bingung. "Bukanya sama abang? Adel sama bang Adrian baru aja beli sarapan. Semalem juga kan Adel nginep dirumah nya Yati."
"Dia nggak ada dimanapun Del, semalem tuh ada tapi tadi nggak ada."
"Balik kerumah kali bang."
"Nggak Del, abang udah nyari dimana-mana tetep aja nggak ada."
Adel yang sejak tadi berusaha tenang pun akhirnya ikut khawatir akan keberadaan gadis itu. "Tadi Adel lewat komplek, taman, sama tempat kak Ana biasa beli nasi juga nggak ada bang."
"Arrggghhh bego! Tolol! Kenapa gue harus tidur si! Gue harus nya ngejagain dia!" Arka menjambak rambut nya frustrasi. Memukul-mukul pelan kepalanya merutuki kecerobohan dirinya.
"Udah, Ar. Kita tunggu sampe agak siang. Barang kali dia cuma jalan-jalan doang. Kalo sampe siang dia nggak balik. Kita cari dia." Adrian menepuk bahu Arka. Memberitahunya semua akan baik-baik saja.
Ya, semua akan baik-baik saja.
***
Ini sudah hampir 2 jam Arka mencari keberadaan Ana disetiap tempat yang biasa dikunjungi cewek itu. Menanyakan kesana-kemari seorang gadis pada setiap orang disana dengan berbekal sebuah foto dihpnya.
"Kita udahin nyari nya dulu, Ar. Ini udah siang. Lo belum makan dari pagi."
"Lo pulang aja kalo emang laper. Gue masih mau nyari Ana."
Adrian menghembuskan nafasnya. Tidak biasanya dia melihat seorang Arka menjadi seperti ini. Cowok itu belum makan sejak pagi hanya karna mencari Ana. Seolah perginya gadis itu adalah kematian baginya.
"Ngapain lo? Udah sana kalo mau pulang, pulang aja," ucap Arka tanpa menatap Adrian.
Adrian tersenyum kemudian merangkul sahabat nya tersebut. "Gue temenin lo, masalah perut, biar belakangan. Kita cari Ana dulu." ucapnya. Bahkan kini lebih antusias dari pada Arka.
Arka mengangguk lalu melanjutkan kembali pencarian mereka. Jika dia dapat memutar waktu barang sedetik, dia harap dia bisa menahan agar Ana tak pergi seperti ini. Demi tuhan dia tak akan memaafkan dirinya jika terjadi sesuatu pada gadis itu.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
[AHS#1] Arka
Teen FictionArka Revano Abraham, cowok tampan yang tak mempunyai sifat prikemanusiaan. Cowok dengan sifat sedingin es, dan sekeras batu. Kecelakaan yang terjadi kepada kedua orang tuanya membuat sebagian hidup Arka hancur. Satu-satunya alasan Arka bertahan hidu...