Jangan forget buat follow instagram gue! @zalhrotul13_
Happy reading...
Sudah beberapa hari semenjak kejadian dirumah sakit waktu itu. Ana juga sudah menjalankan aktivitas seperti biasa meski kini dia akui jika sangat jarang berkabar dengan Revan. Jika dia menelfon cowok itu selalu sibuk dan terus sebaliknya.
Arka juga mengatakan bahwa Ana harus cek up kedokter setiap 2 minggu sekali untuk memastikan keadaanya.
Benar apa yang Arka kata kan. Ana harusnya bersyukur dikelilingi orang-orang yang menyanginya jika diingat dia baru mengenal beberapa bulan saja dengan mereka.
Sekarang dia baru saja membeli makan malam untuk dirinya, Adel, Arka dan Adrian. Ya, cowok itu seperti biasa numpang makan atau hanya sekedar numpang nonton televisi.
Ana menaruh tas nya dimeja makan kemudian mengambil air putih dikulkas. "Jangan diabis dong, Ad!" gerutunya. Dengan cepat Ana menarik kebab miliknya.
"Lagian si lo beli kebab satu doang! Udah tau si Adel pelit orangnya nggak mau bagi-bagi."
"Yeuh! Gue kan beli kebab buat gue. Lagian lo udah gue beliin sate masih aja komplen."
Adrian memelas-melaskan wajahnya. "Bagi dong, Del. Dikit aja.."
"Nggak."
"Pelit lo gue sumpahin kuburan lo sempit biar nggak bisa masuk. Secara lo kan lebar." cowok itu tertawa terbahak sementara Adel langsung mencubit tangan nya keras.
"Ngeselin lo bang! Gue ini bukan lebar, bentuk tubuh kayak gue gini tuh ideal namanya!"
"So tau lo ceker ayam."
Ana terkekeh geli melihat tingkah mereka. Namun dia tersentak saat Arka tiba-tiba menariknya menuju kamarnya. Cowok itu melepas cengkraman ditangan Ana kasar sehingga gadis itu sontak terduduk kasur.
Sementara Ana memegang pergelangan tangan nya yang memerah akibat bekas cengkraman Arka.
"Lo kenapa si?" tanya Ana heran.
Arka menunjukkan sebuah kartu pada Ana. "Lo ngapain nyimpen kartu nama pria itu?" dia melempar kasar kartu itu kewajah Ana.
Ana menundukan kepalanya tak berani bertatap langsung dengan mata elang milik Arka.
"Udah gue bilang gue nggak suka lo ikut campur apalagi sama pria itu! Ada urusan apa lo sama dia?"
Ana semakin tertunduk saat mendengar suara dingin Arka. "Gu-gue ayah lo maksud gue pak Surya minta gue buat nemuin dia sama Adel." Ana berucap lirih.
"Terus lo ngiizinin? Tanpa bilang apapun sama gue? Lo siapa? Punya hak apa sampe bisa ambil keputusan kaya gitu?!"
Ana menundukan kepalanya.
"Jawab!" Arka sedikit berteriak membuat Ana tersentak kaget.
"Gue tau gue salah, Ar. Oke kalo setelah ini lo nggak mau lagi jadi sahabat gue, gue terima itu. Gue tau kesalahan gue fatal kali ini." Ana memberikan diri menatap Arka, "tapi plis, maafin bokap lo. Dia cuma manusia biasa, Ar. Mungkin setelah gagal menjadi suami buat nyokap lo, dia juga gagal jadi ayah yang baik buat lo."
"Arka gue tau lo marah sama Pak Surya, lo kecewa kenapa dia bisa gitu dulu sama lo dan nyokap lo. Tapi satu yang perlu lo inget, Ar. Sekejam apapun dia dimata lo, seegois apapun dia dimata lo, dia tetep ayah lo! Dan nggak ada satupun alasan didunia ini yang bisa mutusin ikatan darah kalian!"
Arka diam. Tak mengelak apapun yang gadis itu ucapkan.
"Lo harusnya bisa liat sorot mata dia, Ar! Dia nyesel, bener-bener nyesel! Lo bakal jadi orang jahat kalo nggak mau maafin dia."
Ana mengusap aimatanya. Kenapa dia menangis hanya karna menceritakan ini.
"Kalo emang setelah ini lo nggak mau maafin gue nggak papa kok." Ana tertawa garing, "gue siapa si sampe bisa selancang itu ikut campur urusan lo?"
"Gue terima kalo lo udah nggak mau temenan sama gue lagi tapi please kasih satu kesempatan buat bokap lo," ucap gadis itu sebelum pergi dari sana.
Harusnya dia bisa menebak akan seperti apa jika dia menyembunyikan sebuah kebohongan. Ini salahnya. Dia harus menerima konsesuesi nya. Tapi mengapa seakan berat? Kenapa harus ada rasa sakit? Ada apa dengan hati gadis itu sekarang.
Ana berlari menuju rumahnya sementara Adrian dan Adel hanya menatap heran keduanya.
***
Jika biasanya jam istirahat kedua Ana habiskan dikelas kali ini gadis itu lebih memilih menyaksikan pertandingan bola yang diisi Adrian, Nathan dan teman-teman nya.
Bukan hanya Ana yang menonton tapi banyak juga siswi yang menonton bahkan berteriak sehingga membuat suasana lapangan menjadi ramai.
Tadi sebelum memutuskan menyaksikan pertandingan Nathan dan Adrian Ana sudah dulu mencari keberadaan Arka. Tetapi ia berhenti mencari tatkala menangkap dua orang duduk di sebrang lapangan. Sebenarnya jika dilihat dari posisinya sekarang sangat tak mungkin jika Arka tak menyadari keberadaan Ana. Namun sepertinya cowok itu tak perduli atau mungkin sudah tak mau tau lagi.
Bukan tanpa alasan Ana mengurungkan niatnya meminta maaf pada Arka. Dia hanya takut mengganggu waktu Arka dan Cindy. Ia menatap dua orang tersebut dengan tatapan yang sulit diartikan. Sepertinya memang benar jika posisi nya sudah tergantikan oleh Cindy.
Tiba-tiba seseorang duduk disamping nya tanpa meminta persetujuan.
"Lo kenapa, Na? Lagi marahan sama Arka?"
Ana menggeleng cepat. "Nggak."
"Kalo nggak kenapa tadi pas istirahat pertama lo nggak duduk dimeja kita? Terus kenapa si Arka diem sama lo?"
Sarah jadi mengingat kejadian dikantin saat tempat duduk Ana diambil alih oleh Cindy untuk kedua kalinya. Jika biasanya Arka akan mengantarkan Ana kesekolah. Pagi ini berbeda karna Sarah melihat bahwa Arka malah mengajak Cindy atau mungkin cewek itu yang memaksa.
Sarah tau betul Arka adalah cowok yang tak semudah itu meminjamkan tumpangan bahkan sampai sekarang pun Ana harus memohon dulu jika ingin diantarkan oleh nya.
"Gue sama Arka nggak papa, Sar." Ana meneguk air minumnya.
"Beneran nggak mau cerita?" tanya Sarah memastikan.
Ana terkekeh kecil. "Cerita apa? Orang gue nggak papa kok."
Ana menggelengkan kepalanya melihat tingkah Sarah. Matanya kemudian teralih pada Cindy dan Arka disebrang sana. Kenapa harus ada kecewa padahal Ana tau bahwa mereka bukan apa-apa.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
[AHS#1] Arka
Teen FictionArka Revano Abraham, cowok tampan yang tak mempunyai sifat prikemanusiaan. Cowok dengan sifat sedingin es, dan sekeras batu. Kecelakaan yang terjadi kepada kedua orang tuanya membuat sebagian hidup Arka hancur. Satu-satunya alasan Arka bertahan hidu...