04

27.6K 3.7K 645
                                    

“oh, kakak ambil management?”

seonghwa mengangguki pertanyaan wooyoung.

“kirain aku anak band kampus anak fisip semua.”

wooyoung mendelik ke arah mingi yang sepertinya hendak mengeluarkan suara.

“ngatain apatis lagi, gue tonjok lo.”

mingi segera menutup mulutnya kembali, hal yang akan ia lontarkan berganti dengan cengiran lebar untuk temannya itu.

sementara seonghwa secara refleks mengalunkan kekehan lembutnya.

“mingi, apatis itu hak, yang penting gak ngerugiin orang lain,” imbuh seonghwa, pada si surai mencolok yang sibuk mengunyah kacang asinnya.

“denger tuh!”

wooyoung melempar kulit kacang ke arah mingi, kemudian mendengus sebal.

si surai ungu itu beralih untuk menyandarkan punggungnya pada tembok sambil tak ada hentinya mengunyah kacang yang seonghwa kupaskan untuknya.

pandangan mata milik wooyoung berpindah, tertuju pada san yang duduk diam sibuk dengan ponsel di tangannya.

entah apa yang si choi itu lihat sampai wajahnya seserius itu, dia bahkan memakai earphonenya dan memasang volume yang tak terlalu keras namun cukup membuatnya terhindar dari kebisingan sekitar.

“woy!”

“anjing!”

wooyoung hampir melepaskan tawanya ketika menangkap wajah terkejut san yang terlihat sedikit konyol.

“apa sih, bajing?!”

san melepas earphonenya, menatap mingi dengan raut sangat kesal.

“serius banget, nonton apa lo?” tanya mingi.

“bokep.”

seonghwa menggeleng-gelengkan kepalanya dengan malas.

“untung jongho gak ada, bisa-bisa adek lo keracunan tontonan biadab lo itu,” cibir seonghwa.

“gak papa kali, kak. jongho udah gede, belajar sejak dini itu bagus,” timpal san dengan santai.

“gue kasian sama jongho, punya abang bukannya ngajarin yang bener malah ngajak maksiat.”

seonghwa tertawa, mengulurkan tangannya untuk menepuk puncak kepala mingi.

“gak bakal berani san ngajak jongho maksiat, mau ditampol yeosang?”

mingi ikut tertawa, lantas membenarkan seruan kakak tertua grupnya itu.

“eum.. kak seonghwa..”

seonghwa menoleh ke arah wooyoung yang duduk di sampingnya ketika si surai ungu itu memanggilnya dengan suara yang pelan.

“iya, young, kenapa?”

“aku pulang, ya?”

kedua alis yang lebih tua terangkat, “oh, sekarang? mau dianter?”

wooyoung menggeleng sambil menyunggingkan senyum tipisnya.

“aku bawa motor, duluan ya, kak.”

seonghwa mengangguk, menjabat uluran tangan wooyoung sebagai salam perpisahan.

“min, gue duluan.”

wooyoung mengulurkan telapak tangannya, dan dibalas dengan high five yang sering sekali keduanya lakukan ketika hendak berpisah.

“hati-hati, jangan ngebut. bawa motor yang bener, woo.”

“iya bawel.”

lelaki jung itu hendak beranjak pergi, hampir saja mengangkat kakinya sebelum teringat satu lagi sosok yang ia lupa untuk disalami.

gonbae, woosan.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang