57

13.5K 1.9K 461
                                    

ting tong!

butuh beberapa menit bagi san menunggu di depan apartemen wooyoung, sebelum pintu di depannya terbuka, menampilkan sosok sang kekasih yang terlihat―eum.. sedikit berantakan?

hanya sedikit.

lelaki manis itu masih mengenakan piamanya, ditambah apron berwarna merah yang melekat di tubuhnya. ada noda tepung yang sangat kontras di pipi dan dagu si jung, jangan lupakan kedua tangan itu juga sangat kotor dengan noda tepung.

“kamu.. ngapain?” tanya san.

wooyoung tersenyum kaku sambil menggaruk pipinya, otomatis noda tepung itu semakin banyak di sana.

“bikin kue, masuk dulu, jangan lupa tutup pintu.”

san terkekeh gemas ketika wooyoung berbalik menangkap sebuah kunciran pada rambut belakang wooyoung yang semakin memanjang.

si sulung choi itu lekas masuk ke dalam, tak lupa menutup pintu sesuai perintah si manis lantas melesat menuju dapur setelahnya.

mulut san menganga melihat kondisi dapur wooyoung saat ini.

tepung terigu berhamburan di atas meja makan, sekitar tiga butir telur malang pecah dan mengotori lantai.

“kamu gak biasanya masak seberantakan ini.”

san menghampiri wooyoung yang sedang membereskan tepung terigu di atas meja untuk ia masukkan ke dalam baskom kecil.

ia tak berbohong tentang apa yang ia katakan, wooyoung itu rapi, sangat rapi, dia tidak pernah seberantakan ini dalam hal memasak. san cukup terkejut melihat ternyata kekasihnya bisa membuat kekacauan seperti ini.

“dari semalem aku kepikiran mau bikin cookies. tadi bangun pagi-pagi banget, mungkin gara-gara masih ngantuk aku buka bungkus tepungnya kelewatan sampe tumpah.”

wooyoung mencebikkan bibirnya sebal, “tadi telurnya kena siku, jadi jatuh. ck, harusnya gak ngeluarin telur dulu tadi,” misuhnya.

“lain kali tunggu nyawanya ngumpul dulu baru ke dapur, semangat banget kamu masak pagi-pagi,” kata san sambil mengusak surai hitam wooyoung.

“niatnya sambil nunggu cookiesnya jadi di oven, aku masak sarapan buat kita berdua,” balas wooyoung sambil mengusap matanya.

sayangnya, wooyoung melupakan tangannya yang penuh dengan tepung itu, membuat mata kanannya kemasukan tepung dari tangannya.

“aaaa, san!”

wooyoung panik, matanya sedikit perih, ia hendak menguceknya tapi san menahan pergerakan lengannya.

“jangan dikucek, nanti makin banyak tepung masuk ke dalem mata kamu.”

san mendekatkan bibirnya ke arah mata wooyoung, lantas meniupnya dengan lembut.

“san.. perih,” rengek wooyoung.

“tahan dulu, lagian kamu ceroboh banget.”

sulung choi itu kembali meniup-niup mata wooyoung di sela ringisan sang empu yang merasa sedikit sakit sekaligus geli di matanya.

“coba, kedip-kedipin.”

si manis menurut, mengedip-ngedipkan matanya dengan pelan.

“mendingan?”

“eung!”

wooyoung mengangguk lantas mendongak, cengiran lebar terulas cerah dan amat manis.

“makasih, san!”

gonbae, woosan.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang