52

14.8K 2.1K 280
                                    

brak!

san bahkan baru memarkirkan dan mematikan mesin mobilnya dengan benar di basement rumah sakit, wooyoung sudah melesat keluar begitu saja.

panik karena melihat wooyoung terus berlari tertatih, san lekas menyusulnya, khawatir karena bisa saja si manis itu terjatuh.

“wooyoung tunggu! jangan lari!”

san semakin mempercepat laju larinya ketika wooyoung masih berlari sambil terseok-seok di depannya.

grep!

berhasil menyusul, san dengan sigap menangkap pergelangan tangan wooyoung, menahan kekasihnya itu untuk berhenti berlari.

“jangan lari, please. lo lagi kaya gini.”

wooyoung menggeleng, “gak bisa san, gak bisa!”

san merasa heran kenapa wooyoung bisa sepanik ini.

bukannya si jung itu membenci kedua orang tuanya?

“permisi, ugd sebelah mana?”

san bertanya pada seorang perawat yang berjalan melewatinya. setelah mendapat petunjuk dari wanita berseragam putih itu, wooyoung kembali melesat, kali ini tidak terlalu cepat karena san memegangi tangannya.

keduanya terlihat celingukan, mencari-cari ruang ugd yang ditunjukkan perawat tadi.

“bude! pakde!”

hingga mata wooyoung menemukan dua pengasuh kesayangannya sedang terduduk di depan ruangan yang mereka cari sedari tadi, keduanya lekas menghampiri wanita tua itu.

“eh, adek!”

bude berdiri dan saat itu pula langsung dihantam pelukan erat wooyoung.

“hiks.. bude, gimana?”

wooyoung menangis, benar-benar menangis dengan gurat wajah ketakutan.

“belum ada kabar dari dokter di dalem, adek tenang, ya.”

dan wooyoung semakin mengencangkan tangisnya, sementara bude terus menenangkan lelaki manis kesayangannya itu.

san yang melihatnya menatap sendu sang kekasih. di samping san, pakde menepuk bahunya, membuatnya menoleh pada lelaki tua itu.

“memang ikatan darah dan perasaan itu gak main-main. sebenci apapun dek wooyoung sama orang tuanya, dia tetep nangis,” ucap pakde.

sekarang san paham, kenapa wooyoung sepanik itu, sehisteris itu tangisnya jika tidak ditenangkan bude.

ikatan, darah, perasaan.

iya, tuhan benar-benar tidak pernah tidak sempurna menciptakan sebuah ikatan hati. wooyoung yang selalu berseru jika dia membenci kedua orang tuanya justru masih memiliki nurani yang sangat tulus.

cukup lama mereka menunggu setelah kedatangan san dan wooyoung, akhirnya pintu itu terbuka, sosok tinggi berumur yang mereka ketahui adalah seorang dokter yang menangani kedua orang tua wooyoung keluar dari sana.

wooyoung lekas menghapus air matanya, lantas menghampiri pria itu.

“dokter, gimana ayah sama bunda saya? mereka baik-baik aja, kan, dok?”

pria dengan pakaian hijaunya itu menghela napas.

“kritis. kecelakaan yang mereka alami cukup parah, pak jung kehilangan banyak darah.”

tangan yang masih ada dalam dekapan hangat tangan bude itu bergetar, air mata bahkan mulai kembali menggenang di pelupuk mata wooyoung.

“t-terus gimana, dok? orang tua saya bisa selamat? bunda gimana?” tanya wooyoung dengan suaranya yang bergetar.

gonbae, woosan.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang