“bude! pakde!”
wooyoung tersenyum sumringah, berhambur memeluk dua tubuh tua yang berdiri di depan pintu apartemennya.
ini sangat kebetulan ketika wooyoung baru datang bersama san dari basement dan menemukan dua orang kesayangannya ada di depan pintu apartemen.
“aduh, adek ini dari mana aja, hm?”
sang wanita tua mengusap surai wooyoung dengan penuh kasih sayang.
“baru pulang dari kampus, bude. kalian juga ke sini gak ngabarin wooyoung dulu.”
baru kali ini san melihat sosok wooyoung yang begitu manja bak pada orang tua sendiri. dia seperti anak kecil yang dijemput orang tua pulang sekolah, terlihat bahagia.
“masuk, yuk!”
wooyoung menggandeng kedua tangan kedua tangan sedikit keriput itu dengan erat, senyum tak pernah luntur dari wajahnya.
teringat akan sesuatu, kepala wooyoung menoleh ke belakang, tersenyum melihat san yang hanya berdiam sambil memperhatikannya.
“san, masuk dulu. gue kenalin sama orang tua gue.”
sang lelaki tua tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. wooyoung ini memang benar-benar menyayangi mereka, selalu memperkenalkan mereka pada semua teman-temannya sebagai sosok orang tua.
“nak, ayo masuk.”
pakde menghampiri san, mengajak si lelaki choi itu dengan intonasi ramahnya.
san mengangguk, tersenyum kemudian mengekori san dan bude bersama pakde di sampingnya untuk masuk ke dalam apartemen wooyoung.
“adek udah makan?” tanya bude.
“belum bude.”
san tak bisa melunturkan senyumnya melihat wooyoung yang tidak pernah melepaskan pelukan eratnya pada tangan sang wanita tua dengan sifat keibuannya itu.
“bude bawa makanan buat adek, lagi kangen masak buat adek, nih.”
tiga kotak tupperware susun bude taruh di atas meja tamu.
“adek kenapa jarang pulang? ayah sama bunda nanyain terus.”
wooyoung menggelengkan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan si wanita kesayangannya itu.
“ayah bunda tau gak bude sama pakde kesini?” tanya wooyoung.
bude menggeleng, “engga, ayah sama bunda lagi gak ada di rumah.”
“oh..”
tubuh yang semula terus bersandar di bahu wanita tua kesayangannya itu bangkit, menatap bude dan pakde bergantian, kemudian beralih menatap san yang duduk diam.
“bude, pakde, ini san.”
dua orang tua itu menoleh pada sosok san, sementara yang diperkenalkan mengulas senyum sambil membungkuk sopan.
“saya choi san, pak, bu.”
bude memperhatikan san dari atas sampai bawah dengan serius, kemudian beralih menatap wooyoung.
“oalah, pantes toh betah banget di sini. ada orang ganteng.”
wooyoung mencebikan bibirnya sebal, “apa sih bude. orang wooyoung suka ke sini tiap ayah bunda berantem,” katanya, membuat pembelaan.
“tapi gak pernah sampe selama ini loh kamu di sini, dek.”
itu pakde yang berseru, sambil mengusak surai ungu wooyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
gonbae, woosan.✔
Fanfiction🔞건배하자 𝐥𝐢𝐤𝐞 𝐚 𝐭𝐡𝐮𝐧𝐝𝐞𝐫. ―dom san! sub wooyoung! ―harsh word! ―written in lowercase.