“kamu apain san sampe dia sebucin itu, nak?”
wooyoung menggaruk pipinya sambil memasang senyum gugup.
“s-saya juga gak tau om―”
“papa.”
si jung mengangkat kedua alisnya ketika pria dewasa di hadapannya itu memotong perkataannya.
“kamu manggil istri saya mama, tapi sayanya gak dipanggil papa juga.”
sekarang wooyoung tahu dari mana san mendapatkan sikap tengil itu.
papanya.
meski begitu, san jauh lebih tengil dari sang papa.
“o-oh, maaf, pa.”
papa tersenyum melihat bagaimana sosok manis itu menunduk gugup dengan tangan sibuk memainkan ujung kemejanya.
“gemes kan, pa? coba pikir kenapa kakak sebucin itu?”
mama datang sambil membawa masakannya yang masih hangat dengan asap mengepul di atas meja, lantas mengambil duduk di samping suaminya.
sementara itu sang papa mengangguk-anggukkan kepalanya seraya menatap wooyoung dengan tatapan sangat bersahabat.
ini di luar ekspektasi wooyoung, kedua orang tua san begitu baik dan lembut padanya bahkan di pertemuan pertama. tidak seperti kebanyakan orang tua menyebalkan yang bertanya-tanya tentang latar belakang dengan wajah dingin.
“papa jangan liatin kak woo terus, itu abang ngeliatin papa.”
mendengar celetukan jongho, papa menoleh ke arah anak sulungnya yang duduk di samping wooyoung.
san sedang menopang dagunya sambil menatap sang papa dengan raut datar. terkesan tidak sopan menatap orang tuanya seperti itu, untungnya papa sudah tahu dan terbiasa dengan sikap menyebalkan putra sulungnya.
“gak bakal papa ambil, kak. gak usah ngeliatin papa kaya gitu.”
san mendengus sebal, “papa liatin pacar aku kayak pedo gitu gimana gak curiga?”
“kurang ajar.”
cengiran lebar terulas di bibir san sampai dimplenya tergurat di kedua sisi pipi bawahnya. kedua telapak tangannya di tempelkan, membuat gestur permintaan maaf untuk sang papa.
“papa potong uang jajan kamu ya, san.”
“ih, jangan gitu lah, pa.”
“potong aja, pa. punya uang juga dipake clubbing mulu,” celetuk jongho yang sudah menyendokkan nasi ke atas piringnya.
papa melotot horor kemudian menatap wajah sulungnya dengan tajam.
“masih aja?!”
“e-eh, p-pa.. udah ngga, kok. udah jarang.”
bukan, itu bukanlah pembelaan yang keluar dari mulut san melainkan dari mulut wooyoung, mendahului san yang hendak melakukan pembelaan.
melihatnya, urat wajah papa mengendur, tak jadi meluapkan emosi karena wooyoung berbicara terlalu lembut.
benar kata istrinya, tak heran san sebucin itu, kekasihnya selembut ini.
“huh, papa percaya kalo yang ngomongnya wooyoung.”
san mengusap dadanya kemudian menatap wooyoung untuk mengunjukkan jempolnya pada sang kekasih.
“udah, yuk sarapan!”
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
wooyoung menyunggingkan senyum bahagianya sambil memandangi sebuah kebun dengan begitu banyak bunga yang tertanam di atas tanah luas terawat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
gonbae, woosan.✔
Fanfiction🔞건배하자 𝐥𝐢𝐤𝐞 𝐚 𝐭𝐡𝐮𝐧𝐝𝐞𝐫. ―dom san! sub wooyoung! ―harsh word! ―written in lowercase.