34

16K 2.4K 551
                                    

san menghela napas panjang, tangannya merogoh saku jaketnya untuk mengambil sesuatu.

rokok.

sepuntung nikotin itu ia selipkan di sela mulutnya, kemudian ia bakar ujungnya dengan api dari pematik di tangannya.

mulutnya menghisap rakus benda yang sesekali ia nikmati ketika suntuk itu lantas ia hembuskan napasnya hingga asap itu keluar dari mulutnya.

san mengedarkan pandangannya ke sekitar halaman belakang rumah pengasuh wooyoung. terasa sejuk pagi ini ditambah kicauan burung yang membising memasuki indra pendengarannya.

suasana seperti ini jarang sekali san dapatkan di ibu kota. tak ada pohon rindang, tanaman penuh bunga-bunga, juga rerumputan dengan embun pagi yang membasahi permukaannya.

pantas saja wooyoung betah di sini. benar kata seonghwa, suasana desa lebih menyenangkan dari pada suasana kota yang bising dengan kendaraan berlalu lalang.

san kembali menghisap rokoknya untuk kemudian menghembuskan asap yang lebih banyak lagi dari mulutnya.

“lo bisa bikin tanaman bude mati kalo nyebat di sini.”

perhatiannya tertarik pada suara familiar yang sangat ia rindukan untuk didengar dengan ucapan tertuju padanya.

wooyoung, berjalan ke arah keran di dekat kursi yang san duduki, memasangkan selang pada keran tersebut kemudian menghidupkan airnya.

san hanya diam memperhatikan wooyoung yang kini terlihat mulai menyirami bunga-bunga beragam jenisnya itu.

anak itu terlihat berbeda, bahkan hanya dengan perubahan warna rambut saja. raut wajahnya terlihat datar tak berekspresi, tak ada warna ekspresi yang san lihat dari pahatan wajah manis itu.

apa karena ada san?

sepertinya iya.

“kalo dia menghindar jangan diem aja.”

san jadi teringat dengan perkataan hongjoong semalam.

dia merasa dirinya sangat payah sekali, harusnya tidak usah diberi tahu, harusnya pula ia tahu apa yang harus dilakukan.

wooyoung jelas akan terus menghindarinya jika san tak berusaha membuka pembicaraan dan menarik afeksi si lelaki jung itu.

“wooyoung.”

san mencoba memanggil wooyoung dan tak digubris oleh sang empu.

oke, tak apa, baru mencoba sekali.

“jung wooyoung.”

panggilan kedua pun tak digubris, wooyoung masih tetap menetapkan atensinya pada bunga-bunga yang ia sirami.

san menghela napas sabar, “wooyoung gue mau bicara.”

wooyoung beranjak, bukan untuk menghampiri san tetapi mematikan keran karena kegiatannya sepertinya telah selesai.

san mendengus, mematikan rokok yang ada di sela jarinya kemudian beranjak menghampiri wooyoung yang mulai melangkah pergi, berniat kembali masuk ke dalam.

sret!

grep!

tubuh wooyoung tersentak ketika san menarik pergelangan tangannya untuk kemudian mendekap tubuhnya yang lebih kecil.

“gue kangen sama lo.”

wooyoung hanya diam ketika bisikan itu ia dengar tepat di depan telinganya. tak ada pemberontakan yang ia lakukan bahkan ketika san semakin mengeratkan pelukannya.

gonbae, woosan.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang