17

20.2K 2.8K 290
                                    

pagi ini san memaksa wooyoung untuk ikut bersamanya pergi ke sebuah gor di pusat kota, menemani san yang akan melakukan latihan untuk pekan olahraga fisip yang akan dilaksanakan dua minggu lagi.

wooyoung sebenarnya malas, sangat malas. bukannya tak mau menemani san, ia bahkan senang-senang saja, tapi apa tak ada tempat lain selain gor pusat kota?

dari tempat duduknya, wooyoung tak pernah melepaskan pandang pada san yang sibuk latihan dengan bola volly bersama teman-temannya.

wooyoung melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, ia mendesah cemas.

“semoga selesai sebelum jam 3,” gumamnya.

tapi, sekarang bahkan jam sudah menunjukkan pukul setengah 3 dan mereka baru akan bertanding, latihan sebagai gambaran nanti saat pekan olahraga.

wooyoung menghela napas, memasangkan kupluk hoodie milik san yang ia kenakan untuk menutupi kepalanya, juga tak lupa menarik semakin turun topi hitam yang juga milik san untuk semakin menutupi wajahnya.

sambil bersandar pada kepala kursi di tribun kanan, wooyoung kembali fokus memperhatikan san dan teman-temannya yang sedang bertanding volly.

wooyoung mengulas senyum tipis melihat bagaimana dengan mahirnya san melakukan passing dan smash pada bola vollynya. seperti sudah berpengalaman sekali.

ia menyukai bagaimana senyum bahagia san ketika si sulung choi itu kembali mencetak skor dan melompat kegirangan.

“pemenangnya tim a!”

setelah peluit kencang menggema, sorakan riang tim san menyusul, lalu seseorang mengintrupsi untuk beristirahat.

wooyoung mengulurkan botol minum di tangannya ketika san menghampiri ke arah tempat duduknya.

san terkekeh pelan, “lo kaya buronan, wooyoung,” ucapnya, sambil mengambil spot kosong di samping wooyoung untuk ia duduki.

“apa udah cukup tertutup?” tanya wooyoung, meminta pendapat san.

sedangkan si choi yang ditanya menyernyitkan keningnya bingung.

“lumayan.. kenapa, sih?”

wooyoung menggeleng sambil mengulas senyum.

“gak papa.”

san mengangkat sebelah alisnya, kemudian mengedikkan bahu tak acuh dan mulai meminum air dalam botol yang wooyoung berikan padanya.

“masih ada latihan lagi?” tanya wooyoung.

“kayaknya engga, paling nanti ada briefing sebentar.”

wooyoung mengangguk, dalam hati bergerutu kapan ia bisa pulang dari sini.

“lo masih ngambek, ya?”

kepala wooyoung kembali ditolehkan ke arah san.

“ngambek kenapa?”

“gara-gara tadi pagi gue bangunin lo buat ikut ke sini.”

wooyoung menggeleng, “engga.”

“masa?” tanya san tak yakin.

wooyoung merotasikan bola matanya dengan malas.

“kalo gue ngambek, gue gak mau ngobrol sama lo sekarang.”

san terkekeh, mengulurkan tangannya untuk merangkul bahu wooyoung.

“abis dari tadi lo keliatan lemes banget, kirain lo ngambek sama gue.”

“gue lagi mikir kapan kita cepet pulang,” timpal wooyoung.

gonbae, woosan.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang