24

18.1K 2.6K 211
                                    

“a-aduh..”

san meringis kecil ketika wooyoung menekan lembut lebam biru yang bersarang di tulang pipinya.

sementara itu wooyoung tak mempedulikan ringisan si sulung choi di depannya, dia melanjutkan kegiatannya tanpa mengeluarkan sepatah katapun, terlalu fokus mengompres setiap lebam yang ada di beberapa lekuk wajah san.

sebenarnya luka yang san dapat tidak terlalu parah, hanya lebam di rahang dan tulang pipi, juga luka sedikit berdarah di bagian pangkal hidung.

“lain kali bisa, kan, gak pake kekerasan?”

setelah cukup lama keduanya dilanda hening dalam ruang kesehatan yang sepi, wooyoung akhirnya mau membuka suara.

“gak bakal kaya gini jadinya.”

wooyoung kembali berseru, sambil mengoleskan sebuah cream yang san tak tahu apa itu di atas lebamnya.

“iya, maaf, ya,” ucap san sambil mengusap surai ungu milik wooyoung.

anggukkan san dapatkan dari sosok favoritnya itu.

“lo gak papa?” tanya san.

wooyoung mengalihkan tatapannya dari lebam pada mata san.

“apanya?”

“yang tadi gue berantem, lo gak papa?”

helaan napas keluar dari mulut dan hidung wooyoung, “yunho ngasih tau?”

“jangan balik nanya, purple.”

wooyoung menunduk, beralih mencari kapas dan alkohol dalam kotak p3k untuk mengobati luka berdarah san.

“ya, tapi yunho udah keburu bawa gue, jadi gak papa,” balas si surai ungu.

san mengulurkan sebelah tangannya, menggenggam tangan yang selalu pas dalam dekapan tangannya, hingga membuat perhatian wooyoung kembali terarah untuknya.

“kenapa gak pernah cerita punya panic attack?”

wooyou tersenyum, beralih mengusap punggung tangan san yang menggenggam erat tangannya.

“ini gak parah,” ucapnya.

“sering kambuh?”

pertanyaan san ditanggapi dengan gelengan kecil dari wooyoung.

“engga, gue kan jarang di rumah.”

ah, san mengerti maksud dari ucapan wooyoung yang satu ini. sudah pasti penyebab dari tumbuh dan kambuhnya adalah hal ini, rumahnya, orang tuanya.

“orang tua lo tau?”

kekehan kecil mengalun dari bibir wooyoung, “kalau pun tau, mereka gak akan cukup peduli.”

sebegitu mereka tak menginginkan kehadiran wooyoung yang bahkan hasil dari perbuatan mereka sendiri?

san benar-benar tak habis pikir.

“kalo gitu jangan sering-sering pulang ke rumah,” kata san.

wooyoung mengangguk, “gue pulang sesekali kalo mereka gak ada.”

“ajak gue kalo pulang, ya?”

“ngapain? mau misahin ayah bunda gue kalo berantem?”

“bukan.”

san mencubit gemas pipi wooyoung, “buat jagain lo, hehe.”

wooyoung mendengus sebal, “gue gak perlu dijagain, udah gede,” katanya sambil mulai melepas genggaman tangan san untuk kembali meraih kapas dan alkohol.

gonbae, woosan.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang