58

13.2K 1.9K 87
                                    

wanita cantik itu mengangkat kedua alisnya, sedikit terkejut menemukan san dan wooyoung yang berdiri di depan pintu rumahnya.

“ya ampun, kamu gak bilang mau ke sini?”

wooyoung tersenyum ketika mendapat pelukan hangat itu, ia membalasnya, masih sedikit canggung, tapi tidak secanggung saat awal mulai mengakrabkan diri.

“lupa ngabarin, bun, buru-buru,” balas wooyoung.

bunda si jung tersenyum, beralih menatap san yang mengulaskan senyum ramah untuknya sebelum kekasih putranya itu beringsut untuk mencium tangannya.

“masuk dulu, yuk?”

wooyoung mengangguk, berjalan masuk bersama san ke dalam rumah yang sudah lama tak ia singgahi itu.

“tadi pagi wooyoung bikin cookies, loh, bun.”

bunda tersenyum cerah mendengar seruan san, sementara wooyoung hanya tersenyum kikuk sambil memberikan satu buah paper bag berisi toples cookies berukuran sedang pada sang bunda.

“buat bunda sama ayah,” ucap wooyoung, sedikit malu-malu.

sudah satu bulan semenjak keadaan membaik dan perseteruan wooyoung bersama kedua orang tuanya berakhir, si manis jung itu masih selalu merasa canggung dan malu-malu ketika berdekatan dengan orang tuanya.

wooyoung belum terbiasa, suasananya asing namun ia sangat menyukainya.

setiap ingin bertemu kedua orang tuanya, san harus ikut, entah kenapa kekasihnya itu terlihat santai sekali dan cenderung ceria menghadapi ayah dan bunda wooyoung, berbeda dengan wooyoung nya sendiri.

“tadi pagi abis bikin dapurnya sendiri kacau, bun. dia masih ngantuk tapi maksa bikin kue.”

“san.. ih!”

wooyoung menepuk paha san, menatap kekasihnya dengan kesal.

sementara itu bunda tertawa, mengelus kepala anaknya lantas beringsut mencubit pipi itu.

“anak bunda lucu banget, makasih, sayang,” ucap wanita cantik itu.

wooyoung mengangguk, “sama-sama, bunda! oh, iya..”

si manis jung memberikan satu lagi paper bag dengan isi yang sama seperti apa yang ia berikan pada bundanya.

“hari ini aku bakal sibuk banget kayaknya, boleh nitip ini buat bude sama pakde?”

bunda mencebikkan bibirnya, “sesibuk apa, hm?”

wooyoung menggaruk belakang kepalanya yang sebenarnya tak gatal, lantas tersenyum kikuk.

“ada rapat divisi pulang kuliah, mungkin sampe malem.”

bunda menggeleng-gelengkan kepalanya, ia beralih menatap san yang duduk di samping sang putra.

“san, masih sering susah diatur gak, wooyoung nya?” tanya bunda.

“masih, bun, tapi udah gak sering, kok, sering dimarahin sama kak seonghwa soalnya,” balas san.

“bunda.. apa sih?”

wanita cantik itu kembali menatap sang putra, “apa? kamu ini emang susah diatur, udah dibilangin tinggal di sini aja biar bunda bisa marahin kamu kalo bandel. kamu itu gampang sakit, tau!”

bunda menoyor pelan kening putra manisnya, mencibir si manis yang kini sedang memasang wajah jengkelnya.

“rumah ini kejauhan, mending di apart,” balas wooyoung.

“bilang aja kamu gak mau jauh-jauh dari san, ya?”

wooyoung merengut sebal, “apasih, bun? beneran kejauhan juga. lagian sayang udah beli gak ditempatin.”

gonbae, woosan.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang