43

14.2K 2.3K 360
                                    

san tampak berbeda, dia lebih banyak diam dari pada pagi tadi yang banyak mengoceh tentang wooyoung yang menendangnya cukup sadis dari atas kasur.

semua bermula sejak awal ketika san berdiri di depan pintu klinik kampus menunggu wooyoung. lelaki choi itu tak banyak bicara ketika wooyoung menghampirinya, dia memilih untuk berjalan terlebih dahulu disusul wooyoung yang mengikutinya di belakang.

di dalam mobil pun, tak ada obrolan berarti selain wooyoung yang mencoba untuk mencairkan suasana dengan beberapa pertanyaan seperti―

“gimana urusan nilainya?”

“gimana perwaliannya?”

“udah makan?”

sederet pertanyaan yang sebenarnya masih ada beberapa lagi itu hanya san balas seadanya, tanpa menolehkan kepala sedikitpun, memilih fokus pada jalanan di hadapannya.

wooyoung tidak menyukai situasi ini, dia tidak suka san yang diam, ini lebih menyebalkan dari san yang terlalu banyak tingkah lakunya.

sebenarnya wooyoung tau san cemburu, tidak mungkin tidak. ini pasti karena wooyoung menggendong chaewon kala mantan kekasihnya itu tak sadarkan diri di kampus.

wooyoung tak masalah jika memang san cemburu, tapi dia tidak suka dengan diamnya si choi itu. setidaknya dia ingin mendengar isi hati san dan ungkapan perasaannya selama di dalam lingkup perasaan cemburunya.

“san...”

“hm.”

lagi-lagi hanya gumaman yang wooyoung dapatkan dari san yang terus menatap lurus layar tv besar di depannya.

keduanya sudah sampai di apartemen san sekitar setengah jam yang lalu, dan selama itu hanya suara yang menayangkan sebuah siaran di televisi sebagai pengisi suasana ruang tengah yang diisi sepasang kekasih itu.

terlihat sekali jika san tengah merajuk dan menghindari wooyoung dengan cara seperti ini.

“liat gue dulu.”

wooyoung meraih tangan san, menggenggamnya dengan lembut sambil menengadahkan kepala untuk memandang wajah sang kekasih dari samping.

“bentar, lagi seru.”

apanya yang seru dari iklan sabun pencuci piring?

wooyoung tak suka diabaikan seperti ini.

“san jangan banyak diem, gue gak suka.”

si choi tak merespon, tak mempedulikan seruan wooyoung yang mengalun untuknya.

“ck, choi san!”

sungguh, saat ini wooyoung tengah dilanda rasa lapar yang makin menggerogoti perutnya. sedari pagi dia belum makan dan sekarang dia harus menundanya karena san yang merajuk seperti ini.

wooyoung mendengus kasar, lantas memberanjakkan dirinya, hendak melangkah pergi.

grep!

bruk!

namun san dengan gesit menarik pergelangan tangan wooyoung hingga sang empu kembali terduduk di atas sofa empuk itu.

“mau kemana?” tanya san, masih tak mau menatap wajah wooyoung.

“masak, lo belum makan, kan, gara-gara perwalian hari ini kepagian? gue mau masak, biar kita gak kelaperan―”

“di sini aja.”

pelipis wooyoung berkedut, kesal rasanya mendengar alunan suara sesantai itu dari san.

ya kalau lo gak mau makan yaudah! jangan halangin gue buat makan juga!―rasanya ingin wooyoung meneriaki san dengan kata itu, tapi beruntung emosinya masih dapat ia tahan.

gonbae, woosan.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang