25. CERITA ALYA

22.8K 2K 108
                                    

H A P P Y R E A D I N G

"Semakin aku banyak membaca, semakin aku banyak berpikir. Semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apapun." - Voltaire.

🌻

Rafa memangku dagunya menggunakan kedua lengan kekar lelaki itu, bibirnya tidak bisa menahan senyum kecil yang sedari tadi ingin terbit, juga mata elangnya yang tidak bisa teralihkan fokusnya kala menatap Alya yang sedang memasak dengan sangat teliti.

"Makanan udah siappp," seru Alya sembari membawa dua buah piring berisi nasi goreng ke hadapan Rafa.

"Gue makan nih ya," izin Rafa.

Rafa memakan nasi goreng Alya dengan sangat lahap. "Enak, lo jago banget masak, ya?"

"Enggak juga, perlu percobaan beberapa kali buat hasilin rasa yang sempurna."

"Lo belajar masak darimana?"

"Sendiri. Karena gue gak terlalu bisa makan masakan orang lain,"

Rafa mengernyit pelan. "Kenapa? Berarti itu juga alasan lo sering bawa bekal ke sekolah?"

"Iya,"

"Lo tuh hebat banget al," puji Rafa.

Alya menggeleng. "Gue punya prinsip, gue harus ngurus diri gue sendiri tanpa bantuan orang lain. It's okay gue emang keliatan menyedihkan, tapi gue gak pernah mau menyusahkan orang lain."

"............daripada dibantu, gue lebih suka menyelesaikan semuanya sendiri." Jelas Alya.

Rafa menghentikan aktifitasnya untuk seperkian detik. Lelaki tampan itu menatap Alya dalam, bibirnya terasa kaku untuk menguarkan suara.

Lagi-lagi Rafa tertampar kenyataan, bahwa sebenarnya dia bukan orang yang paling hancur di muka bumi ini, dia hanya melakukan semuanya untuk mendapat perhatian orang. Lalu apa yang Alya lakukan? Daripada melampiaskan rasa sakitnya, gadis ini malah menunjukan segala prestasinya.

Satu hal yang Rafa dapat simpulkan, bahwa seorang Alya Senja Gabriella tidak pernah baik-baik saja selama ini.

"Cerita," pinta Rafa.

"Hah?"

"Ceritain semuanya, Al,"

"Tentang?"

"Tentang lo yang selama ini sembunyi dibalik topeng sandiwara lo sendiri."

Alya langsung terdiam di tempatnya. Lalu pandangan gadis itu tertunduk dalam, dan mengehela nafasnya panjang. "Can we?" tanya Alya ragu.

Rafa mengangguk yakin, lalu lengan lelaki tampan itu sudah menggenggam jemari Alya dengan hangat. "We can. Just trust me," katanya serius.

"Bunda, ayah sama kakak gue meninggal di umur gue yang ke 7 tahun. Mereka semua gak ninggalin gue dengan tangan kosong, mereka ninggalin semua harta ini ke gue. Waktu itu, gue belum ngerti apa-apa, gue ikut keluarga Bunda yang ada di Australi, gue melanjutkan hidup gue di sana."

Alya menghela nafasnya sebentar. "Gue rasa, gue bisa lakuin semuanya. But i'm not, gue kadang ngerasa kosong dan sakit di suatu waktu. Sampai suatu hari gue sadar, gak ada gunanya gue lari dari masalah, gak ada gunanya gue ngeluh, dan gak ada gunanya gue bergantung sama orang lain."

"Gue balik ke Indonesia waktu tahun awal gue masuk SMP. Gue menolak untuk hidup bareng keluarga Ayah di sini, gue mau memulai semuanya sendirian. Mulai dari situ, gue rasa gue banyak berubah, gue udah gak manja lagi. Gue mulai belajar masak, walau pertamanya gue selalu luka. Gue nangis hari itu, gue ingat bunda yang selalu ngomong 'kamu harus peduli sama diri sendiri, baru sama orang lain' Gue bener-bener menerapkan itu."

BAD RAFA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang