H A P P Y R E A D I N G
“Be a warrior, not a worrier.”
🌻
Pagi sudah tiba, mentari pun mulai keluar dari singgasananya. Ditemani dengan semilir angin sejuk dan kicauan burung-burung dari dalam hutan, suasananya sangat asri dan menenangkan.
Di dalam kamar luas milik Nando, Alya terus berjalan kikuk sembari menggigit bibir bawahnya gelisah. Bodoh. Alya terus merutuki dirinya sendiri mengingat ia malah tertidur di kamar ini sejak kemarin. Diliriknya ponsel putih berlogo apel yang ada di genggaman gadis itu dan mencoba kembali menekan tombol power, tetapi hasilnya nihil. Baterainya benar-benar habis.
Ia harus pulang, bagaimanapun caranya. Karena di sini, bukan tempatnya. Tidak seharusnya ia berada di markas Fobos seperti sekarang ini. Nando yang sedari tadi Alya tunggu untuk datang dan mengetuk pintu agar bisa mengantarnya pulang tidak kunjung datang. Kemana perginya lelaki itu?
Setelah berdebat dengan pikirannya sendiri, Alya memberanikan diri untuk keluar dari kamar ini. Tidak peduli jika bahaya akan datang menjemputnya suatu waktu, Alya hanya ingin pulang. Bertemu dengan Rafa, dan memperbaiki semua kekacauan ini sebelum semuanya terlambat dan benar-benar berakhir.
Alya membuka knop pintu secara perlahan, ia mengernyit ketika tidak mendapati satu orang pun di tempat ini. Tidak ingin kehilangan kesempatan, ia berjalan sedikit cepat walau berkali-kali Alya menoleh ke belakang, takut jika ada seseorang yang tiba-tiba datang dan menyerangnya.
Sampai di tangga, Alya membelalakan kedua bola matanya terkejut dengan mulut yang setengah terbuka. Gadis itu langsung berlari dengan cepat menuruni anak tangga satu persatu, menghampiri beberapa orang yang cukup ia kenal di lantai bawah.
Di bawah sana, ada ratusan orang yang memakai jaket kulit hitam dengan lambang planet merah sedang tergeletak dengan darah yang berhambur dimana-mana.
Di bawah sana, semua orang mempunyai tatto dengan gambar planet merah di lengan kiri mereka.
Dan di bawah sana, tepat di sebuah sel yang dikunci dengan gembok dan rantai besar, ada empat orang yang benar-benar Alya kenal. Keempat inti Ares yang nampak kacau dengan luka dan darah di sekujur tubuh mereka.
Alya berlari, melewati beberapa anggota Ares yang lain dengan hati-hati untuk menuju sel tersebut. Ia meringis ngilu ketika melihat luka keempat inti Ares itu secara dekat.
Sampai Rio sadar, ia membuka matanya perlahan, bibirnya terbuka dan meringis kala merasakan rasa sakit yang berlebih pada tubuhnya. Dadanya sesak, wajahnya sudah sangat berantakan, ditambah dengan beberapa luka sayat di perut, tangan dan pipinya.
"Aa-lya..." panggil Rio dengan suara yang lemah. Alya bersumpah, ini kali pertamanya melihat Rio, sang harimau Ares, tangan kanan Rafa saat melakukan penyerangan, juga manusia bermulut tajam itu, terlihat lemah sembari terus memegang perutnya merintih kesakitan.
Pasokan oksigen terasa semakin menipis bagi Alya ketika melihat semua orang yang ada di sini terluka parah, tangisnya pecah, bukan sepenuhya karena melihat para anggota Ares gugur, tetapi karena ia tahu siapa yang membuat ini semua, dan Alya lah yang menjadi alasan utama Nando untuk balas dendam pada Rafa demi menebus kematian seluruh anggota keluarganya.
"Rio, ini kenapa???" tanya Alya lirih. Kini gadis itu mengedarkan pandangannya kepada Arkan, Ethan, dan Gusti yang nampak sudah tidak sadarkan diri, mereka mendapat luka yang hampir sama seperti Rio. Tidak ada lagi wajah serta celetukan konyol yang biasa mereka bertiga tunjukan kepada semua orang. Hanya ada tiga wajah yang menahan rasa sakit dengan garis wajah yang mengeruh.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD RAFA [COMPLETED]
Genç KurguARES [1] : RAFA ARSENIO Ini tentang Rafa Arsenio, lelaki tampan pemilik mata segelap obdisian juga tatapan tajam seperti seekor singa jantan yang siap untuk menerkam lawannya. Ini tentang Rafa, sang ketua geng Ares yang banyak digilai oleh para kaum...