"Gladis, sarapan dulu ya, aku udah buatin sup kesukaan kamu." Asih mengetuk pelan pintu kamar Gladis.
"Taro aja depan pintu, kalo laper nanti gue ambil." sahutnya dari dalam.
"Panggil lagi." bisik seseorang di sampingnya
"Dis, kamu kan lagi sakit, makannya harus lebih teratur." ucap Asih.
"Eh Aura Kasih, gue bilangin ya, kalo lo mau ngebantu tuh orang nyelundup masuk sini, gue bakalan pergi beneran dari sini!" umpat Gladis di dalam sana.
Leon yang berdiri di sebelah Asih memejamkan matanya dengan frustasi.
Ia melihat cela di bawah pintu yang masih memungkinkan untuk Gladis melihat pantulan bayangan kaki yang tak hanya sepasang.
"Bego...." desis Leon kemudian pergi.
"Gladis makan ya, Dokter Leon udah keluar tuh, aku tinggal di depan pint-"
Cklekkk
Pintu terbuka.
"Masuk." ucap Gladis kemudian tak lupa untuk mengunci kamar itu lagi.
Ini adalah hari keduanya mengunci diri dan enggan berbicara dengan Leon.
"Gue ngerasa dilahirin cuma buat jadi tahanan doang." ucap Gladis yang sudah melepas infusnya.
"Jangan ngomong gitu Dis, kamu jauh lebih beruntung dar-"
"Beruntung dari segi apa gue tanya? Orang tua? Punya, tapi ngeliat mukanya aja seminggu beberapa jam doang."
"Kasih sayang? Apalah itu, lo enak Sih, punya ibu kaya Mbok Tami, dia sayang sama lo, dia ngelakuin apapun demi lo." Gladis tercekat sementara.
"Semua orang tua pasti gitu Dis, orang tua kamu kerja keras juga demi kamu."
"Lo gak tau cerita hidup gue-"
"Dan kamu juga gak tau cerita hidup mereka-mereka yang hidupnya lebih sengsara dari kamu." potong Asih berbicara dengan sangat lembut.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
."Di atas langit masih ada langit, di bawah sungai masih ada air tanah."
"Jangan sombong sama kemampuan kita, dan jangan berkecil hati dengan ngerasa jadi orang paling sengsara,"
"Itu kata-kata ibu yang selalu aku ingat sampe sekarang." ucap Asih yang sedang rebahan di kasur yang sama dengan Gladis.
"Gue bosen jadi anak baik, Sih." ucap Gladis.
Mendengar itu, Asih segera memiringkan posisi tidurnya.
"Aku lebih tua 5 tahun dari kamu, aku udah pernah ada di usia kamu Dis, masa yang paling sulit ketika apa yang kamu inginkan gak pernah memuaskan harapanmu."
"Aku di sini buat denger semua cerita kamu, asal kamu gak kelewatan, aku bakal dukung apapun yang akan buat kamu ngerasa lebih baik." ucap Asih.
"Andai aja gue punya kakak kaya lo, gue pasti bakal betah jadi anak baik selama-lama-lama-lama-lamanya." ucap Gladis terkekeh.
"Jangan rokok, jangan miras, jangan pergaulan bebas, apalagi narkoba, aku bakal buat hitam di atas putih, secepatnya, dan kamu harus tandatangani itu." ucap Asih bergegas berdiri.
"Aaah au ah, lo lebay banget sumpah." Gladis mengambil laptopnya dan berjalan keluar dari kamar.
"Sekalian bawain cemilan ke ruang tamu ya, Sih." ujar Gladis pergi.
"86 boss." kekeh Asih yang sedang menulis sesuatu di kertas HVS yang ia ambil dari printer di meja belajar Gladis.
⭐⭐⭐
Sudah 3 jam Gladis movie marathon di ruang tamu, namun ia masih seru dengan tontonannya.
Ia sedang bersandar di sofa ruang tamu, dengan serakan bungkus ciki di sekitarnya.
"Jebal juseyo." Gladis menarik laptopnya lebih dekat dengan wajahnya.
"Arayooo, udah gue duga kan tuh." heboh Gladis menggeplak layar laptopnya.
"Sialan emang, kenapa malah di lewatin sih Jae Kwon nya, anjir banget."
Plaaak
Layar laptop Gladis terkatup sempurna.
Sreeet
Seseorang menariknya.
Gladis siap berperang dengan tatapan membaranya.
"Udah satu jam gue duduk di sebelah lo, tapi lo fokus mulu sama itu drakor." ucap Leon masih memegang laptop Gladis.
Gladis berupaya merebutnya mati-matian tanpa mengeluarkan suara apapun.
"Dengerin abang!!" Leon membawa laptop Gladis ke balik punggungnya.
"Lo lagi sakit Gladis, istirahat, bukan nonton drakor."
"Gue udah sehat Leon, ga butuh istirahat, gue mau nonton drakor." sahut Gladis dengan tengilnya.
Taakkk
Sentilan jari telunjuk Leon menepati bibir tipis super cerewet milik adiknya.
"Sialan lo!" sumpah serapah Gladis mengusap-usap bibirnya yang terasa panas.
"Mau mati lo?!" dalam sepersekian detik jiwa maung Gladis bergejolak.
Ia berdiri di atas sofa dan memukuli Leon dengan bantal sofa.
Leon tak tinggal diam, dia mencoba merengkuh kedua kaki adiknya untuk menjatuhkan penyerangnya.
Sesekali sisa camilan terlempar sana-sini sebagai pengganti peluru.
"HHAHAHAAAA...." tawa mereka pecah selama perang terjadi.
"Permisi."
Keduanya menoleh, menghentikan sejenak perang suadara antara mereka.
⭐⭐⭐
Gut morning epribadeh.
8:47 AM
26/01/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Siang dari Pluto [END] ✅
Teen FictionComplete dalam 24 hari ^.^ "Gue capek jadi anak baik." ucap Gladis duduk di motor yang terparkir di arena balap. "Lo anak cewek, abang lo bakal marah liat lo disini." Venus, sang empunya motor berkacak pinggang menatap Gladis. "Emang kenapa...