[SSDP]. Barbeque

271 17 0
                                    

           Drrrt Drtt....

"Halo bang," sapa Gladis.

"Udah balik belum? Abang jemput ya." ucap Leon di seberang sana.

"Gue mau ke rumah temen bentar, gak usah jemput ke sekolah." jawab Gladis.

"Yaudah, gue anterin, sekalian gue otw pulang dari rumah sakit."

"Gak usah bang, gue udah sampe,"

"Nanti telfon gue kalo mau gue jemput ya."

"OK, bye."

"Bye."

"Ayo Dis masuk." ajak Bian yang baru saja memarkirkan motornya di parkiran yang lebih mirip dengan showroom motor sport itu.

"Emang emak lo kemana?" tanya Gladis.

"Lagi jadi komentator dia, ada pertandingan gitu, yuk lah buruan, Bang Daniel udah belanja sama gue tadi." ajak Bian.

"Babeh?" tanya Gladis sambil berjalan memasuki rumah Bian.

"Ada jadwal ngelatih, mau gabungan pas acara makannya aja katanya, makanya gue bersyukur lo mau dateng, lumayan ada yang bisa diandelin dari pada Bang Daniel." kekeh Bian.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

        "Bang, emangnya lo kang palaknya kelab atau gimana sih? Seterkenal itu perasaan." ucap Bian saat mereka menyiapkan perlengkapan barbeque di halaman belakang rumah Bian.

"Kenapa emangnya?" tanya Daniel, laki-laki berpostur tinggi, putih, dengan tulang hidung bengkok hadiah kejuaraan tinju.

"Nih, anak orang kemaren lusa masuk kelab cuma modal nunjukin foto yang ada lo nya." adu Bian.

"Wwah, Gladis ... lo emang paling bisa bikin gue ngerasa bangga, ke kelab mana lo kemaren?"

"Eh somplak, anak kecil nih, gara-gara lo dia hampir mati gegara mabok." Bian melempar kakaknya dengan pencepit daging.

"Hahhaa, gue itu ngebantu Gladis bisa ngebuka pintu ketenangannya, yagak Dis?" kekeh Daniel berlari ke balik punggung Gladis.

"Sialan lo, temen gue anak baik-baik, jangan lo bawa sesat, setan!" Bian berusaha meraih kakaknya yang berlindung di balik badan Gladis.

Sedangkan Gladis hanya tertawa saat kedua bersaudara itu adu cek-cok berkat dirinya.

"Udah ... udah, kapan kelarnya ini kalo kalian berantem mulu? Keburu emak dateng." lerai Gladis.

"Seandainya aja, adik gue se-cewek lo Dis." lontar Daniel bersiap men-tamengi kepalanya.

Dan benar, Bian memukulinya mati-matian sekarang.

Gladis kembali tertawa bersama Daniel yang masih dalam hajaran adik perempuan berjiwa laki-lakinya itu.


⭐⭐⭐


     "Nel!!! Ka!!!! Kemana sih nih anak-anak pada." terdengar teriakan yang disusul oleh omelan khas emak-emak.

"Danel! Binka!! Hadeuh pada durhaka emang, lupa sama ulang tahun emak nya sendiri." omel Fiona, emak Bianca. Nama yang sangat tidak cocok dengan sikap-sifatnya.

"Kenapa, mak?" Gladis membuka pintu menuju halaman belakang.

"Lah, ada Gladis, udah lama lo gak kemari." Fiona cepat-cepat menghampirinya.

Dduar

Duarr

Daaar

"Elelleehhh ketek uler! Sialan, siape tuh maen petasan!!!"

"Ini mah confetti mak, dikata petasan ... ini bom kertas." kata Bian yang memegang kue ulang tahun.

"Happy birthday, mak." ucap Gladis.

"Mak, jan marah-marah mulu ya kalo Danel kalah tarung bebas." Daniel mencium kedua pipi mak nya.

"Ucapin dulu kek, selamat ulang tahun, malah request harapan dulu." sahut emak nya.

"Emak siapa sih nih?" kini giliran Bian mencium kedua pipi wanita tangguh itu.

Fiona menatapnya dengan tajam, "Iye, iye ... hepi bidi pacarnya Pak Remon." lanjut Bian membuat semua tertawa.

"Aduh ada apaan nih, kuping gue panas." ke-empat orang di halaman belakang menoleh.

"Malem, babeh." sapa Gladis tersenyum sopan.

"Aduh ... akhirnya anak gadis gue mampir juga ke rumah." Babeh Ramon berjalan gemas menyerupai jalan badut.

"Gimana kabar Gladis? Aduh akhirnya ada cewek beneran lagi di rumah ini." kekeh Ramon.

"Kalo gue bukan cewek beneran, kaga ada nih duo bangor di sini." sahut Fiona dengan ketus.

"Heheheheee, selamat ulang tahun cantik." Ramon kemudian memeluk istrinya.

"Cut, cut, cuttt!!!! Udah bubar, anak-anak volos pada kelaperan nih." ucap Daniel meninggalkan kedua orang tuanya.

"Durhaka emang, gue kutuk jadi batu apung ... jangan bilang the next Malin Kundang lo." sahut emaknya.

Gladis tak pernah melepas senyum nya sejak ia menginjakkan kakinya di rumah ternyaman ini.

Rumah Bian tidak semegah istana, hanya sekedar rumah biasa yang begitu hangat dengan keakraban anggota keluarganya. Tempat ternyaman bagi dirinya untuk melarikan diri dari kenyataan.

"Sini cakep, ayo." Fiona merangkul Gladis untuk mendekat ke area barbeque.

"Selamat ulang tahun lagi ya, mak, Gladis bawa ini buat emak." Gladis menyodorkan paperbag kecil untuk Fiona.

"Duh, contoh anak berbakti tuh kaya Adis, gak kaya lu bedua, ngasih kue dimakan sendiri, bikin barbeque jatohnya juga dimakan sendiri." omel Fiona membuka kadonya.

Jlebb

Anak berbakti.

Menohoq tepat di ulu hati Gladis.

Senyumnya dengan tulus terukir di wajahnya, dan tangis dengan tulus menderai batinnya.

"Padahal kita beliin emak motor yang onoh, yang keluaran terbaru, yang warna biru." ucap Daniel yang sedang berdiri di depan panggangan bersama babeh nya.

"Wwahhhh, anak-anak gue nomor 1 emang, semoga Danel sama Binka bisa gini tiap ari Ya Tuhan." Fiona mengangkat kedua tangannya.

Bian bener, gue terlalu obsesi buat dapetin perhatian keluarga gue, padahal banyak yang perduli sama gue, termasuk keluarga Bian.

Fiona menggiring Gladis untuk bergabung dengan kehangatan keluarganya yang begitu akrab satu sama lain.

"Thank you ya, Bi." bisik Gladis pada Bian, membuat sahabatnya itu tersenyum lega sambil merangkulnya.

⭐⭐⭐

Ogesibbb penutupan untuk hari ini🤭



11:12 PM
12/02/2020

Selamat Siang dari Pluto [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang