[SSDP]. Ancaman

413 24 0
                                    

           "Makasih Om Diaz, tante Tamara." ucap Leon saat kedua pasangan itu keluar dari rumahnya.

"Sama-sama Dokter Leon, makasih juga sudah bantu Antariksa bisa koas di rumah sakit tempat dokter." ucap Diaz.

"Panggil Leon aja om, kita kan tetanggaan udah dari lama." ujar Leon terkekeh.

"Haha, bisa aja, kalo gitu om pamit dulu ya nak Leon, makasih loh udah dijamu." ucap Diaz.

"Gapapa om, ini yang belanja baru datang, gak sempat masak makan malam, besok mampir lagi om, tante, kita makan malam bareng." ajak Leon.

"Ah nak Leon jangan gitu, ayo besok gantian nak Leon sama Gladis yang ke rumah tante." Tamara menunjuk rumahnya sendiri.

"Saya usahakan tante." jawab Leon dibarengi dengan senyum sopannya.

"Pamit dulu ya." Diaz memutar balik mobilnya.

"Salam sama Gladis, nak Leon." pesan Tamara kemudian mereka berlalu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

        "Gladis."

Setelah mengetuk pintu dua kali, Leon membuka pintu kamar Gladis.

"Udah tidur?" kekeh Leon saat melihat begitu tenangnya sang adik ketika sudah terlelap.

"Bahkan lo belum cerita soal sekolah hari pertama lo, Dis." Leon membenahi rambut Gladis yang bahkan masih basah.

"AC dinyalain pula." Leon menarik selimut Gladis hingga ke bawah dagu gadis itu.

"Hah ... lo udah gede aja Dis, padahal serasa kemaren gue selalu ngusilin lo tiap mau tidur, sekarang lo udah berani kabur-kaburan dari rumah." tutur Leon masih duduk di bibir kasur.

Ia menghela nafas sejenak.

Kemudian menoleh lagi pada Gladis yang sudah terlelap.

"Lo pasti kesepian ya, Dis? Maafin gue yang udah ninggal lo sediri di penjara itu." bisik Leon pelan.

Ia dan Gladis selisih usia 6 tahun, dan hanya Leon saudara kandung yang Gladis miliki, maka tak heran jika Leon merasakan betapa tertekannya Gladis sejak ia pindah pada awal masuk SMA.

Kedua orang tua mereka adalah pengusaha. Sejak SD Leon dan Gladis sama-sama homeschooling, alasannya hanya satu, tidak ada yang bisa mengantar mereka ke sekolah.

Kedua orang tuanya sama-sama perantau, tidak ada saudara. Jadi keduanya homeschooling. Hanya saja ketika akan masuk SMA, Leon memaksa orang tuanya untuk sekolah umum, jadilah ia pindah dan hidup sendiri sampai saat ini sudah berhasil menjadi dokter muda.

Gggrrt

Leon menoleh dengan cepat.

Baru saja ia mendengar adiknya menggeretakkan gigi.

Leon mendapati sesuatu yang sejak tadi tidak disadarinya.

Gladis menggigil.

Leon menyingkap selimut tebal Gladis. Terlihat adik perempuannya itu mengenakan celana panjang, sweater tebal, dan sepasang kaus kaki.

⭐⭐⭐

        Gladis membuka matanya yang terasa panas.

Sesuatu yang mengganjal tengah menghalangi keningnya.

Tangannya bergerak hendak meraba.

Brakk

Ada sesuatu yang menahannya.

Infus.

"Abang!" pekik Gladis melihat Leon yang tidur di sofa.

"Hah?? Kenapa??? Mual? Pusing?"  Leon segera mengecek kening Gladis.

"Kenapa harus diinfus? Gladis gapapa." ucap Gladis hendak menarik infusnya.

"Lo tarik, gue suntik lo sekarang juga!" ancam Leon, karena Gladis memang takut jarum.

"Lagian lo kenapa hujan-hujanan sampe dua kali?" omel Leon.

"Sekali doan-"

"Asih yang bilang ke gue." potong Leon.

"Y-ya...."

"Buat selanjutnya gue yang anter lo, dan baliknya lo wajib naik taxi."

"Kalo gak hujan?" tawar Gladis.

"Gue yang turunin hujan." ucap Leon sekenanya.

"Lagian lo dokter, ngapain gue takut sakit gara-gara hujan?" jawab Gladis beranjak duduk.

"Heh, tidur!" Leon yang sedang menyiapkan obat segera menunjuk Gladis.

"Pegel pinggang gue." jawab Gladis.

"OK, kalo gitu ke rumah sakit." ancam Leon lagi.

"Gue tidur." Gladis segera merebahkan badannya secara kilat.

"Dis, buburnya dimakan dulu." ucap Asih memasuki kamar dengan nampan berisi bubur.

"Gladis nya tidur, taro aja di meja." bisik Gladis agak keras.

"Dis." panggil Leon sekali lagi.

"Eeih ... ribet banget punya abang dokter, liat aja besok gue jadi presiden." ucap Gladis duduk dengan tiba-tiba sambil menyingkap selimutnya dengan kasar.

"Awwww!" pekik Gladis.

"Nnah, tau rasa lo sekarang." seru Leon saat melihat punggung tangan Gladis berdarah.

Selang infusnya terlepas.

"Baaaaang!" rengeknya.

"Sukurin, pokoknya harus infus lagi." ucap Leon yang sedang mengusap darah bekas selang infus.

"Nggak mau, nanti malem aja bang, please, pas gue udah tidur aja, please bang, gue mohon bang...." rengek Gladis.

"Dis, demam lo tinggi banget sumpah, dari semalem belum turun juga, tapi lo se-petakilan gini?" ucap Leon berkacak pinggang.

"Janji gue tidur habis ini, lo balik dari rumah sakit gue udah sembuh." mohon Gladis.

"Sembah sembuh, udah makan cepet, habis itu minum obat ini semua, jangan kemana-mana, istirahat." pesan Leon.

"Hari ini lo gak usah ke sekolah dulu, kalo gue balik dari rumah sakit dan lo belum mendingan, mau gak mau lo harus nurut, lo harus dirawat inap." ancam Leon kemudian keluar.

"Asih, lapor saya kalo dia berulah." Leon menunjuk Gladis yang menyuapi mulutnya sendiri dengan paksa.

"Baik, dok." jawab Asih menurut.

⭐⭐⭐

Triple update🤟🤟


2:33 PM
25/01/2020

Selamat Siang dari Pluto [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang