ARC 0 : ISTANA API 5

185 85 56
                                    


“Sialan! Aku lupa membawa night-vision goggles.”

Sudah berlarut-larut aku terus berjalan menembus kegelapan yang tak ada habis-habisnya. Aku menelusuri koridor dengan lengan yang terus meraba-raba bagian dinding seperti halnya orang buta, tapi mungkin aku lebih buruk. Aku hampir berjalan merangkak karena di sisi koridor terdapat vas bunga yang membuat langkahku tersandung-sandung.

“Sudah berapa vas bunga, ya? Yang sudah kupecahkan? Sepertinya aku harus membayar mahal untuk mengganti semua kerugiannya.”

Tapi aku ini pencuri, hidupku cenderung bebas. Apapun bisa aku miliki jika aku menyukai dan menginginkannya. Sebelum itu, biarkan kuperjelas lagi. Seburuk-buruk tindakan yang diambil oleh seorang pencuri masih tetap sedikit dianggap bermoral ketimbang dengan orang-orang yang memegang peranan kendali masyarakat dan merampas satu-persatu uang dari rakyatnya sendiri.

Jedarr!

“Auww! Tidak bisakah aku tidak menabrak pintu cukup sekali! Oh! Tidak. Jidatku kembali memerah.”

Setelah sekian penelusuran akhirnya aku telah sampai tepat di depan pintu.

Tunggu? Pintu masih terkunci? Apa benar pria tua tersebut memasuki jalan yang sebelah kiri? Atau jangan-jangan, orang itu ada disini! Celaka!

“Oey-oey, apa yang sedang aku pikirkan. Jelas sekali pria itu tidak memasuki jalan yang sebelah kiri.” Kataku mulai tenang setelah menyorotkan senter ke belakang. Menyinari jalan koridor yang telah kulalui.

“Satu, dua, tiga.. Em.. Empat, lima, enam.. Tujuh? Waw! Ini benar-benar rekor terbaikku dalam memecahkan vas bunga di sepanjang koridor. Benar-benar berantakan.”

“Aku tidak tahu akan bisa membayar gantinya atau tidak, yang terpenting aku masuki dulu kamar yang satu ini. Kalau-kalau ada harta yang bisa kugunakan untuk membayarnya.”

Seperti biasa aku bobolkan kamar itu dengan kunci alternatifku. kawat penjepit rambut.

Di dalam. Aku sibuk menyoroti setiap sudut bagian kamar. Hanya ada ranjang, meja rias dan lemari kayu. Tak ada debu sama sekali di permukaan, tapi aku tak menjamin bahwa tidak ada debu juga di bawah kolongnya. Aku tidak perlu memeriksanya karena aku bukan seorang pebersih-bersih ruangan.

Selang beberapa waktu aku mengecek lemari kayu itu. Dan aku tidak mendapatkan sesuatu yang berharga di sana. Hanya beberapa baju milik wanita yang aku temui yang tergantung rapi di gantungan. Tak ada tanda-tanda. Kali ini aku berusaha untuk menjadi sopan seperti pria tua tadi. Aku menutup kembali pintu lemarinya. Hanya itu.

Tak satupun tempat yang aku lewatkan dalam pemeriksaan. Termasuk ranjang dan kursi meja rias.

Tunggu, meja rias?

Sesekali aku menyorotkan cahaya senter ke arah cermin meja rias. Terlihat seorang yang memiliki tubuh lumayan kekar dan tinggi, dengan bentuk badan yang ideal, ya.. itu aku, hahaha.

Dengan sedikit meluangkan waktu untuk berpose di depan cermin tentang lekak-lekuk tubuhku yang sixpack. Aku menaruh senternya di atas meja rias. Setelah cukup lama aku berekspresi dengan cermin, karena ini pertama kalinya aku berjumpa dengan cermin yang memiliki ukuran jumbo.

Beberapa saat aku baru menyadari ada saklar lampu di samping kanan meja rias. Aku menekan saklarnya.

Benderang.

Kini aku dapat melihat kamar tersebut dengan jelas. Kamar yang indah dengan hiasan lukisan bercorak bunga di temboknya.

“Lukisannya sama persis dengan yang ada di ruangan tangga yang aku turunin lalu.”

HELL BELL 'GOLD' [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang