ARC 0 : ISTANA API 9

141 78 30
                                    


Aku menurunkan tas dan mencari sesuatu yang akan aku gunakan. Aku mulai membuka risleting ransel. Yang pertama aku temui saat membukanya..

Fitting bohlam yang berlapis emas, aku akan kaya!

Lalu,

Kotak makanan??

Sejenak aku mengingat-ingat beberapa waktu yang lalu sewaktu aku memasukkan peralatan ke ransel.

Kurasa aku tidak membawa ini. Oey-oey? Lalu siapa yang  menaruhnya?

“Apa yang sedang kau lakukan!?”

“Diam saja. Kau akan tahu.”

Dan akhirnya aku berhasil menemukan alat yang sebelumnya tertumpuk oleh beberapa lembar koran dan satu alat gergaji besi.

Situasinya kini, api telah menyebar luas ke seluruh dinding kamar. Isabella bersembunyi ketakutan di belakangku.

“Selesai! Ayo kita bergegas!”

“Ke mana!?”

“Tentu saja kita terjun dari sini.”

“Apa kau sudah tidak waras!? Terjun dari lantai tiga!”

“Ya. Setidaknya aku mati di tanah dari pada mati hangus terbakar menjadi abu.”

Singkat saja aku tidak mau menjadi pencuri panggang.

Setelah mendapatkan alat yang aku butuhkan, aku mengikat-kaitkan tambang ke salah satu dari empat tiang ranjang spring bed yang paling dekat dengan posisi jendela berada. Berjalan mendekati jendela yang terbakar. Aku mencoba menyingkirkan besi gorden yang menghalangi langkahku untuk mendekat ke jendela. Seketika aku pun melemparkan alumunium gorden tersebut keluar jendela.

Whuung!

“Apa kau sudah siap? Kuharap kau pakai sepatu hadiah pemberian ayahmu itu agar saat mendarat dapat meminimalisirkan kecideraan.”

“Kecideraan? Kau membuatku merasa ngeri.”

“Ayo! Cepat berpegangan di belakang punggungku. Aku akan menunjukkan sesuatu hal yang seru dan pastinya sangat menantang.”

“Maksudmu seru untuk menuju kematian!?”

“Haha. Ya! Tentu saja.”

Aku membidik senapanku ke arah pohon yang rindang, yang berada dekat dengan tempat reruntuhan. Sebelah utara tempat reruntuhan.

Chwaat! Serrrrr!

Tambang yang aku ikatkan ke peluru yang baru kulesatkan mencuat mengikutinya. Peluruku berhasil mengait ke dahan pohon.

“Inilah cara kita meloloskan diri dari maut.”

Akhirnya aku terjun sebelum pintu kamar Isabella terbuka karena tekanan api yang tinggi. Serta menghembuskan api yang besar hingga meluap mengisi seisi kamarnya sampai mencuat keluar dari jendela kamar.

Isabella yang berada di belakangku, memeluk punggungku dengan sangat erat. Tak berhenti-hentinya berteriak ketakutan hingga membuat gendang telingaku seakan-akan mau pecah.

Kuharap terjun tali flying fox ini akan menjadi bagian dari uji adrenalin pertama dalam hidupnya, setelah sekian lama mengurung diri di dalam kamar selama 20 tahun terakhir.

______________________________________

Kami terjun dengan kecepatan kurang lebih sekitar 80km/jam dari atas lantai tiga menuju ke pohon yang kujadikan sebagai target tempat pendaratannya. Aku melihat banyak sekali para antek-antek pemerintah yang tengah beroperasi di depan halaman rumah besar itu. Dan.. Tunggu, aku mendengarkan sesuatu.. Teriakan yang penuh dengan nista!

HELL BELL 'GOLD' [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang