ARC 3 : ISLAND of DESPAIR 10

35 21 11
                                    

Powered by #RH_Group☂️

Powered by #RH_Group☂️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah insiden pengeksekusian 5 budak, 3 tahun silam.

DHOOORRH!!

“AKU MEMBERIKAN KESEMPATAN UNTUK PARA KERABATNYA UNTUK SEKARANG MELUNASI HUTANGNYA. AKU SUDAH TAK DAPAT MENAHAN KESABARAN LAGI,” katanya sambil berjalan mengejar Farma, “JIKA KALIAN TETAP TIDAK BISA MELUNASI HUTANGNYA. AKU BERSUMPAH SETELAH AKU MENYELESAIKAN PENANGKAPAN PERMAISURI, AKU AKAN MEMBUNUH SEMUA DARI RAS KERABATNYA!!”

“Sudah kuduga, si brengsek itu akan melakukan pembantaian besar-besaran pada keluarga kaum budak. Dia yang memerintahkan kami mengantarnya dalam misi, dia yang memerintahkan bawahannya untuk membunuh teman-temanku, di saat kendaraannya jatuh terlempar ke tebing karena salahnya membunuh pengangkutnya satu-persatu dan hanya mensisakan 5 orang untuk mengangkat papan, memikul beban yang mustahil kami angkat!? Dan pada akhirnya kami sendiri yang harus menanggung kerugiannya!!? Hanya untuk mengganti rugi 1 mobil mewah dengan puluhan nyawa???” batinku.

Di bawah terik matahari yang panasnya membara, berhasil membakar kulitku hingga melepuh, terlebih lagi kondisi luka pada kepalaku, walaupun hanya luka tembak yang meleset, tetap saja yang namanya pelipis akan fatal dan terus mengeluarkan darah. Pada saat itu aku mengabaikan rasa sakit dan panasnya tanah lapangan yang gersang. Pengeksekusian dilakukan di lantai 5, dekat dengan ujung atas pondasi beton raksasa.

Sudah sekitar beberapa jam bertelentang pura-pura mati, yang masih disaksikan oleh tangisan serta hiruk piruk para keluarga suami korban dan masih mensisakan 5 Agent yang berjalan di sekitar tempat lokasi pengeksekusian. Aku bisa merasakan semua keadaan itu dan mampu menghitung jumlah petugas yang masih berjaga itu karena kupingku yang menempel tanah, banyak getaran dari berbagai sudut arah, dari suara jeritan yang melengking karena ditinggal suaminya, ada yang sedihnya menyayat-nyayat karena kepergian ayahnya, dan getaran kecil pada tanah yang disebabkan oleh derap langkah sepatu boot yang suaranya bercampur bersamaan dengan desiran pasir yang tersapu angin menghilangkan jejak sepatunya.

“Hallo ... iya, bagaimana pengejarannya? ... Apa? Mereka berhasil lolos? ... baik-baik, aku akan segera ke sana,” ucap salah satu Agent berbicara dalam telepon.

“Jadi, anak itu sudah kabur, ya? Syukurlah ... tapi aku tidak menjamin Fat Bob membiarkan gadis itu meninggalkan pulau ini dengan mudah, pasti dia akan melakukan berbagai cara untuk menculiknya kembali,” batinku.

Seketika para Agent yang bertugas di area lapangan eksekusi pun pergi dan banyak kerabat yang menghampiri mayat keluarga korban yang tewas secara keji.

“Ayah!!!” teriak anakku.

“Vin ... Vin! Vinto! Bangunlah! Kau sudah berjanji bahwa kau tidak akan pernah meninggalkan kami berdua!” teriak istriku.

HELL BELL 'GOLD' [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang