Tidak lama setelah mereka berbincang-bincang, Baskara pergi saat menerima panggilan yang katanya "urgent" dan meninggalkan Ara di rumah kakaknya itu. Ara merasa lebih aman di sini, walau dalam hati kecilnya mengharapkan Baskara akan menginap juga di rumah Rachel. Namun Ara sadar, dirinya dengan keadaan seperti ini juga sudah lebih dari kata cukup.
"Tuh anak, kelakuannya bener-bener deh bikin orang pusing." Ucap Rachel yang baru saja kembali dari teras rumah, mengantar Baskara keluar.
"Gak apa-apa, Ara tetep suka."
"Kamu nih ngomong suka terang-terangan, jarang loh ada cewek kayak gitu. Salut deh."
"Tapi gak enak juga, kak. Kadang aku dikatain murahan sama temen-temen di sekolah karena terlalu terang-terangan ngejar Baskara."
"Itu sih pilihan kamu, kalau kamu bahagia ngejar Baskara, kamu gak usah peduliin omongan negatif orang. "
"Iya, Kak Rachel. Tapi kenapa ya, Aska tuh susah banget didapetin, arti nama aja matahari, tapi sifatnya sedingin es." Ara mengerucutkan bibirnya, membuat Rachel tertawa karena tak menyangka adiknya itu bisa dikejar wanita sampai sebegitunya.
"Ra.. Ada beberapa hal yang memang perlu perjuangan agar tak mudah melepaskan." Ara termenung.
"Kayak Kak Rachel, dulu mama papa gak bisa percaya Kak Rachel. Mereka pikir kakak gak bisa hidup mandiri, tapi kakak terus usaha biar mereka percaya. Akhirnya apa? Kakak bisa menghasilkan uang sendiri sejak umur lima belas tahun."
"Omong-omong papa mama, kata Baskara, papanya udah gak ada?" Wajah Rachel berubah sendu.
"Iya, dari dulu papa itu idola Baskara. Baskara bener-bener meniru kebiasaan papa, katanya biar bisa kayak papa."
"Maaf, kak, aku nanya-nanya." Ara menjadi tidak enak hati.
"Gak apa-apa, kamu gak mau istirahat?"
"Iya deh, kak. Aku masuk kamar dulu, ya. Sekali lagi terima kasih." Ara tersenyum manis pada Rachel.
Ara memandangi sekeliling kamar. Kamar yang luas dengan balkon cukup membuat Ara tersihir sebentar. Ara selalu mengidamkan kamar dengan balkon agar bisa melihat bintang saat malam hari. Namun tentu dengan keadaan ekonomi yang tidak mencukupi, Ara harus mengubur mimpinya dalam-dalam.
Ara memejamkan mata, dalam hati merapalkan nama Baskara dan berulang kali mengucap terima kasih. Walau Baskara tidak akan tahu, Ara yang sering menyebut nama Baskara dalam doa-doanya. Bahkan mungkin Tuhan sudah lelah mendengar nama itu.
"Hei." Suara bariton itu mengagetkan Ara.
"Aska? Kok ada di sini?"
"Gak tau, gue gak tenang di luar sana."
"Terus emang ngeliat Ara bikin tenang?"
"Gak juga, sih." Ara merutuk dalam hati, mematahkan harapannya. "Tapi pengen aja ketemu lo."
"Kenapa?"
"Mau jawaban jujur atau bohong?"
"Kok Aska malah balik nanya?"
"Itu lo juga balik nanya."
"Ara mau Aska jawab jujur." Baskara mendekat dan membisikan sesuatu pada Ara.
"Gue khawatir sama lo." Seketika pipi Ara panas dan merah. Bahkan tidak sengaja ia menangkup pipinya sendiri.
"Lo salting lucu ya. Kayak babi, merah-merah."
"Yey!! Ara naik pangkat. Dari entok bebek bego jadi babi." Cewek bermata bulat itu meninju tangannya ke udara membuat Baskara mau tak mau menunjukkan deret giginya.
"As.. Ka... Ta.. Tadi senyum?"
"Gak." Muka cowok itu kembali datar.
"Harusnya Ara ambil ponsel langsung buat foto!!""Gak usah alay."
"Biar album Ara full."
"Coba liat, ada berapa foto gue di hape lo."
"Jangan. Entar Aska marah."
"Heh, lo berdua ya ngobrol gak usah satu di dalam kamar satu di depan pintu, masuk ya masuk aja ribet!" Ucap Rachel menginterupsi mereka.
"Kalo masuk bahaya, kak." Ucap Baskara sedikit nyengir.
"Bisa-bisa Ara serangan jantung."
"I.. Iya bener kak."
"Yaudah terserah, ditunggu undangan nikahnya."
"Kak Rachel!" Tegur Baskara.
"Gue mau bobo cantik, bye!!"
"Ra.. Mau lihat bintang?" Suara Aska melembut.
"Boleh."
Mereka berdua masuk menuju balkon dan duduk di sana memperhatikan bintang yang malam itu tidak terlalu banyak.
"Aska, mau tau gak arti nama Baskara?" Cowok yang ditanya itu hanya diam tetapi memperhatikan Ara.
"Baskara itu matahari. Matahari yang selalu menerangi bumi ini. Matahari yang tak pernah redup sinarnya. Walau sudah malam, matahari itu akan tetap bersinar di sisi yang lain. Matahari dan Baskara yang tak pernah redup cahayanya di hati Ara." Ucap cewek itu menjelaskan.
Baskara tersenyum sekilas, "Mau tahu arti nama Ara? Ara itu berpendirian, keras kepala, tapi hidupnya itu bagai ornamen maupun dekorasi." Ara terlihat bingung.
"Gak usah bingung, gak lucu lo kalau lagi bingung. Lo bakal tau artinya nanti. Ayo masuk, udah dingin." Baskara mengulurkan tangannya yang tentu disambut baik oleh Ara.
"Lain kali kasih tau Ara artinya, ya." Pintanya saat pintu balkon sudah ditutup. Sedangkan si lawan bicara hanya mengangguk dan mengelus kepala gadis itu sebelum siluetnya menghilang di balik pintu. Si kaku yang menerima banyak perasaan.
"ARA PASTI MIMPI INDAH MALEM INI!!!!!!" Teriaknya kegirangan. Tidak peduli hari esok, yang penting malam ini ia bahagia, karena Baskaranya.
- - - -
Baskara cuek-cuek mau gitu deh.
KAMU SEDANG MEMBACA
BASKARA ✅
Подростковая литератураBaskara Ganeva, cowok ganteng idaman para wanita di SMA Belvado. Si cuek, dingin, ganteng, tinggi, putih, dengan muka yang hampir sama dengan tembok. Baskara membenci perempuan semacam Ara. Yang pecicilan dan salah satu yang berani mengejar cintanya...